[9]

285 67 7
                                    

Kita kencan, padahal cuma keliling mall doang. Di area sale banyak diskon, tapi gue sama sekali enggak berselera sedikit pun. Malas rasanya kalau harus jalan bareng sama orang yang enggak gue sukai ini. Apalagi gue jalan kali ini dengan sangat terpaksa.

Dia enggak buat salah, sih, bicara saja irit banget. Apanya yang mau kenal lebih jauh kalau dia sendiri aja pendiem banget gini. Buang-buang waktu dan tenaga banget, kan? Mungkin dia merasa gue terpaksa makanya enggak bicara apa-apa.

Salahnya sendiri.

"Arin ada yang mau dibeli?"

"Enggak."

"Jadi... kita ngapain di sini?"

Rasanya gue mau tepuk jidat. "Yang ngajak gue jalan siapa?"

Malah menggeleng pula tuh orang!

"Sebenarnya Abang enggak terlalu suka suasana mall. Abang lebih suka duduk di kedai makan atau menikmati suasana sembari ngopi. Enggak terlalu suka tempat ramai begini."

"Yang ngajak ke sini siapa?" Gue bersedekap. Mendongak sedikit agar mata kami bisa bertemu. Serius deh, kalau bicara sama si Hulk harus banget angkat kepala.

"Yah... Abang pikir karena kamu suka belanja, mungkin mall pilihan yang tepat."

Gue mendengkus enggak suka. "Biarpun gue suka shopping bukan berarti lo enggak bisa mengutarakan keberatan kalau enggak suka sama tempatnya."

"Belajar yang sopan kalau bicara bisa, kan, Rin?"

Gue berdecih. Dia mengabaikan. Matanya berkeliling memperhatikan sekitar. "Ada tempat ngopi di sini? Yang ada pisang bakarnya mungkin? Indomie rebus?"

"Mana ada! Itu sih adanya di warung indomie, Abang!" geram gue tertahan.

"Kamu keberatan enggak kalau kencannya di sana? Abang lapar pengin makan indomie pakai telur dua."

"Dekat kantor ada kafe yang kayak Abang mau. Outdoor juga. Mau ke sana aja?"

Dia senyum dan mengangguk kayak anak kecil mau dikasih permen. Gue mencibir. "Lain kali, kalau enggak suka sama tempatnya, bilang. Jangan diam aja. Arin bukan orang yang bisa membaca pikiran orang lain."

"Maksud hati pengin bikin Neng terkesan tapi sepertinya kamu enggak suka kalau ditemani ke mall, ya?"

Ck! Orang ini! Enggak ngerti bahasa manusia atau apa, sih? Gue jalan mendahului sambil menghentak saja lah! Meninggalkan si Hulk yang kayaknya melihat gue dengan pandangan bingung.

Di mobil, gue masih mempertahankan bibir gue yang manyun. Dari sudut mata gue, dia sesekali melirik ke gue sambil senyum-senyum enggak jelas. Dipikirnya gue bakalan tegur dia? Enggak.

"Ehm... Abang enggak tau di mana, Rin. Ini arah ke kantor kamu atau gimana?"

Gue tepuk jidat. "Iya. Kemarin Abang pakai maps sekarang nanya Arin?"

Dia tertawa malah. "Ya ampun. Abang masih harus menyiapkan banyak stok sabar, soalnya Arin kalau ditanya ketus terus. Jadi ketimbang dijawab tapi enggak niat, mending tanya sama google."

Kali ini gantian gue yang tertawa. Alasannya bisa banget! Eh... ternyata dia enggak berhenti sampai di situ.

"Coba kalau bicaranya seperti itu. Ada ketawanya, ada senyumnya. Enggak ketus terus. Pasti Abang ajak Arin ngobrol terus."

"Oh, Abang ini bisa mempergunakan bibirnya buat bicara? Enggak cuma diam dan hobinya melarang ini dan itu?"

Lagi-lagi dia tertawa. "Abang senang bicara, kok. Bukan tipe orang pendiam gitu. Dan melarang Neng itu untuk sebuah kebaikan. Bukan untuk hal lainnya, kok. Keberatan, ya?"

(not) FINDING NEMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang