08. Mengenang Perjalanan Kita

19 3 0
                                    

holaa aku kembali. gimana kabarnya? aku harap yang lagi baca sehat-sehat, ya. sebelum baca seperti biasa vote dulu sama siap-siap buat spam komentar yaww. oke let's goo!!

happy reading luvv💌💐

***

Dengan suasana hati yang tak begitu baik, Allendra menyusuri setiap lorong sekolah. Derap langkah kakinya terdengar samar-samar di setiap penjuru kelas yang ia lewati. Sekolah nampak sepi  dan juga tenang kala sore itu. Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba handphone miliknya berbunyi di saku celana. Mau tak mau Allen pun berhenti dan menjawab telepon dari ... Lina!

Lupa dengan Lina? Dia adalah gebetan Allen. Tapi untuk sekarang mungkin tidak, karena mereka tidak pernah berhubungan lagi. Namun, tiba-tiba perempuan itu meneleponnya entah tujuannya apa.

"Halo?"

"Sorry, gue nggak bisa."

"Tetap nggak bisa, Lin. Gue ada acara penting."

"Maaf ...."

"Kita nggak ada hubungan apa-apa, kan?"

"Kalau gitu kita sampai di sini aja, nggak usah melangkah semakin jauh."

"Gue emang brengsek, jadi jangan menaruh hati sama lelaki seperti gue."

Allendra menutup telepon secara sepihak. Mood yang semula sudah tak bagus kini semakin hancur saja karena percakapannya dengan Lina. Ia jadi ingat dengan ... Brengsek. Lina mengatainya dengan kalimat busuk itu tadi. Allen menghembuskan napasnya pelan dengan bahu yang semakin menurun. Apa yang dikatakan Lina memang tidak salah sebenarnya, hanya saja sedikit menyakiti hatinya.

Lelaki tegap itu menggelengkan kepalanya mengusir pikiran tentang sambungan teleponnya dengan Lina tadi. Akhirnya ia kembali berjalan menuju parkiran yang jaraknya sudah dekat dengan posisi Allen sekarang.

"Amora?" gumam Allendra melihat punggung gadis dengan tas coklat yang berjalan membelakanginya. Lelaki itu memicingkan matanya memastikan objek yang semakin menjauh itu memang benar gadis yang beberapa hari belakangan sering muncul dalam pikiran.

Entah mengapa tiba-tiba tubuhnya terasa tertarik untuk menghampiri Amora. Dan tanpa berpikir panjang Allen berjalan mendekat. Saat sudah tepat di belakangnya, Allen menepuk pelan bahu Amora sembari berkata, "Hai."

Amora seketika berhenti dan memutar tubuhnya. "Eh? Hai juga," balasnya dengan tersenyum kikuk.

"Gimana keadaannya? Udah mendingan?" tanya Allen membuka topik pembicaraan.

"Udah baik-baik aja kok. Makasih buat bubur sama obatnya tadi, ya," jawab Amora dengan memberi secarik senyuman.

Allendra menghela napasnya lega. Entah kenapa ia merasa begitu tenang jika Amora baik-baik saja. Dan juga kabar baik itu ternyata mempengaruhi perasaannya yang buruk tadi menjadi lebih baik. Seperti ada sebuah cahaya yang dihidupkan pada diri Allendra yang tadi dipenuhi kesuraman.

Menyadari Amora yang menunggunya berbicara, akhirnya Allen menjawab seperti ini, "Gak mau, harus bayar dulu." Lelaki itu menyengir jenaka.

Amora menggaruk belakang kepalanya terlihat bingung. "Enngg ... Mau dibayar berapa?"

Allendra terkekeh geli seraya menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bayarnya itu enggak pakai uang," katanya yang justru semakin membuat Amora tambah bingung.

"Bayarnya pakai elo pulang bareng gue, gimana?" tanya Allen dengan kepala yang sedikit miring dan alis terangkat menunggu jawaban gadis didepannya.

"Pulang bareng?" tanya Amora terlihat ragu.

Antara KitaWhere stories live. Discover now