MY SAVAGE BOY-- 25

167 17 3
                                    

  📖 Selamat Membaca 📖


"LEADER MAID!" teriak Aksa keras. Lelaki itu memperlihatkan kemarahannya di depan Naura. Gadis itu baru pertama kali melihat Aksa begitu marah. Lelaki itu berdiri membelakanginya.

Tak lama Dewita-- paruh baya 60 tahun yang sudah bekerja dari lama di keluarga Naresha itu masih terlihat awet muda. Walaupun tidak bisa dipungkiri wajahnya sudah sedikit keriput dengan garis mata dan garis senyum.

"Iya, Tuan muda." sahutnya berdiri di belakangnya.

"Naura tidak ku ijinkan keluar dari mansion. Awasi dia." titah Aksa. Pupil gadis itu membesar, ia tidak menyangka Aksa akan bertindak seperti ini padanya. Ia menggeleng pelan, berjalan cepat ke arah Aksa.

"Kenapa aku tidak boleh keluar? Aku tidak mau di kurung disini!" tolaknya keras menyentak tangan Aksa. Gadis itu berani mendorongnya beberapa kali.

Oka, Nina, Dewita merasa takut melihat aksi dari Nonanya. Mereka hanya takut jikalau apa yang Naura lakukan malah menambah kemarahan Aksa.

"Kamu jahat-jahat! Kamu jahat!" jeritnya terengah-engah merasakan debaran jantungnya yang berdegup kencang. Akibat amarah yang menguasai diri.

Naura langsung berlari menaiki tangga. Ia tidak memperdulikan teriakan tiga maid itu. Kecewa dan marah beradu di hatinya.

Aksa selalu bertindak sesukanya. Tidak memikirkan perasannya lebih dulu. Melihat kepergian gadisnya, Aksa menarik nafas dalam ia mengibaskan jasnya yang sedikit berantakan akibat pukulan yang Naura berikan. Kakinya berjalan keluar dari mansion tanpa bicara apapun.

"Nona cukup serem ya kalau marah." ucap Nina bergidik.

"Iya, Tuan muda tampak diam saja ketika di dorong dan dipukuli. Setahuku Tuan muda itu tak segan menghukum orang tanpa ampun." jelas Nina.

"Kenapa kalian malah membicarakan majikan kalian? Tidak sopan, sana kembali bekerja!" titah Dewita tegas. Nina dan Okta berlari kecil ke taman.

Didalam kamar itu Naura menangis keras. Ia merasa tertekan. Ia ingin bebas bersama orang tuanya. Ia tidak memiliki akses untuk menghubungi keluarganya. Lelaki itu tidak memberikan ponselnya.

"Kenapa Aksa lebih keras kepala sekarang? Dia tidak mau mengalah seperti dulu. Kenapa Aksa seegois ini mau memiliki Naura? Naura menganggap Aksa itu kakak! Tidak lebih!" ucapnya disertai tangis.

Ia menatap sekeliling kamarnya. Semua bernuansa pastel warna favoritnya. Beberapa barang-barang kesukaannya juga ada di sini.

Semuanya di lakukan untuk Naura. Agar gadis itu merasa nyaman.

***

"Meeting akan di laksanakan sesuai keinginan Tuan, klien menunggu konfirmasi dari anda Tuan." ujar Radit sekretaris yang merangkap sebagai kepercayaan pemilik perusahaan properti terbesar yaitu NR Company group.

Pria dengan tatapan dingin itu mengamati Radit dari atas sampai bawah. Tampak mencari sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Tetapi ia mendengus samar, apa yang bagus dari Radit? Pria itu tampak datar seperti dirinya. Bedanya masih memiliki sikap ramah.

"Tuan," panggil Radit bersamaan dengan itu Aksa buyar dalam otaknya yang membandingkan dirinya dengan Radit.

"Berdiri," titah Aksa pada Radit. Dengan sedikit keraguan pria itu menurut. Ia yang di tatap seperti itu bertanya-tanya apakah ia membuat kesalahan dalam membacakan dokumen pengajuan proposal dari klien dalam kerja sama.

"Kamu tahu Naura itu milikku. Aku tidak akan segan untuk membunuhnya jika kamu berani berdekatan dengannya." Kata Aksa tenang tapi pasti. Radit merinding mendengar kalimat bak ancaman itu.

Memangnya apa yang ia lakukan pada gadis tuannya? Ia tidak mencoba untuk berdekatan tetapi-- memang Nonanya agak berbeda, terkesan ingin mencoba mendekati dirinya. Tapi apa benar?

"Baik Tuan." ucap Radit tegas.

"Pergi dari sini." Selepas kepergian Radit. Aksa menghela nafasnya berat ia menyandarkan kepalanya pada punggung kursi putarnya. Matanya terpejam sejenak ingatan kemarahannya pada sang gadis tadi pagi membuat Aksa merasa bersalah.

Kau harus tegas Aksa, ia melakukan itu karena tidak mau Naura pergi menemui Radit, atau bahkan mereka semakin dekat tanpa ia ketahui.

Aksa takut Naura meninggalkannya. Ia sangat mencintai gadis itu. Sejak kecil dulu. Rasa itu tumbuh sejak lama sampai sekarang masih sama.

Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Aksa memikirkan cara untuk membuat gadis itu tidak marah lagi padanya. Pasti akan cukup sulit. Pasalnya ia sendiri yang membuatnya marah.

"Siapkan mobil." ucapnya lewat interkom pada Radit. Ia akan pulang lebih awal kali ini. Hatinya sedikit gelisah meninggalkan Naura dalam keadaan marah.

Tidak membutuhkan waktu yang lama selang 20 menit, Aksa sampai di mansion miliknya.

"Siang Tuan, Nona ada di ruang lukis. Tapi Nona tidak mau makan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Maafkan kami Tuan." ucap Dewita menunduk diikuti Nina dan Oka sebagai orang yang sengaja Aksa suruh menjaga gadisnya.

Aksa tidak memberikan tanggapan apapun. Ia sempat melihat cctv dari ponselnya ketika di kantor. Gadis itu memang tidak turun dari tangga sama sekali.

Suara pintu berderit kecil, saat Aksa mendorongnya. Ia melihat punggung seorang gadis dari belakang. Tangannya lihai membelai kanvas melalui kuas yang ternodai berbagai macam warna.

Takk

Suara benda yang sengaja di jatuhkan ke lantai itu. Aksa melipat satu kakinya guna menyamakan tingginya dengan gadisnya.
Mata tajam miliknya mengamati sebuah lukisan yang berbentuk bunga berwarna pastel. Sangat cantik.

Dengan satu tarikan nafas, Aksa memanggil nama Naura. Tetapi gadis itu tidak bergeming sedikitpun. Mengabaikan keberadaanya.

"Maaf, atas sikapku tadi pagi." ujar Aksa merunduk.

"Aku cemburu, kamu memberikan perhatianmu pada sekretarisku. Aku hanya merasa tidak di anggap." katanya melirih di akhir kalimat. Pergerakan tangan Naura sempat terhenti mendengar kejujuran lelaki itu.

"Aku membelikan makanan kesukaanmu. Sudah satu bulan kamu tidak memakannya kan." seolah hal tidak terjadi apa-apa. Aksa meraih paper bag berisi kentang goreng, burger, pizza, untuk Naura. Selama di mansion gadis itu hanya memakan makanan rumahan yang sehat. Tidak cepat saji.

Satu burger king sudah berada di tangannya. "Makanlah..." Tangannya terulur di sisi gadis itu.

"Aku tidak mau." tolaknya tanpa menoleh sedikit pun pada Aksa. Padahal dalam hatinya sangat menginginkan makanan cepat saji tersebut. Ia rindu rasanya.

"Aku harus bagaimana supaya kamu mau makan? Hm?" tanya Aksa lembut. Naura tertarik akan tawaran pertanyaan lelaki itu. Dengan gaya santai ia meletakkan kuas pada tempatnya. Kakinya sedikit bergeser ke kanan seiring dengan tubuhnya.

"Biarkan aku pergi dari sini." Aksa terdiam.

"Kenapa?" tanya Aksa suaranya terdengar rendah seolah kehabisan kata. Tatapannya pun berbeda.

Naura beranjak dari kursinya. Gadis itu berjalan membelakangi Aksa yang setia berjongkok disana. Kakinya melangkah mendekati jendela kamar yang terbuka.

"Aku sebenarnya tidak melupakanmu. Hanya saja aku terkejut dengan cara mu sekarang untuk mendapatkanku. Aku masih Naura yang dulu." ujarnya. Perkataan itu berhasil mengambil pikiran Aksa. Ia berdiri meletakan kembali burger king yang masih terbungkus ke dalam paper bag.

"Maaf, aku harus berkata jujur. Ini memang menyakitkan tapi jika terus seperti ini Kakak yang akan tersiksa--mencintai sendirian." Naura membalikkan badannya menatap lamat wajah datar Aksa yang berjarak beberapa meter di depannya.

"Aku tidak mencintaimu, aku menganggap Kak Aksa sebagai Kakak."

Deg

TBC

MY SAVAGE BOYWo Geschichten leben. Entdecke jetzt