[19] Sekamar

280 8 0
                                    

Nikmatilah selagi gratis oke 🔔

🎼🎼🎼

Tak berdarah. Tapi sakit.

🎼🎼🎼

Pertengkaran tadi siang mampu membuat Maudya tidak keluar barang sedetikpun dari kamarnya. Tak lupa juga Maudya mengunci pintu mengingat Amrif suka masuk tanpa mengetuk lebih dulu.

Suara mesin mobil di halaman tidak Maudya hiraukan, yang ia lakukan hanya berusaha untuk tak acuh dengan kedatangan suaminya itu. Pokoknya, Maudya tidak boleh mengalah lagi, biarkan saja mereka bertengkar terus. Siapa tahu dengan itu mereka bisa bercerai. Maudya mulai merasa lelah dengan pernikahan ini.

Tok tok tok

"Maudy.." Itu suara Amrif.

"Maudy saya tau kamu belum tidur. Buka pintunya!"

Dalam selimut, Maudya menatap pintu itu diam. Biarkan saja pria itu terus mengetuk, Maudya tidak akan membukanya.

Sesaat hening melanda, Maudya sampai mengira Amrif menyerah dan berlalu pergi. Sayangnya, itu hanyalah angan Maudya. Tak lama setelah itu, pintu kamar terbuka, mengejutkan Maudya ketika sosok Amrif berdiri di ambang pintu sambil menatapnya datar.

"Kamu kok bisa masuk?" Tanya Maudya, menyalurkan rasa heran dan penasarannya.

Amrif tidak menjawab, hanya menunjukkan kunci cadangan ditangannya sambil melangkah maju mendekati kasur. Maudya sampai meringsut mundur sangking takutnya melihat ekspresi Amrif yang tidak bisa ditebak itu.

"Kamu mau ngapain?" Tanya Maudya sekali lagi dengan takut.

Pria itu berdiri tepat di pinggiran kasur sambil menatap istrinya yang terlihat ketakutan itu. "Tidur." Tanpa banyak kata, Amrif langsung merebahkan dirinya di samping Maudya yang terkejut akibat ulah suaminya tersebut.

"Kamar kamu disebelah, ngapain tiduran disini!" Protes Maudya.

Amrif menoleh pada sang istri dengan santainya, sambil menikmati ekspresi kesal Maudya yang terlihat sangat menggemaskan. "Besok saya pindahan. Mulai malam ini, dan seterusnya. Kita tidur sekamar." Putusnya lalu memejamkan mata tanpa perduli ekspresi Maudya yang shock.

"Tapi aku gak—"

"Tidur Maudy!" Tanpa beban, Amrif menarik Maudya untuk berbaring disampingnya, tangannya dengan santai melingkar diantara bahu sang istri sambil memejamkan matanya.

"Mas! Aku gak mau sekamar. Kamu sendiri yang dulu bilang, kita hanya dua manusia yang tinggal satu atap, jadi jangan berharap lebih." Tutur Maudya menahan sesak di dadanya melihat Amrif yang seperti tidak ada beban menarik ulur hatinya yang kecil ini. Siang tadi marah, sekarang seakan tidak ada kejadian itu dia minta tidur sekamar. Maudya kesal dengan pria tidak berpendirian teguh seperti Amrif ini.

Mata yang tertutup itu perlahan terbuka, sejenak Amrif menatap langit-langit kamar sebelum akhirnya beralih menatap sang istri. "Kalau saya berharap bagaimana?" Balasnya membuat Maudya diam terpaku.

Melihat ekspresi istrinya yang menggemaskan itu, Amrif tersenyum kecil sambil melayangkan satu kecupan di kening Maudya. "Sudahlah, ayo tidur."

Maudya diam tidak menuruti perkataan Amrif yang menyuruhnya untuk tidur. Melihat pria itu telah mendahulinya memasuki mimpi, diam-diam Maudya terkekeh sendu. "Terkadang aku merasa kamu mencintaiku, tapi disatu sisi aku sadar itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin lelaki seperti kamu mau mencintai seseorang yang menghancurkan kebahagiaan orang lain?"

Dear My HusbandWhere stories live. Discover now