11

20.9K 2.2K 136
                                    

Setelah Arini resmi menjadi kekasih Pak Reynaldi, intensitas kehadirannya di rumah ini pun semakin meningkat.

Nyaris setiap hari wanita berambut coklat gelap itu hadir di rumah menemani Pak Reynaldi dan anak-anak. Aku sampai menduga, mungkin kalau bukan karena segan kepadaku, Arini pasti sudah menetap tinggal di rumah. Toh tidak ada yang melarang.

Kini, bahkan Arini telah berhasil mengambil para pekerja di rumah. Arini yang baik hati dan murah senyum mampu memikat seluruh penghuni rumah, kecuali diriku.

Kalau menuruti emosi, ingin rasanya aku meninggalkan rumah ini. Toh sepertinya anak-anak sudah tidak membutuhkan kehadiranku lagi. Baik Sheyna atau pun Aaron sekarang sudah lebih mandiri. Apalagi Sheyna, kehadiran Arini dalam kehidupannya membuatnya semakin jauh dariku. Jadi untuk apalagi aku bertahan. Lama-lama di rumah ini pun bikin aku darah tinggi terus karena cemburu melihat kemesraan Arini dengan Pak Reynaldi. Takutnya jadi khilaf nanti aku menghabisi keduanya. Lalu akhirnya beritaku pun muncul di kolom berita dengan judul cemburu membawa petaka.

Ish...amit-amit deh, jangan sampai itu terjadi.

Bosan dengan drama ibu peri yang sedang diperankan Arini di rumah, aku memutuskan untuk keluar jalan-jalan. Siapa tahu di luar nanti aku ketemu pria tampan. Syukur-syukur kalau misalnya dapat yang lebih tampan dari Pak Reynaldi. Kan lumayan banget!

"Mau kemana, Man?"

Mati aku! Kenapa harus ketemu sama Pak Reynaldi sih. Padahal aku sudah berusaha diam-diam mau pergi dari rumah. Soalnya ada aturan tak tertulis Pak Reynaldi yang melarang aku pergi kalau ia dan anak-anak sedang ada di rumah. Tugasku full hanya untuk melayani mereka.

"Mau keluar sebentar, Pak. Ada sedikit urusan," aku mencoba mengarang alasan yang tepat.

Pak Reynaldi menatapku dengan tajam. "Urusan apa?" tanyanya curiga.

Aku dengan cepat berpikir untuk memberikan jawaban yang tepat. Jangan sampai niatku mau jalan-jalan harus tertunda karena kecurigaan Pak Reynaldi.

"Mau ketemu teman, Pak. Dari kemarin sudah janji mau bertemu di luar." Ya, itu sepertinya alasan yang tepat.

"Teman mana? Setahu saya kamu tidak pernah punya teman," ketusnya.

Mak jleb banget perkataan ini duda menyindirku. Jangan mentang- mentang dia punya kekasih baru, maka dia bisa merendahkan lingkup pergaulanku yang nyaris tidak ada.

Tapi bukan Amanda namanya kalau cepat mengalah. Memendam cinta saja bisa belasan sampai tahun, apalagi untuk berkelit, itu pekerjaan gampang guys.

"Ini mau ketemu teman SMA, Pak. Biasalah reuni kecil-kecilan," tawaku garing. "Kebetulan ada yang dari luar kota, jadi sekalian ketemu untuk silaturahmi." Aku bicara dengan tenang tanpa terlihat seperti berbohong. Baru tahu aku kalau aku punya keahlian seperti ini. Besok-besok mungkin kalau aku sudah tidak bekerja di rumah ini, mungkin ada baiknya aku beralih menjadi penulis skenario sinetron. Ternyata imajinasiku cukup tinggi juga.

"Dengan pakaian seperti ini?" Pak Reynaldi menatap penampilanku dari atas sampai bawah dengan raut menilai.

Sedikit informasi, saat ini aku mengenakan midi dress tanpa lengan yang berwarna biru tua. Tapi masih dalam tahap sopan kok. Panjangnya masih berada di bawah lututku. Jadi tidak ada yang salah dengan pakaianku.

"Kenapa rupanya dengan pakaianku, Pak?" tanyaku bingung sambil melihat apa yang salah sama bajuku. Cantik kok, pikirku. Bahkan kulit putihku semakin menonjol karena kontras dengan bajuku yang terlihat gelap.

"Ganti sana. Kalau tidak kamu tidak saya izinkan keluar dari rumah!"

Loh, loh, ada apa ini. Kenapa Pak Reynaldi tiba-tiba marah? Kesambet apa ini duda.

Pemain FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang