08. Mengenang Perjalanan Kita

Start from the beginning
                                    

"Ya, pulang bareng."

"Hari ini?" lagi-lagi Amora bertanya.

Allendra mengangguk yakin dan menjawab, "Sekarang, Ra."

Amora memutar pandangannya ke segala arah seraya berpikir keras. Mau dan tidak. Dua kata itu berputar terus menerus di pikiran Amora membuatnya semakin bimbang saja.

Menyadari raut wajah Amora yang nampak gelisah. Allendra dengan semangat penuh meyakinkan gadis itu dengan berujar, "Tenang aja, Ra. Gue jamin selama di perjalanan lo nyaman dan selamat sampai tujuan."

Hening, masih tak ada jawaban dari Amora yang membuat Allendra mencoba untuk kembali meyakinkan perempuan itu agar mau pulang bersamanya.

"Ada lagi. Kalau lo sekali ini pulang bareng gue, maka lo akan ketagihan untuk pulang bareng gue lagi di hari-hari lain," kata Allendra lagi dengan tampang yang penuh akan rasa percaya diri.

Amora mengerutkan dahinya tak percaya. "Kok bisa?"

Allendra membungkukkan sedikit badannya hingga sejajar dengan perempuan yang kian memundurkan langkah didepannya. Ia juga mendekatkan wajah mereka dan menatap intens mata terang Amora yang menyorot kegugupan.

Allendra menjawab dengan suara pelan dan lirih, seolah ucapan yang keluar dari mulutnya hanya boleh didengar ia dan Amora saja. "Karena duduk di motor gue itu suatu hal yang sakral, Ra. Jika lo gue beri kebebasan untuk menikmati, maka lo beruntung. Ada satu lagi. Lo percaya sama mimpi yang kemungkinan jadi nyata?"

Amora berdeham gugup ketika ia diberi pertanyaan Allendra. "Ehm ... Percaya. Kalau kita punya ambisi untuk dapetin, pasti akan jadi nyata."

"Nah, gue bermimpi kalau kita bisa pulang bareng hari ini. Jadi, lo nggak mau membuat mimpi gue jadi nyata?"

Deg

Jantung Amora memacu cepat mendengar jawaban yang tak terduga Allendra. Apalagi melihat senyuman miring lelaki itu yang membuatnya semakin gugup tak beraturan. Suasana sepi kembali menyelimuti diantara mereka. Allendra tetap berada di posisinya menunggu jawaban dari Amora yang semoga sesuai dengan harapannya.

Sedang Amora masih dilanda kebingungan untuk memutuskan perkara yang menurutnya susah. Lama akhirnya hingga perempuan itu menipiskan bibirnya. Dengan keputusan yang masih tak yakin, ia berujar, "Oke, aku mau."

Raut wajah Allendra seketika berseri-seri mendengar jawaban Amora. Ia mengucap syukur berkali-kali dalam hati. "Kalau gitu lo tunggu di sini sebentar, biar gue ambil motor dulu. Bentar banget kok, nggak sampai satu tahun," katanya diselingi kekehan pada akhir kalimat.

Amora tanpa banyak bicara hanya mengangguk saja. Dilihatnya Allendra yang berlari kecil berbelok ke kanan di mana parkiran motornya berada. Tak sampai tiga menit, Lelaki yang ia tunggu sudah datang dengan motor besarnya. Namun, Amora mengerutkan alisnya bingung kala Allendra tiba-tiba menyodorkan helm yang semula lelaki itu pakai.

"Maaf, gue cuma bawa satu helm. Ini Lo pakai aja," kata Allendra.

Amora menggeleng pelan menolaknya. "Jangan, kamu kan yang nyetir motornya, aku nggak usah pakai helm aja."

"Biar lo nggak kenapa-kenapa, Ra. Bahaya."

"Kamu aja yang pakai, Allen. Seriusan aku nggak papa. Lagian aku juga nggak terlalu suka pakai helm kok," kata Amora lagi berusaha membujuk Allendra, meskipun harus berbohong sedikit mengenai ia yang tak suka pakai helm.

"Ya udah, kalau gitu gue aja yang pakai. Karena ternyata ada juga orang yang nggak suka pakai helm. Lo manusia dari planet mana, Ra? Apa dari pluto?" tanya Allendra dengan memasangkan helm-nya kembali dan memasang wajah jenaka menggoda Amora.

Antara KitaWhere stories live. Discover now