[3] Pesan Ayah

105 4 0
                                    

Happy reading guys 🐯

🍉🍉🍉

Dunia ini benar benar kelabu. Aku sampai tidak menyadari bahwa di depanku ada sebuah jurang yang menanti ku untuk jatuh.

🍉🍉🍉

Dentingan dari jarum jam menyapa keheningan di dalam sebuah kamar bernuansa biru gelap. Dalam tidurnya, Maudya merasakan sesuatu menimpa tubuhnya. Anehnya, itu terasa hangat dan nyaman. Saat Maudya mencoba membuka matanya, pemandangan pertama yang ada di hadapannya adalah seorang lelaki yang kini tertidur pulas sambil memeluk tubuhnya erat. Maudya mengerjapkan matanya, sedetik kemudian langsung berteriak dan mendorong tubuh itu hingga terjatuh ke lantai.

"Aaaaa!"

"Sstt kamu apa-apaan sih?! Ngapain pake dorong dorong?!" Amrif. Pria itu menatap nyalang istrinya yang kini menatapnya bingung sambil meringis memegangi punggungnya. Bayangkan saja, nyawa belum terkumpul kamu sudah didorong jatuh kelantai.

"Ya. Ya kamu yang apa-apaan tidur di kasur aku?" Elak Maudya meski terbesit di hatinya sedikit rasa bersalah pada pria itu karena telah mendorongnya.

"Apa salahnya saya tidur di kasur? Toh kita sudah sah jadi suami istri. Salahnya dimana?" Amrif mencoba bangun lalu duduk di pinggiran kasur menghadap Maudya yang sepertinya terlihat berpikir keras.

"Suami istri?" Pertanyaan konyol itu keluar begitu saja dari mulut Maudya, bahkan dengan ekspresi yang begitu polos. Melihat tentu saja Amrif merasa geram.

"Jangan bilang kamu lupa kalau kita sudah menikah?!" Pertanyaan itu membuat Maudya meringis melihat tatapan Amrif yang begitu tajam.

"Ssstt. Maaf, aku cuma belum terbiasa aja. Kaget tiba-tiba disamping aku udah ada cowok." Cicit Maudya menunduk takut, tak berani menatap Amrif yang terlihat begitu menyeramkan.

Amrif hanya mendengus sebal, lalu kembali membaringkan diri di atas kasur tanpa menghiraukan Maudya yang kini terlihat sangat canggung berduaan di kamar bersama dengan seorang pria. Ya meski Maudya tau, pria itu sekarang adalah suaminya.

Dalam diam Maudya melirik kearah jam dinding yang menggantung di atas pintu. Pukul 02.19 dini hari. Melihat hal itu, Maudya memutuskan untuk baranjak dari kasur hendak pergi menuju kamar mandi.

Namun, langkah Maudya terhenti saat suara serak basah dari seseorang yang tengah berbaring itu mengintrupsinya. "Mau kemana?" Tanya Amrif bangun dari tidur sambil melirik istrinya itu.

"Mau ngambil wudhu, udah jam dua. Aku mau sekalian sholat tahajud aja, udah gak bisa tidur juga." Jawab Maudya takut-takut.

Amrif terdiam sebentar sebelum akhirnya ikut bangun. "Ayo, saya imamin." Ajaknya membuat Maudya menatap Amrif bingung.

"Hah?"

"Saya gak ngulangin kata! Udah ayo cepetan wudhu!" Tanpa beban Amrif menarik tangan Maudya, membawanya masuk kedalam kamar mandi lalu mulai mengambil wudhu.

Jujur saja, melihat tetesan air itu jatuh membasahi wajah Amrif rasanya terasa tentram. Jika saja mereka tidak menikah karena sebuah keterpaksaan, mungkin saat ini Maudya akan menjadi wanita paling bahagia di dunia karena bisa memiliki imam sebaik dan setampan Amrif.

Dear My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang