[11]

271 55 1
                                    

"Mbak Arin."

Gue menoleh segera ketika OB di kantor menghampiri. Dia bawa satu kotak gede gitu entah apa isinya. Bikin kening gue berkerut dan bertanya-tanya. "Ya?"

"Ada paket untuk Mbak."

Seingat gue, semingguan ini gue enggak belanja online di mana-mana. Secara uang gue sudah habis duluan dan daftar belanja gue masih utuh. "Dari siapa, Pak?"

"Enggak tau, Mbak. Yang antar Gojek."

Gue mengangguk saja. ditaruhnya dengan hati-hati kotak itu di meja yang ada di belakang meja kerja gue. Gue sendiri mau membukanya juga agak takut tapi penasaran. Penuh hati-hati gue gunting plastik pembungkus dan lapisan pengaman lainnya.

Begitu kotak utama terlihat, gue menahan napas sejenak. Wah ... si Hulk benar-benar!

Helm full face Arai Rx-7v racing Stella, motif black pink sungguhan tiba di kantor gue! Luar biasa banget memang si Hulk. Belum habis rasa terkejut dan senang dalam hati ini, ponsel gue dering. Gue tau banget pasti si Hulk. Dan, yah ... gue benar. Hulk calling...

"Sudah terima paketnya?"

Gue mengulum senyum. "Sudah. Baru banget."

"Suka enggak?"

"Suka. Persis seperti foto yang Abang kirim kemarin."

"Pakai yang betul dan jaga baik-baik."

Senyum gue makin lebar. "Siap, Bos."

Belum ada satu menit telepon tadi tertutup, Mae sudah mengejutkan gue. Beruntung gue enggak punya sakit jantung, coba kalau punya? Bisa collaps gue!

"Bagus helmnya," kata Mae tanpa dosa sama sekali. "Rin, nanti temani gue makan bakso di tempat yang lo nangis itu, ya."

Gue melongo menatapnya. Bukan apa. Mae sejak hamil agak-agak frontal kalau bicara. Iya, gue tau. Pernah nangis di kedai bakso. Tapi, kan, bukan berarti dibahas gitu aja! gue mencebik enggak terima dengan ucapannya barusan.

"Ish. Gue pengin banget makan di sana. Jalan kaki pula. Ya..." Mae menggoyang tangan gue. "Mau, ya, Rin. Temani gue."

Ah sudah lah. Gue memang lemah banget kalau soal Mae. "Oke."

"Eh, lo belum jawab pertanyaan gue tadi. Ini helm siapa? Bagus motifnya."

"Helm gue lah. Siapa lagi?"

Dia malah tertawa. "Lo mesti ganti motor kalau gitu. Jangan pakai scoopy lagi."

Kening gue berkerut.

"Ganti sama CBR."

Sialan! Naik CBR aja gue mesti agak loncat sedikit! bisa naik enggak bisa turun nanti. belum lagi kalau oleng. Yang ada motor tindih badan gue yang mungil ini, bisa gepeng di tempat karena motor. Mae idenya kadang aneh banget memang.

"Dari siapa helmnya?" tanya Mae mengabaikan cibiran gue.

"Hulk."

Tawa yang tadi sudah terdengar meledek banget, kali ini, lebih parah. Benar-benar bikin gue manyun lima centi.

"Lo utang banyak cerita sama gue. enggak mungkin si Hulk tau-tau ngasih lo helm kayak gini," katanya di sela tawa yang masih berderai itu. "Eh, nama calon suami lo siapa, sih?"

Gue menghela napas pelan. Mencoba sabar atas kelakuan si Mae yang lagi menyebalkan ini. "Namanya Rasyid."

Dia manggut-manggut. "Nama bagus dipanggil Hulk."

"Rin, jangan lupa laporannya Ibu tunggu, ya," kata Bu Ira yang membuat gue menoleh ke arahnya. Jarak meja kerja gue sama atasan gue itu enggak terlalu jauh memang. Hanya selisih satu partisi tapi masih bisa berkomunikasi tanpa perlu angkat bokong dan ke mejanya. Kecuali hal-hal yang memang butuh tanda tangan dan pemeriksaan lebih lanjut, baru gue ke mejanya.

(not) FINDING NEMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang