Jessa bisa melihat Ana dan Sean memasuki mobil Sean dan mulai beranjak dari parkiran. Jessa hanya bisa melihat semua itu dari jauh tanpa berani menghampiri keduanya. Sial! Apakah benar jika rencana yang dia susun itu tidak benar?

•••••

"Ana, please jangan dimatiin lagi, please. Tolong keluar dari kos lo, gue ada di depan. Ana, Ana... Arrggh, shit!"

Tadinya Jessa ingin langsung pulang, tapi tangannya malah mengarahkan dia hingga kini Jessa berada tepat di depan kos Ana. Pemuda itu beberapa kali mencoba menelepon nomor Ana, tapi tidak di angkat. Saat di angkat pun Jessa tidak mendengar suara gadis ya. Dengan frustasi Jessa mengacak rambutnya dan memukul setir mobil beberapa kali.

Dia berusaha meredakan rasa cemburu, marah, dan kesedihannya. Di sandarkan kepalanya pada stir lalu memejamkan mata. Jessa berharap Ana keluar lalu mengetuk kaca jendela mobil pemuda itu. Namun sudah 20 menit berlalu tak sedikitpun Jessa melihat ada orang yang keluar dari gerbang. Akhirnya pemuda itu melajukan mobilnya pulang menuju apartemen sesuai rencana awal.

"Ana kenapa lo gak pernah lihat gue sedikit pun." Pemuda itu sedikit mempercepat kecepatan laju mobil, saat telah sampai di basement, dia membuka dan menutup mobil dengan kasar lalu bergegas menuju Unit tempat tinggalnya.

"Sialan! Awas aja lo Sean. Gue pastiin Ana jadi milik gue. Dasar penghianat!"

Sesampainya dalam apartemen, pemuda itu dengan tergesa meraih botol alkohol yang dia simpan dalam lemari pendingin. Di bukanya botol tersebut dan langsung menenggak isinya tanpa perlu repot menuangkan dalam gelas.

"Apa iya gue terlalu berbelit? Harusnya dari awal gue jujur aja, gue deketin Ana terang terangan. Kenapa gue kepikiran buat pura pura pacaran sama Bella."

Cairan dalam botol yang ada di genggaman Jessa tinggal separuh, kesadaran Jessa pun juga tinggal separuh. Racauan demi racauan keluar dari mulut Jessa. Beberapa kali dia tampar pipinya sendiri, mengingat kebodohannya selama ini.

Tanpa di sadarinya, sebulir air mata mengalir, lalu di susul oleh cairan bening yang mengalir deras di mata pemuda itu. Siapa sangka pemuda yang dulu di juluki kulkas berjalan selama mas SMA kini menangisi gadis yang tak mampu dia raih. Tidak pernah sebelumnya dia menginginkan seseorang sehebat ini, sampai rasanya tertusuk ribuan pisau saat melihat perempuannya tersenyum untuk lelaki lain.

"Ana.. dulu lho milik Kevin, sekarang lo sama Sean. Apa enggak ada gue di daftar hati lo? Katanya lo suka sama gue, apa lo gak tau sebahagia apa gue pas tau itu dari Juan?" 

Dengan setengah sadar Jessa meraih ponsel yang dia taruh di samping lokasi duduknya. Jessa berusaha menajamkan pengelihatan yang mulai kabur. Menunggu sambungan telepon terhubung dengan orang yang ada di seberangnya. Sesaat setelah tersambung, pemuda itu segera meluapkan segala isi hatinya, berharap orang yang di Seberang mampu mengerti.

"Ana gue sayang sama lo, jangan sama Sean dong na. Sama gue aja"

"Bocah gila, lo mabuk? Lo jadi ke club hah?! Lo dimana monyet, gue susul kesana."

"Anjing kok lo yang angkat, lo sama Ana? Jangan deketin cewek gue bangsat! Bawa cewek gue ke apartemen sekarang! Gue rindu.."

"Lah si monyet ngomong apaan lo! Dimana sih njir, lo di apartemen? Gue kesana sama Juan, berhenti minum!"

"Iya kesini bawa Ana gue Dim, gue rindu sama dia."

"Hah omongan orang teler ngeselin. Gue matiin."

Then I See You Again (Tamat)Where stories live. Discover now