03. Denganmu Aku Lupa Waktu

148 36 6
                                    

Haloo eci kembali. Ada yang rindu?
Eitss, sebelum membaca bab ini jangan lupa vote dulu dan ramaikan komentar di setiap paragraf. Pokoknya yang banyak-banyakk.

Di tempat kalian udah sering hujan nggak? Di sini hujan terus. Tapi aku suka kalau hujan, bawaannya tenang.

Ada yang sama suka hujan?? Ayo absen suka atau enggak?

Happy reading

***

"Amora," panggil Allendra dengan suara pelan.

Amora mendekatkan kepalanya saat merasa suara Allendra terdengar begitu jauh dari jangkauannnya. "Apa?"

"Tawaran buat manggil sayang dengan syarat senyuman satu menit semalam, gimana? Lo mau?"

"Emm it-"

Baru saja Amora mengeluarkan sedikit suara, tetapi bunyi handphone-nya yang berdering membuat perkataan Amora yang ditunggu-tunggu Allendra terpaksa harus berhenti. Disisi lain, Amora sudah terhubung komunikasi lewat telepon dengan seseorang. Yang dapat Allendra lihat nama dari kontak itu adalah Rani. Itu saja, selebihnya ia tidak tau mengenai pembicaraan apa yang mereka bahas.

Saat telepon itu berhenti Amora nampak tergesa-gesa mengemasi buku-buku dan segera membawa pada genggamannya. "Allen, aku pergi dulu, ya? Kirain tadi jamkosnya masih satu jam, tapi ternyata aku salah lihat jadwal, sekarang udah ada guru di kelas," kata perempuan itu menjelaskan secara rinci apa yang ia alami sekarang. Ia dengan cepat hendak meninggalkan perpustakaan.

"Lo kelas ber-apa," ujar Allendra dengan suara yang mengecil pada tiga huruf terakhir saat menyadari jika ujarannya sia-sia karena Amora telah hilang dari penglihatannya.

Allendra akhirnya memilih untuk menyetel musik klasik dengan suara pelan, kemudian menelungkupkan kepalanya dan memulai aktifitasnya untuk menyelami alam mimpi dan bertemu orang tuanya di sana. Sejenak sebelum sepenuhnya tertidur Allendra berujar lirih, "Ma, Pa, let's meet."

***

Di sisi lain Amora dengan kecepatan tinggi berlari di sepanjang koridor, ia tidak memikirkan bahwa bunyi dari sepatunya bergesekan dengan lantai yang melaju dengan cepat akan menimbulkan suara keras. Tentu saja hal itu membuat beberapa siswa yang didalam kelas bahkan guru sempat menolehkan kepalanya karena suara itu. Manalagi suasana sekarang sedang sepi karena jam pembelajaran.

Napas Amora tersendat-sendat setelah berdiri di pintu kelasnya. Bulir-bulir keringat juga sudah bercucuran membasahi kening hingga lehernya. Bisa dipikirkan, jika jarak antara perpustakaan dengan kelasnya begitu jauh dan harus melewati lapangan yang begitu luasnya, lalu juga kelas-kelas dengan jumlah banyak. Memang ini salahnya karena tidak teliti, dan Amora memang harus menanggung konsekuensinya.

Amora dengan takut-takut memasuki kelasnya. "Permisi," katanya seraya mendekat ke arah Bu Selasa yang berdiri di depan papan tulis. Amora sontak menelan ludahnya kasar menatap ekspresi guru itu yang begitu garang. Sebelum itu jangan salah paham dengan nama Bu Selasa, karena memang namanya seperti itu. Konon katanya guru perempuan itu lahir di hari Selasa, makanya diberi nama sesuai hari lahirnya.

"Bu, maaf saya terlambat."

Alis tebal Bu Selasa naik ke atas dan memasang muka judes. "Telat sepuluh menit. Darimana kamu Amora?" tanya guru itu dengan suara yang terdengar marah.

"Saya dari perpustakaan, Bu," jawab Amora. Suaranya memelan karena ia begitu gugup dan takut. Juga tangannya yang ikut berkeringat.

"Kamu tau, kan kalau di jam saya tidak boleh ada yang terlambat?

Antara KitaWhere stories live. Discover now