1. PERTUNJUKAN

33 6 9
                                    

Selamat membaca


"Zee sudah siap?"

Gadis yang di panggil namanya itu mengangguk dengan mantap.

"Sepuluh menit lagi, giliran kamu."

"Oke coach."

Zeekara berdiri dari duduknya dan mulai melakukan peregangan. Setelah sudah memakai sepatu ballet nya ia duduk di kursinya kembali di samping Bundanya.

"Selesai dari sini kita langsung pulang, langsung ke tempat gym. Badan kamu naik 1kg, dua hari kedepan harus turun di angka 43kg, mengerti Kara?" Tanya Bunda Zeekara sembari fokus dengan iPad di tangannya tanpa melihat anaknya.

Senyum yang tadinya mengembangkan kini sirna begitu saja. Pernyataan pahit itu kembali terdengar, merusak moodnya.

Tidak bisakah Mariska diam sebentar, setidaknya saat Zeekara sedang dalam ruang latihan teater, mood yang tadinya bagus langsung sirna begitu saja sekarang.

"Denger nggak kamu Kara, Ibun bicara?"

"Hmm."

Zeekara malas berdebat, apalagi dirinya akan segera tampil. Ia harus menahan dirinya, setidaknya sampai bagian dirinya selesai dan ia akan melanjutkan urusannya dengan Mariska, Bundanya.

Sekaligus manajer.

****

"Ayo Mas, sebentar lagi acaranya mulai. Nanti ketinggalan!"

Lelaki yang di panggil abang barusan berlari kecil menghampiri si bungsu yang sudah duduk manis di dalam mobil. Sembari mengerucutkan bibirnya gadis kecil itu menyuruh abangnya untuk segera bergegas.

"Iya, sebentar."

"Mas lama," kesalnya.

"Kuncinya Mas lupa taro di mana, jadi cari dulu tadi."

Itu adalah sebuah kebohongan, bukan alasan. Nyatanya lelaki itu sibuk mencari tiket pertunjukan yang adiknya gemari, saat ketika harinya tiba lelaki itu kelubukan sendiri.

"Yaudah ayo jalan, penari balet yang aku sukai bentar lagi tampil."

****

"Itu liat, penari balet yang lagi nunggu giliranya habis ini dia jagoan aku." Tunjuk gadis kecil berusia 13 tahun pada seorang penari balet yang sedang berdiri dengan percaya diri di sebelah panggung teater.

"Oh dia," balas sang abang seadanya.

"Mau tau nggak nama dia siapa?"

"Udah,"

"Udah apa?" Tanya Aily, namanya. Mengalihkan pandangannya pada sang abang.

"Udah tau sayang, kamu hampir setiap hari selalu sebut nama dia. Gimana bisa abang lupa."

Cengiran khas seorang Aily terbit membuat sang abang gemas sendiri. Gadis yang selalu Vegas anggap anak kecil padahal tidak bisa di katakan anak kecil lagi, punya lesung pipi yang manis sekali.

"Aku sesering itu ya sebut nama Kak Zee ya Mas?"

"Sering banget Ay,"

"Jangan bosen ya Mas, cuma balet yang bisa bikin aku bahagia."

"Mas belum bisa bikin Ay sepenuhnya bahagia ya?" Tanya Vegas pada sang adik.

Aily menggeleng begitu kuat. Bukan itu maksudnya.

"Berhasil, Mas selalu berhasil bikin aku bahagia. Tapi kalian berbeda versi."

"Menurut kamu, Mas sudah jadi versi bahagia terbaik untuk hidup Ay belum?"

NISCALA & AMERTAWhere stories live. Discover now