[55]

226 59 9
                                    


Gue percaya semua yang Rama jelaskan?

Enggak.

Gue itu kalau sudah meletakkan kepercayaan, maka itu lah yang gue pegang. Hanya saja, perkataan Rama gue lipat dan disimpan dalam hati. Setelah Abang sadar nanti, gue butuh penjelasan panjang dan enggak mau ada yang ditutupi. Semisal ucapan Rama itu benar adanya, perkara gue hanya tinggal sama Abang yang berani mengkhianati kepercayaan yang sudah gue beri.

Dokter sudah memindahkan Abang ke ruang rawat karena kondisinya sudah jauh lebih stabil dan berangsur membaik. Hanya saja memang belum membuka matanya. gue mendengar sekelumit penjelasan panjang terkait kondisi medis Abang; luka sobek di perutnya cukup panjang dan lebam si sekujur tubuhnya ada yang membuat luka di beberapa bagian.

Gue bergidik ngeri setelahnya. Ini ... Abang berantem atau dikeroyok, ya? netra gue penuh banget sama sosoknya yang bikin hati gue meringis. Pejamnya kayak menahan sakit gitu. Antara pengin genggam tangannya tapi gue ragu. Takut sentuhan gue bikin dia tambah sakit.

"Bang, Neng di sini." Gue mencoba banget menyentuh tangannya yang enggak terkena infus. Padahal tangan ini beberapa hari sebelumnya, masih sempat mengusap perut gue. Kenapa cepat banget takdir berganti, ya? "Abang enggak mau bangun? Sapa Neng dan Baby gitu?"

Yang gue dapat hanya hening karena Abang belum mau merespon apa-apa. Helaan napas panjang gue menambah banyak beban di kepala ini. Gue memang enggak mau mendengar banyak ucapan dari Rama kecuali satu hal; Abang membela Nisa.

Ah, perkara Nisa. Gue mendadak ingat ucapan Mae yang bilang, kalau Nisa ini adalah mantan Abang tapi sudah lama enggak berhubungan. Tapi gue rasa Mae di sini pun ada salah sangka. Enggak mungkin, kan, seseorang menceritakan demikian detail perkara masa lalunya? Pada teman yang dekat karena hobi yang sama?

Apa ... gue yang enggak tau terlalu banyak tentang Abang? Sampai hal seperti ini saja, gue sama sekali enggak menduga akan menyapa hidup damai gue. Kalau yang Mae bilang, Nisa dan Abang sudah enggak berhubungan lagi, lantas ini apa?

"Atau ... Abang enggak mau menjelaskan apa-apa? Arin kayak orang bodoh banget, ya." Gue mendengkus pelan. Miris berbarengan. "Dengan siapa, sih, Arin berhubungan sebenarnya?"

Tepat saat gue mengusap air mata yang sekarang jadi sering turun, Mama masuk. "Makan dulu, Nak. Jangan telat makan," katanya.

Gue ingat banget, saat Rama bercerita panjang lebar mengenai keadaan Abang, Mama berang. Berkali-kali mengumpat serta berkali-kali juga memijat pelipis. Seolah apa yang Abang lakukan ini, benar-benar menguji sabarnya. Satu hal yang gue ingat dari sekian banyak umpatan yang Mama luncurkan, "Bukannya sudah saya bilang, Rasyid itu saya larang berhubungan dengan Nisa. Kenapa malah begini, sih?"

Juga Bapak. Pria paruh baya itu enggak bicara sepatah kata pun mendengar Rama. Menyimak baik-baik mungkin takut ada hal yang terlewatkan dan begitu menemukan satu hal yang menurutnya janggal, pada bagian ini gue sama sekali seperti orang luar yang enggak tau apa-apa mengenai kisah hidup suami gue di beberapa tahun belakangan.

Iya, sih, jelas gue enggak tau. Pertama, gue enggak pernah bertanya mengenai dirinya seperti apa. kedua, mungkin keterbatasan waktu dan saat kami ngobrol di sela waktu yang ada, Abang enggak pernah menyinggung masa lalunya. Pun gue. buat gue masa lalu, ya ... adanya di belakang. Bukan untuk kembali mencuat seenaknya lantas bikin huru hara.

Soalnya, perkara masa lalu gue dengan Hekky pun gue anggap sudah selesai.

Nah, kali ini kenapa hal itu enggak berlaku sama Abang?

"Jadi ... Rasyid lagi-lagi bersikap sok jagoan? Menurutmu begitu, Rama?"

Bulu kudu gue meremang mendengar Bapak bicara. apalagi orang yang mendapatkan tanya dari Bapak; Rama. Wajahnya sudah enggak lagi menampilkan cengiran atau sikap santai. Sejak dirinya mengatakan semua hal yang berurusan dengan Abang, gue yakin banget, Rama ini antara ingin menutupi tapi ada satu dua yang yang jelas enggak bisa Rama alihkan faktanya.

(not) FINDING NEMOWhere stories live. Discover now