13

22.2K 2.3K 191
                                    


Malam ini entah ada angin apa, tiba-tiba Pak Reynaldi mengajak kami bertiga untuk makan malam di luar.

Tentu saja aku langsung antusias menerima ajakannya. Setelah sekian lama, baru kali ini kami dapat berkumpul bareng tanpa kehadiran Arini. Jarang-jarang aku bisa mendapatkan kesempatan ini lagi.

Dengan semangat aku sengaja mendandani diriku agar terlihat cantik di makan malam kali ini. Aku tidak ingin penampilanku terlihat memalukan di samping Pak Reynaldi dan si kembar. Syukur-syukur aku bisa mengalihkan perhatian Pak Reynaldi kepadaku. Yeah, meskipun kutahu itu hanyalah harapan kosong semata.

Sesuai standart Pak Reynaldi, restoran yang dipilihnya malam ini adalah sebuah restoran mewah yang mengusung tema fine dinning. Yang ada lilin-lilinnya di tengah meja sehingga menambahkan kesan romantis. Padahal kalau boleh jujur, aku lebih suka dibawa makan ke rumah makan padang. Semalaman aku pasti dapat tidur nyenyak karena kekenyangan. Di sana juga ada kok lilin di letakkan, tapi bedanya bukan untuk romantis, melainkan untuk mengusir lalat. Tapi sayangnya selera Pak Reynaldi tidak suka yang seperti itu. Jadi bisa apa aku selain mengikuti kemauannya.

Sambil menunggu makanan kami datang, Pak Reynaldi menawarkanku untuk minum red wine.
Dengan sopan aku segera menolaknya. Bukan sok suci, tapi aku tak ingin asam lambungku naik karena meneguk minuman beralkohol itu. Bisa barabe kalau aku muntah di tempat seperti ini.

Senyumku terus mengembang melihat kebersamaan kami berempat. Beberapa pasang mata pengunjung lain sesekali meliik ke arah kami. Mungkin sebagian mengira bahwa kami adalah satu keluarga. Sudah lama rasanya aku tidak sebahagia ini semenjak Arini datang ke kehidupan kami. Ah, sudahlah aku tidak ingin mengingat wanita itu di momen bahagia ini.

Tapi sepertinya kebahagiaan tidak berpihak kepadaku malam ini. Di sela-sela tawaku, mataku menatap sosok Arini yang berjalan dengan anggun menghampiri meja kami. Seketika kebahagiaanku langsung menguap sirna.

"Sayang," Pak Reynaldi langsung berdiri menyambut kekasih hatinya itu. Sama sepertiku, aku merasa Pak Reynaldi juga tidak menyangka akan kehadiran Arini di tempat ini.

Arini membalas sambutan Pak Reynaldi dengan kecupan mesra di pipinya, membuat Pak Reynaldi menatap kami salah tingkah. Kontan saja kelakuannya itu mendapat tatapan menggoda dari Sheyna. Sedangkan aku lebih terlihat memaksakan tersenyum. Hanya Aaron saja yang terlihat biasa saja.

"Kenapa kamu bisa di sini sayang?" Pak Reynaldi bertanya mewakili pertanyaanku.

Arini tersenyum manis tanpa melepaskan tangannya dari lengan Pak Reynaldi. Menurut penilaianku ia seolah menunjukkan kepemilikannya kepada Pak Reynaldi. "Tadi ada urusan di sini sama teman, terus gak sengaja lihat Mas sama anak-anak, makanya kusamperin," kata Arini menjelaskan.

Pak Reynaldi terlihat mengangguk mengerti.

"Jadi, ada acara apa malam ini, Mas?" Arini menatap Pak Reynaldi manja meminta penjelasan.

"Gak ada acara apapun. Cuma makan malam biasa aja," terang Pak Reynaldi.

"Jadi, boleh dong aku ikut gabung, Mas,"

"Oh, tentu saja," Pak Reynaldi menampilkan senyum lebarnya. "Kami malah senang ada kamu biar makin rame. Ya kan, Shey?" tambah pria itu meminta dukungan dari putrinya,

"Iya, Mbak." Sheyna menjawab tak kalah antusiasnya dari papanya.

Nah, yang jadi masalahnya sekarang adalah kursi tersedia hanya untuk empat orang dalam satu meja ini. Lalu mau duduk dimana si Arini?

Ternyata bukan hanya aku saja yang menyadari masalah tempat duduk itu, Pak Reynaldi juga terlihat menyadarinya. Karena itu ia memanggil pelayan untuk menambahkan satu kursi lagi untuk Arini. Namun sayangnya permintaannya tersebut ditolak oleh sang pelayan. Dengan alasan piham restoran melarang hal tersebut. Dikarenakan untuk menjaga estetika keindahan restoran dan membuat tamu lainnya merasa tidak terganggu

Pemain FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang