Is It Real?

742 82 6
                                    

Kalau boleh jujur, Rumi merasa sangat bangga sekaligus takjub. Bangga karena ia berhasil membuat empat orang manusia mini untuk menjadi duplikatnya sekaligus takjub karena keempat manusia mini duplikatnya itu ternyata berasal dari masing-masing istrinya. 

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa, keempat istrinya saat ini lagi-lagi sedang mengandung anaknya dalam waktu yang bersamaan.

Sekali gol yang tercetak langsung empat point. Rasanya Rumi mendapatkan jackpot secara beruntun.

Masih belum puas rasanya Rumi terkagum-kagum dengan yang terjadi saat ini, mungkin ia sedang bermimpi meskipun perasaannya ini terlalu nyata untuk dibilang sebagai mimpi.

Tapi ini memang terasa sangat nyata, meskipun Rumi yakin ini hanya mimpi.

Ah sudahlah, Rumi tidak ingin memikirkan apakah ia sekarang sedang hidup di dunia nyata atau di dunia mimpi.

Ia saat ini hanya ingin merasakan kehidupannya ini, meskipun nantinya ini nyata ataupun bukan.

Tidak. Pikiran antara kenyataan atau hanya sebuah mimpi ini sedikit mengusiknya hingga tanpa sadar membuat Rumi terbangun dari tidurnya.

"Ah sial! Ternyata cuma mimpi!" maki Rumi sembari  mengusap mukanya kasar

Rumi Tatap sekeliling. Ini kamarnya. Kamar yang ada di rumah sang Ayah.

Rasanya sedikit mengecewakan saat Rumi tau bahwa ia baru saja bermimpi memiliki empat orang anak. Bukan. Bukan Rumi ingin menjadikan keempat istrinya sebagai mesin pencetak anak, tapi hey, empat orang manusia mini duplikatnya tadi sangatlah teramat lucu meskipun bagi pendengaran Rumi, keempat manusia mini duplikatnya terlalu berisik.

Tapi tunggu sebentar!

Dari luar kamarnya dapat Rumi dengar sayup-sayup suara cekikian yang sama persis seperti yang ada di dalam mimpinya tadi. 

Rumi lihat jam di meja handphonenya yang telah menunjukan pukul delapan pagi serta sebuah notifikasi chat masuk dari Sheva.

Namun bukannya membalas chat dari Sheva, Rumi lebih memilih untuk keluar dari kamarnya, memastikan bahwa suara cekikikan yang terdengar sayup-sayup tadi hanya halusinasinya.

Ia bawa kakinya untuk melangkah keluar dari kamarnya, berjalan ke arah anak tangga untuk memastikan keyakinannya bahwa benar ia hanya berhalusinasi. Namun sepertinya, suara cekikian yang dikiranya sebagai halusinasi nampaknya berubah menjadi nyata ketika ada seorang anak laki-laki yang berteriak dan berlari ke arahnya ketika ia baru saja menginjakkan kakinya di lantai satu rumah sang Ayah.

"Yayah!" teriaknya yang berhasil membuat tiga orang manusia mini lainnya menoleh ke arah Rumi dan melakukan hal yang sama

"Yayah!" teriak mereka bersama sembari berlari dengan lucu ke arah Rumi

Rumi hanya dapat berdiam diri dan memperkokoh tegaknya agar tidak membuat dirinya terhuyung ke belakang yang mana dapat membahayakan empat orang manusia mini duplikatnya yang kini telah memeluk kakinya dengan erat.

"Kak, jangan lari-lari" ucap Vivi yang entah datang dari mana, "Mama kan sudah bilang kalau mau ke Yayah jangan lari-lari, nanti jatuh"

Sang anak yang diperingati menatap sang Mama dengan pandangan tak suka, "Yayah na Kak!" ucapnya sembari memeluk erat kaki Rumi

Rumi yang tidak lepas memperhatikan kegaduhan kecil tersebut hanya dapat tersenyum sembari mengelus lembut kepala sang anak, "iya, ini Ayahnya Kak" ucapnya, meskipun Rumi sendiri tidak tau dengan nama keempat manusia mini yang masih memeluk erat kakinya itu

💍

"YAH, BUNDA BOLEH MINTA TOLONG GA?"

Rumi yang saat ini telah diseret ke tempat dimana seluruh bentuk mainan keempat anaknya telah memenuhi karpet bulu miliknya. Rumi diseret oleh satu orang anak perempuannya.

Dan tanpa harus membuat sang pemilik suara untuk berteriak untuk yang kedua kalinya, Rumi beranjak dari tempatnya dan berjalan ke sumber suara. Sejujurnya, Rumi juga tidak tahu pasti siapa gerangan yang melabelkan dirinya sendiri dengan panggilan Bunda tersebut.

Hingga ketika Rumi menginjakan kaki di washing room tempat yang dibangun khusus sebagai tempat mencuci baju, Rumi melihat sosok Tata yang saat ini sedang duduk menunggu kedatangan Rumi.

"Ada apa?" tanya Rumi

"Tolong dong ambilkan deterjen, aku ga bisa ambilnya, ga berani kalau harus naik tangga dulu" ucap Tata kepada Rumi sembari mengelus perut buncitnya

"Bibi Inah ga ke sini?" tanya Rumi namun sambil mengambilkan deterjen sesuai permintaan Tata

"Lagi ke pasar Bi Inah" jawab Tata, "Vina lagi pengen makan cumi, makanya Bi Inah belanja ke pasar"

"Bi Inah pergi sendiri atau gimana?"

"Lebih ke nemenin Vina ke pasar sih Bi Inahnya" jawab Tata

"Pergi berdua aja mereka?" tanya Rumi kaget setelah mendengar jawaban dari Tata

"Nggak, ada orangnya Ayah yang ngawal dan temani Vina sama Bi Inah" jawab Tata

Rumi hanya diam tanpa memberikan tanggapan apapun lagi. Dirinya kini fokus memperhatikan Tata yang dengan telaten mencuci baju. Hingga sebuah rasa penasaran muncul di benaknya, "ini ga berat?" tanya Rumi sambil mengelus perut buncit Tata

"Berat lah, kamu kira bawa manusia kemana-mana di dalam perut ga berat?"

"Ya aku mana tau rasanya bawa beginian kemana-mana" jawab Rumi, "kapan sih waktu lahirannya kamu sama yang lain?"

"Kalau kata Dokter Victoria ya sekitar dua minggu lagi" jawab Tata, "tapi ga tau deh ini bakap lahirannya barengan atau ada yang melahirkan duluan nantinya"

Rumi diam sesaat, pikirannya saat ini sedang berkelana membayangkan dua minggu kedepan bakal seperti apa keadaan di keluarga mereka dengan adanya empat orang batita di sekitar mereka.

"Apa ga mau nyewa baby sitter aja?" tanya Rumi tiba-tiba, "kayaknya nanti bakalan ribet banget punya bayi sama toddler di waktu yang sama"

"Nggak takut memangnya kamu kalau nanti kita sewa baby sitter?" tanya Tata balik

"Kenapa harus takut?"

"Ya kamu sendirikan yang ngomong takut sewa baby sitter waktu anak-anak lahir, kamu bilang takut kejadiannya teman kamu Aria sama Arla yang saudara kembar mereka diculik sewaktu bayi"

"Iya sih" ucap Rumi membenarkan, "tapi ya kasihan kamu sama yang lainnya bakal repot, belum lagi aku juga ga bisa stand by" ucapnya, "nanti aku bisa minta bantuan Ayah untuk carikan jasa baby sitter terpercaya"

"Lagian karyawan Ayah untuk jaga rumah dan kalian kan juga banyak" sambungnya

"Makin banyak yang kerja sama kita nanti Rum"

"Ya masalahnya apa?" tanya Rumi, "toh aku kan juga mampu bayarnya"

"Ya sudah terserah kamu aja lah kalau gitu"

"Oke nanti aku minta tolong Ay--"

"YAYAH! DI ANA CIH?!"

"YAYAH PELGI KE ANA?"

Rumi menghela nafasnya pelan ketika ucapannya harus terpotong karena teriakan sang anak yang mencarinya sedangkan Tata hanya dapat tertawa pelan melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Rumi.

"Sana Yah, anaknya nyariin" ucap Tata

"YAYAH!"

"YAYAH HIKS"

"Aduh itu siapa lagi yang nangis?" keluh Rumi namun belum juga beranjak dari hadapan Tata

"Sudah pasti si Rafiqa, anak Ayah banget kan dia" jawab Tata

"Tapi perasaan semuanya anak Yayah" keluh Rumi yang mengingat kembali bagaimana dia yang selalu dikerubungi oleh keempat anaknya

"YAYAH!"

"HUEEE YAYAH"

Lagi. Rumi mendengar pekikan dan tangisan dari sang anak yang sedang mencarinya.

"Sana Yayah, nanti mereka malah nangis semua" ucap Tata

"Ya udah iya, aku ke mereka dulu" keluh Rumi, "IYA INI AYAH KE SANA" teriak Rumi dan kemudian berjalan menghampiri keempat anaknya

💍

[β] Four Wives | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang