Part 18

30 11 3
                                    

Hai guys!

Aku update lagi nih.

•••××ו••

"Ma Syaa Allah, cantik banget. Kalian cocok jadi cewek," celetuk Regan memandang Shakel dan Fathan satu persatu secara bergantian.

"Gimana kalian jadi kayak lucinta Luna aja?" saran Naufal masuk ke tengah-tengah dua pria yang kini menjadi wanita itu. Tangannya merangkul pundak keduanya dengan mesra.

"Hahahaha, anjir muka kalian," tawa Arlen menggelegar menepuk-nepuk punggung Alanza yang ada di samping nya. Kebiasaan dari kecil ketika tertawa memukul orang, terbawa hingga besar. Perutnya bahkan sudah keram, sejak dua pria itu keluar dari toilet.

"Kocak bener, kayak jamet," lanjutnya, berjalan mendekati Regan yang tepat berada di hadapan Shakel, Naufal dan Fathan. Melipat tangan di bawah dada, tatapan mengejek masih ia layangkan.

Alanza tersenyum tipis, dia cukup terhibur atas keduanya. Bersandar pada pintu toilet, berjaga agar tidak ada yang masuk.

Fathan berdecak kesal, memalingkan wajahnya, matanya berhenti pada botol sabun yang tersedia di wastafel. Mengambil, dan melempar pada pria berambut gondrong yang tertawa tanpa henti. "Rasain lo," ejeknya, saat tawa itu berhenti bersama dengan ringisan yang keluar dari bibir sexi itu.

"Babi, untung gak kena adik gue," kesalnya  seraya memegang perut nya.

"Udah jangan pada bacot, gerah nih gue make ginian," sela Shakel, menunjuk kaus warna putih, lengan pendek berwarna pink dengan tulisan Korea di tengah tengah baju, tidak lupa rok yang berwarna pink juga dan di tambah rambut palsu hitam bercampur pirang dengan poni sebagai penambah.

Naufal yang masih setia merangkul keduanya, tiba tiba tubuh nya terdorong kedepan dan nyungsep ke lantai dengan ubin berwarna abu abu itu. Meringis, dan menatap kedua pria yang menjadi pelakunya. "Emang anjing kalian!"

Shakel tidak perduli, lebih memilih melirik Fathan yang berusaha menutupi punggung belakang nya. Baju hitam tanpa lengan dengan ikat pinggang di area perut serta rambut yang di sanggul membuat dia kesusahan untuk menutupi memar merah itu.

"Punggung Lo kenapa?" tanya nya menghentikan pergerakan Fathan.

"Kenapa emangnya?" Nada bicara mulai gugup.

Melangkah semakin dekat dengan Fathan, dia memegang pergelangan tangan yang di kelilingi gelang indah. Menggeser lengan itu menjauhi punggung yang memerah, mukanya semakin dekat dan memastikan apa yang dia pikirkan benar. Bahkan, tubuh Fathan sudah membelakangi mereka, untuk memudahkan Shakel.

"Siapa yang nyakitin lo? Kenapa merah gini? Terus bengkak lagi?" tanya nya beruntun terkesan mendesak.

Merasakan hembusan nafas Shakel membuat Fathan risih. Dia berbalik menghadap Shakel dan mendorong muka itu, agar menjauhinya.

"Bukan apa apa."

"Lo jujur Than, lo masuk di Omorfos berarti lo tanggung jawab gue."

"Lagian kita semua dekat  kayak keluarga."

Shakel terus menerus mendesak, membuat Fathan tak nyaman.

"Gue tau," jeda Fathan. "Lagian gak semua masalah gue kalian harus terlibat," lanjutnya tajam dan seketika suasana menjadi canggung.

Regan, pria berambut coklat itu. Menepuk tangan nya dua kali sehingga semua atensi mengarah padanya. "Kita harus pergi sekarang! Kalau gak bakalan ketinggalan sama mereka," ucapnya dalam arti menyelamatkan Fathan dari situasi itu.

"Hm," dehem Shakel masih penasaran dengan luka memar di punggung Fathan. Pantas saja, pria itu terus memakai hoodie dan jaket.

Dia semakin penasaran? Apakah masih banyak memar yang ada di belakang Fathan atau bahkan lebih banyak dari perkiraannya.

SHAKELDonde viven las historias. Descúbrelo ahora