37

8.4K 1.1K 64
                                    


Pembicaraan beberapa hari yang lalu...

"Halo..."

"Apa kabar Amanda?"

Tubuh Amanda langsung membeku mendengar suara seseorang yang ditakutinya.

"Tuan Subagja..." cicitnya lemah memastikan. Meskipun dia tahu dirinya tidak mungkin salah.

"Ya. Ini saya."

Untuk sejenak Amanda rasanya lupa untuk bernafas.

"Saya tahu Reynaldi dan cucu-cucu saya berada di tempatmu."

Amanda membeku tidak dapat mengelak lagi.

"Santai saja, kali ini saya akan memaafkanmu karena melanggar perjanjian kita." Suara Tuan Subagja terdengar dingin sarat akan ancaman.  "Tapi selanjutnya pergilah. Menghilangkan dari mereka. Jangan sampai mereka mendapatkanmu lagi."

"Saya tidak mau. Mereka adalah nafas saya. Tanpa mereka saya sulit bertahan hidup." Amanda memberanikan diri untuk melawan perintah ayah dari kekasihnya tersebut.

Terdengar tawa pelan dari seberang sana.

"Jangan menantang saya, Amanda. Kamu tahu kan bagaimana watak saya?"

Amanda meneguk ludahnya kasar ketakutan. Jelas saja dia paling tahu bagaimana kerasnya perangai pria tua tersebut.

"Cukup tepati janjimu saja janjimu untuk tidak berhubungan dengan Reynaldi. Karena sampai kapanpun saya tidak akan pernah menyetujui kamu berhubungan dengan putra saya."

"Kenapa...kenapa anda ngotot sekali memisahkan kami?"

"Tanyakan saja pertanyaan itu kepada keluargamu."

"Kenapa dengan keluarga saya, Tuan? Tolong kasih tahu saya alasan yang jelas," cecarnya ingin tahu. Meskipun sedetik kemudian ia menyesali keingintahuannya tersebut.

"Ayah dan Ibumu menjadi penyebab kematian saudara perempuan saya dulu." Tuan Subagja mengatakan alasannya dengan lugas.

"Tidak mungkin. Mereka sudah lama meninggal. Perkataan Anda sulit untuk saya percayai. Tidak ada bukti bahwa mereka pelakunya." Amanda bersikeras membela orang tuanya. Dia tidak percaya ayah dan ibunya sekejam yang dituduhkan Tuan Subagja.

"Tapi itu kenyataannya. Adik saya meninggal karena pengkhianatan ibumu. Ia merebut ayahmu dari tangan adik saya. Secara sadar mereka melukai perasaannya hingga menyebabkan adik saya memutuskan mengakhiri hidupnya. Padahal hanya dia satu-satunya saudara yang saya miliki. Hal itu membuat saya sulit untuk menerima kamu. Berat sekali rasanya menerima keturunan pembunuh adik saya menjadi pendamping putra saya, Reynaldi. "

"Tapi saya tidak tahu apa-apa, Tuan. Saya sama sekali tidak terlibat dengan masalah tersebut di masa lalu."

"Itu benar. Dirimu mungkin tidak terlibat secara langsung. Tapi masalahnya di darahmu mengalir darah pembunuh itu. Menerimamu sama saja seperti mengkhianati perasaan adik saya."

"Pak Reynaldi mengetahui hal ini?"

"Tidak. Hanya kamu yang mengetahuinya."

"Apakah Tuan tidak bisa memaafkan saya? Saya bersumpah, saya mencintai putra Anda dengan tulus."

"Saya tahu itu. Namun menatapmu bagaikan siksaan buat saya. Bayangan kematian adik saya selalu teringat kerap kali melihat wajahmu. Sulit sekali rasanya menerimamu menjadi bagian keluarga saya. Tangisan adik saya terus terbayang-bayang di kepala saya. Membuat saya merasa gagal sebagai seorang kakak, karena tidak dapat melindunginya."

Pemain FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang