20

35.2K 3.5K 504
                                    

"Kalau begitu, cintai aku," ucapku lirih penuh pengharapan.

Sialnya bertepatan dengan aku mengatakan itu, suara petir di luar menggelegar begitu keras. Sehingga mengagetkan Pak Reynaldi dan membuatnya spontan melepaskanku.

"Aduh, kaget saya Man." Pak Reynaldi mengusap-usap dadanya dengan dramatis. "Kenceng banget ya suara petirnya," sambungnya sembari bergidik ngeri. "Teringatnya tadi kamu ngomong apa sama saya ya, Man? Soalnya gak jelas gitu."

Mendadak ingin rasanya aku menjedotkan kepala Pak Reynaldi ke tembok. Bagaimana bisa ia tidak mendengarkan perkataan yang telah kuu  capkan sepenuh hati barusan. Padahal untuk mengatakan itu saja aku telah bersusah payah mengumpulkan keberanian.

Melihat tak ada reaksiku, Pak Reynaldi kembali mengulangi pertanyaannya. "Man, tadi kamu ngomong apa sama saya?" Ulangnya lagi dengan senyum lebar.

Saat ini rasanya aku ingin menangis saja. Bisa-bisanya pernyataan cintaku yang begitu suci dirusak oleh suara petir menggelegar. Padahal ini adalah kesempatan terakhirku. Tapi sepertinya alam pun seolah tidak merestui aku bersama Pak Reynaldi. Dan untuk mengulanginya lagi aku sudah tidak berniat lagi. Karena sepertinya sia-sia saja.

Mendesah lelah, aku menatap Pak Reynaldi kecut. "Aku ngantuk, Pak." ucapku tak semangat.

"Secepat itu?" Pak Reynaldi mengerutkan keningnya. Mungkin ia merasakan perubahanku yang terlalu mendadak.

Dengan lesu kuanggukkan kepalaku. "Ini sudah terlalu larut untukku Pak. Padahal besok harus bangun pagi untuk menyiapkan semuanya." Kuberikan alasan yang masuk akal kepadanya.

Pak Reynaldi terdiam.Terlihat jelas di wajahnya ia keberatan mengakhiri kebersamaan kami ini.
"Sebentar lagi ya," ia buka suara membujukku.

Aku menggeleng pelan menolaknya.

"Atau kita duduk di sofa sambil cerita-cerita." Pak Reynaldi mengatakan idenya dengan semangat. "Di situ kamu bisa tiduran di pangkuan saya Man, gimana?" tambahnya lagi seolah apa yang dikatakannya itu adalah sesuatu yang sangat briliant.

Tentu saja aku belum gila menerima ajakan berdosanya itu. Aku masih sakit hati akibat pernyataan cintaku yang tidak kesampaian. Jadi mana mungkin aku bisa bercanda bersama dalam pangkuannya dengan tenang. Padahal kutahu besok-besok dia sudah jadi milik wanita lain. Itu sama saja bunuh diri Jendral!!

"Aku tidur di kamar saja, Pak. Udah ngantuk banget nih," sengaja aku menguap di depannya untuk menyempurnakan aktingku.

"Besok saya sudah pergi Man, tidak bisakah kamu menemani saya malam ini saja." Pak Reynaldi masih tidak hilang akal untuk menahanku.

Entah aku yang salah melihat, atau hanya tebakanku yang salah, tapi aku menangkap jelas ada permohonan di mata Pak Reynaldi.

"Tidak Pak. Lebih enak tidur di kasur aja," jawabku tidak goyah.

Tersirat jelas kekecewaan di wajah tampan Pak Reynaldi, namun aku mencoba untuk tidak peduli.

"Ya sudah, kamu pergilah istirahat." Akhirnya dengan berat hati Pak Reynaldi membiarkanku pergi.

Tak menyia-nyiakan kesempatan aku segera bergegas keluar dari ruangan meninggalkannya seorang diri menuju kamarku. Takutnya kalau semakin lama, itu si duda tampan dapat berubah pikiran.

***

Keesokannya kami dibuat panik saat menemukan badan Aaron panas sekali. Ketika kami ukur suhu tubuhnya menyentuh empat puluh derajat celcius.

"Gimana ini, Man?" tanya Pak Reynaldi cemas.

"Kita bawa ke rumah sakit saja Pak," sahutku tak kalah cemas. Aku khawatir Aaron mengalami gejala serius. Padahal seingatku tadi malam ia masih baik-baik saja.

Pemain FiguranTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon