30

30.2K 3.1K 179
                                    

"Man, mau kan jadi kekasih saya?

Sebenarnya gak usah pakai pikir-pikir lagi, tentu saja aku langsung menjawab iya tanpa ragu. Hanya saja hatiku masih sedikit dendam mengingat kelakuannya dulu. Kalau langsung kuiyakan sekarang kesannya kok gampang Pak Reynaldi mendapatkanku. Masa sehari aja perjuangannya aku langsung luluh. Bagaimana dengan diriku yang belasan tahun mendam perasaan, kan gak adil banget itu namanya.

Tidak peduli mau dikatakan jahat. Sesekali sepertinya gak ada salahnya mengerjai duda tampan ini. Masa aku aja yang menderita nahan perasaan. Kali ini bolehlah dia yang menderita lahir batin sebentar.

"Enggak mau." Dengan tegas aku melepas tangan Pak Reynaldi kasar.

Wajahnya yang tersenyum langsung berubah pias. "Kenapa? Tolong beritahu alasannya kamu nolak saya?"

Aku melipat tanganku sambil meliriknya sebal.
"Gak ada alasan. Kalau gak mau, ya gak mau aja," dengusku dramatis.

"Jangan gitu dong Man. Masa kamu gak kasihan lihat saya yang tua ini harus patah hati. Sakit loh rasanya ditolak terus," ucapnya setengah putus asa. Aku yakin kalau Arini melihat ini dia akan nangis darah kalau tahu mantan calon suaminya bakal sengenes ini mengemis cinta dariku. Ternyata ada juga saatnya aku yang berada di posisi atas. Apalagi kalau Tuan besar melihat anaknya memohon-mohon seperti ini, kuduga ia pasti kebakaran jenggot. Ya ampun membayangkannya saja sudah membuatku bahagia.

"Ya itu urusan Bapak. Kan bukan aku yang sakit hati," balasku pura-pura tak peduli. "Mending pergi cari wanita lain aja. Atau kalau gak balikan lagi sama Arini," ucapku asal.

"Gak bisa lagi. Cintanya udah mentok sama kamu."

Kurasa wajahku sekarang sudah merona tersipu malu. Bisa aja sih ini duda buat aku terbang ke awang-awang.

"Atau begini saja, coba kamu sebutkan kurang apa saya biar bisa saya perbaiki." Sambung Pak Reynaldi penuh harap.

"Kekurangan Bapak banyak. Kalau disebutkan satu-persatu bisa-bisa sampai pagi pun gak akan habis-habis."

"Ya sudah sebutkan dulu, biar saya tahu." Desaknya tak mau kalah.

Aku pura-pura berpikir agar tampak meyakinkan. Padahal sumpah mati aku sudah gak kuat lihat wajah Pak Reynaldi yang menatapku serius. Emang ini laki mudah banget dikadalin.

"Hmm...apa ya?" Aku mendekap tanganku biar kelihatan serius. "Oh, Bapak kurang ganteng." Aku menarik sudut bibirku mengejeknya. Padahal sumpah mati, sejujurnya Pak Reynaldi itu ganteng pakai banget. Kalau gak mana mungkin aku langsung kesengsem saat pertama kali bertemu ketika masih muda dulu. Secara aku kan masih manusia lemah iman yang melihat pria itu dari tampang dulu baru sikapnya.

"Tenang saja, saya akan operasi nanti di korea," jawabnya santai tanpa beban. "Mau kayak siapa nanti terserah kamu menentukan," tukasnya tanpa ragu.

Sialan, sepertinya duda satu ini tidak terpancing. Tapi kalau dia beneran mau mewujudkannya, mau dong minta dia berubah jadi Hyun Bin.

"Eh, Bapak jangan senang dulu. Kekurangan Bapak bukan itu saja. Bapak juga kurang kaya menurutku," sambungku cepat. Jujur saja, yang tajir melintir kan tuan besar, bukan dirinya.

"Saya akan pelihara tuyul biar cepat kaya," tukasnya tanpa beban.

Aku nyaris menyemburkan tawa mendengar jawabannya. "Emangnya gampang apa cari tuyul? Jawaban Anda benar-benar tidak cerdas, Pak."

"Demi membahagiakan kamu apapun akan saya tempuh," ucapnya, bak pujangga terkenal.

Sontak saja aku berpura-pura mau muntah mendengarnya. "Kenapa gak sekalian aja, Bapak katakan laut pun akan kuseberangi. Atau bulan pun akan kubawa ke pangkuanmu. Biar makin sempurna Pak gombalannya," kekehku sambil geleng-geleng kepala.

Pemain FiguranWhere stories live. Discover now