6

22.8K 2.6K 93
                                    


Setelah Pak Reynaldi secara tak langsung mempertegas posisiku di keluarganya, perlahan aku mulai mencoba mengikis perasaan cintaku kepadanya.

Karena itu, hal pertama yang kulakukan adalah mengurangi intensitas kedekatanku bersama Pak Reynaldi. Aku memutuskan untuk tidak terlalu tergantung lagi kepada pria itu. Sebisa mungkin aku mencoba menghindarinya selama di rumah, kecuali ketika di depan anak-anak. Biar bagaimanapun aku tidak ingin terlalu kentara sehingga menimbulkan kecurigaan mereks.

Di awal-awal aku kesulitan untuk melakukannya. Selama ini kehidupanku hanya berputar antara mengurus kebutuhan si kembar dan bapaknya. Jadi ketika aku memutuskan untuk menghindari mereka, aku jadi kebingungan sendiri mau melakukan apa. Teman tidak punya, orang tua tidak ada, pacar apalagi?

Setelah disadari, kok bisa ya ngenes amat hidupku?

Akhirnya karena bingung mau melakukan apa, aku memilih untuk menghabiskan waktu dengan menonton film di kamar. Atas rekomendasi orang-orang di media sosial, aku mulai mencoba menonton serial korea untuk pertama kalinya. Awalnya hanya iseng untuk membunuh sepi, namun siapa sangka aku malah jadi ketagihan hingga marathon nontonnya.

"Man, nanti buatkan saya kopi ya," usai makan malam Pak Reynaldi menyuruhku untuk membuat minuman favoritnya itu. Padahal aku sudah siap-siap mau masuk kamar untuk kembali lanjut menonton. Tapi demi Pak Reynaldi terpaksa aku harus menundanya dulu.

"Iya, Pak." Jawabku kalem

"Antarkan ke ruang kerja saya."

"Iya, Pak."

"Jangan manis kopinya,"

Aku menganggukkan kepalaku patuh. Tapi sepertinya Pak Reynaldi gak puas mengangguku sampai di situ.

"Satu lagi," Pak Reynaldi menahan langkahku yang hendak beranjak ke dapur, "airnya harus mendidih."

Apaan sih Pak Reynaldi ini, gak usah dibilangin pun aku sudah hapal luar kepala terhadap kesukaannya. Tapi alih-alih mengomelinya, aku memilih untuk menurut supaya cepat selesai. "Iya, Pak. Apa lagi Pak yang dibutuhkan, biar sekalian kubuatkan?" tanyaku selembut mungkin bak putri-putri keraton. Padahal dalam hati udah gondok setengah mati akibat permintaannya yang mengganggu waktuku yang ingin segera menatap Opa Hyun bin.

"Hahaha...gitu aja ngambek kamu, Manda." Pak Reynaldi tak dapat menahan tawanya melihat ekspresiku. Padahal sejujurnya entah dimana letak lucunya menurutku. Aku ini kesal loh Pak! KESAL!!!

"Tidak ada lagi," Ia tersenyum jahil kepadaku, "...tapi gak pakai lama buatnya. Saya tunggu kamu di ruang kerja saya."

Aku menatapnya cemberut lalu segera bergegas ke dapur bersih untuk membuat kopi pesanannya. Malas sudah aku meladeni si duda tampan yang tidak peka-peka terhadap persaanku ini. Bukannya makin cinta terhadapku, yang ada ia malah membuatku makan hati.

Saat sedang memasak air, Aaron datang mendekatiku. "Aaron mau ngapain?" tanyaku heran melihat pemuda itu seperti mencari sesuatu.

"Mau cari gelas untuk buat coklat hangat," ujarnya santai tanpa mau memandang ke wajahku. "Tante, buatkan juga ya untuk Aaron," ia menyerahkan gelasnya ke depanku agar kuisi dengan bubuk coklat yang letaknya bersebelahan dengan wadah kopi.

Aku tersenyum mengiyakan. Kemudian Aaron menggeser kursi agar dapat duduk di depanku.

"Tante, kenapa menghindar akhir-akhir ini?"

Pertanyaan Aaron membuatku menghentikan kegiatan tanganku yang sedang mengaduk kopi milik Pak Reynaldi. Aku jadi bertanya dalam hati, apa sekentara itu ya aksiku menghindari mereka?

"Menghindar apa? Perasaan kamu saja mungkin?" ucapku terdengar santai agar tidak membuat Aaron semakin curiga.

Aaron mengangkat bahunya pelan, lalu menatapku dengan dalam. Kalau seperti ini ia persis seperti papanya. Sama-sama membuat lawan bicaranya tak berkutik. Untung saja aku yang mengasuhnya sedari bayi, sehingga aku tidak terintimidasi dengan tatapan ini remaja. "Tante sudah jarang nemanin kami. Lebih asyik di kamar daripada bersama kami," lanjutnya lagi.

Pemain FiguranWhere stories live. Discover now