17

28.7K 3.3K 566
                                    

Kecupan manis Pak Reynaldi tempo hari dengan cepat terlupakan begitu saja. Karena jarak di antara aku dan Pak Reynaldi semakin jauh terbentang luas. Rencana pernikahan mereka yang tinggal menghitung minggu membuat kesibukan keduanya semakin meningkat untuk mempersiapkannya. Intensitas pertemuan kami di rumah pun semakin sedikit. Arini nyaris menyita seluruh waktu Pak Reynaldi.

Marah? Aku merasa tidak pantas melakukan itu.
Kecewa? Itu juga tidak pantas kulakukan. Yang ada hanya perasaan cemburu sebagai wanita. Tapi sampai saat ini aku dapat menyembunyikannya dengan baik.

Malam ini aku merasa tidak bisa tidur. Padahal jarum jam sudah menunjukkan di angka satu, tapi entah kenapa mata ini seolah enggan untuk terpejam. Patah hati membuat insomniaku kambuh.

Bosan berbaring aku memutuskan untuk mencari angin di taman belakang. Siapa tahu saja nanti di luar sana aku dapat bertemu dengan vampire setampan Edward cullen. Apalagi malam ini bulan bersinar penuh, jadi ada kemungkinan itu bisa terjadi. Kalau betul khayalanku itu terwujud, dengan hati ikhlas kutinggalkan segera Pak Reynaldi. Kalah jauh lah si duda itu sama si tampan Edward.

Kang Edward tunggu adik Amanda!!!

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"

Langkahku langsung terhenti saat mendengar suara berat Pak Reynaldi menegurku.

Aduh ngapain juga Pak Reynaldi ada di sini? Membuat kang Edward jadi sulit muncul kan jadinya. Padahal momen nya sudah pas banget. Ck, mengganggu aja ini duda!

"Man, kenapa kamu diam saja?" Pak Reynaldi menatapku dengan penuh tuntutan. "Jawab saya, kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"

"Gak papa, Pak. Cuma teringat adegan lucu saja," kilahku cepat. Gak mungkin juga kuberitahukan isi pikiranku kepadanya, bisa dianggap gila aku nantinya. "Bapak kenapa ada di sini?" tanyaku mengalihkan perhatiannya.

"Saya gak bisa tidur."

"Oh..." aku menganggukkan kepalaku tanda mengerti.

"Lalu, kamu kenapa bisa belum tidur juga?" Pak Reynaldi gantian menanyaiku.

"Sama seperti Bapak, belum ngantuk juga," jawabku sambil nyengir. Soalnya mau jawaban apalagi yang bisa kuberikan. Mau kabur nanti dipikir gak sopan. Serba salah memang yang jadi babu ini.

"Man,"

Aku menoleh ketika Pak Reynaldi memanggilku. "Iya, Pak?"

"Saya mau nikah," Ia berkata sambil menatapku dalam.

Ya elah, ini orang. Gak usah dibilang pun aku udah tahu. Sengaja ini apa buat orang iri. Kali aja kan?

"...tapi kenapa kamu terlihat menjauhi saya?"

Jantungku mendadak berhenti mendengar pertanyaan Pak Reynaldi. Lho, kenapa "Itu perasaan Bapak saja," jawabku sambil memasang tawa lucu.

"Perasaan saya gak bohong, Manda," sahut Pak Reynaldi serius. "Sejak saya melamar Arini secara resmi, kamu seolah menghindari saya terus."

"Buktinya aku gak kemana-mana, Pak," kilahku cepat. "Mungkin Bapak saja yang menjadi sensitif akhir-akhir ini. Biasa gitu Pak kalau mau nikah," aku berkata dengan nada candaan sambil mengibaskan tanganku.

Pak Reynaldi terlihat menghela nafasnya. "Saya takut kamu menjauhi saya. Siapa tahu saja kamu merasa Arini tidak cocok sama saya? Soalnya selama ini kan kamu yang paling memahami saya."

"Enggak ada lah pikiran gitu Pak," sanggahku cepat. Bisa gawat kalau perasaanku kepadanya dapat terbaca. Cukup aku mengalami patah hati diam-diam, tapi jangan sampai ketahuan aku memendam cinta kepadanya.

Pemain FiguranМесто, где живут истории. Откройте их для себя