42

712 62 2
                                    

  
  "Lang, kenapa lo nggak pernah pakai dasi lo?"

  Gilang yang sedang menyisir rambutnya menoleh ke Salsa lalu dengan acuh memberikan dasi itu padanya. Salsa bingung, sebelum ia sempat bertanya Gilang yang tinggi menjulang merunduk di depannya dengan kedua alisnya naik turun seakan mengkodenya untuk sesuatu.

  "Alis lo gatel ya kaya gitu? Kenapa nggak lo garuk?"
 
  Gilang memutar kedua matanya malas, setelah meletakkan sisirnya di meja ia meraih kedua tangan Salsa lalu mengalungkan di lehernya. Seketika bau semerbak parfum Salsa yang beraroma strawberry menyeruak ke hidungnya, dengan ekspresi yang lembut ia tersenyum dan berbisik pelan pada Salsa," gue nggak bisa pakai dasi, lo yang pakein."

  "Masa cowok nggak bisa pakai dasi, malu-maluin," ejek Salsa namun begitu ia tetap memakaikan dasi pada Gilang, ia cukup pintar dalam hal ini hehe.

  "Sal, lo tahu nggak dimana jam tangan gue?" Tanya Arvin yang baru keluar dari kamarnya.

  "Ya gue nggak tahu, itu jam tangan lo."

  "Terimakasih Aca," ujar Gilang pelan lalu beralih ke dapur saat Salsa dan Arvin sibuk berdebat dimana letak jam tangan itu.

  "Oh ya kemarin di tas gue hehe.... nanti gue cariin."

  Arvin memutar bola matanya malas, setelah mengejek Salsa yang pelupa ia beranjak masuk ke kamarnya untuk menghindari amukan Salsa. Namun sekarang Salsa sedang tidak mood mengejar Arvin, tiba-tiba saja ia tertarik dengan ucapan Gilang barusan. Aca? Siapa aca? Sepertinya dia pernah mendengar nama itu tapi dimana ia melupakannya.

  •••

  Disebuah halaman yang sempit, Rizky sedang sibuk memanaskan motor bebek-nya sebagai rutinitasnya sebelum berangkat sekolah. Namun secara tiba-tiba motornya berhenti mendadak dan tidak dapat dinyalakan kembali, ia dengan dahi berkerut beralih mengambil alat-alat yang berada di rumahnya dan mulai mengotak-atik mesin motornya.

  Laluna keluar rumah dengan pakaian rapi dengan rambut tergerai indah, bau parfum Vanilla yang semerbak kuat mengalihkan pandangan Rizky untuk melirik adiknya yang sudah siap berangkat sekolah.

  "Bentar, kakak lihat dulu mesinnya kenapa tidak bisa dinyalakan. Ini tidak akan lama, paling...."

  "Sudahlah kak, motor tua dan jelek itu pasti sudah mati dan jadi barang rongsokan. Lagian apa kakak nggak malu pakai motor begituan ke sekolah? Iih...aku aja jijik ngeliatnya."

   Rizky tersenyum lembut, dengan sibuk mengotak-atik mesinnya ia masih menanggapi ucapan sanga adik," ini motor dari kerja keras almarhum ayah. Lagipula jika tidak ada motor ini bagaimana kakak mengantarmu sampai kerumah temenmu? Bagaimana kakak berangkat bekerja? Motor ini juga satu-satunya barang berharga yang kita punya selain rumah, walaupun jelek dan sudah tua motor ini sangat penting buat kita."
 
  "Sudahlah, susah ngomong sama kakak. Aku berangkat dulu."
 
  "Eh, kamu berangkat sama siapa? Motornya belum selesai diperbaiki."
 
  "Jadi aku harus nunggu motor itu diperbaiki gitu? Kakak nggak kasihan ya sama aku? Jika Cindy sudah berangkat duluan lha aku sama siapa? Diantar sampai sekolah dengan motor ini gitu? No, sampai kapan pun nggak boleh ada yang tahu kalau aku itu punya kakak dengan motor butut itu."

  "Lalu kamu ingin naik apa? Bus?" Tanya Rizky berdiri menghadap Laluna yang bersedekap dada.

  "Bus? Heh....nggak levelnya Laluna naik bus seperti itu, aku mau minta anterin kak Sigit sebelum dia kerja."

  Rizky langsung melarang keras setelah mendengar nama Sigit, sampai kapan pun ia tidak akan pernah membiarkan adiknya berduaan saja bersama si Sigit. Seorang pria berusia 27 tahun dan masih melajang, dengan terang-terangan menggoda adiknya setiap kali pergi ke warung bahkan sampai-sampai ada rumor kalau ia mencintai Laluna dan ingin menikahinya setelah Laluna lulus nanti.

  Walau Rizky tidak mengatakan penolakan langsung, ia dengan keras melarang Laluna untuk menjauhi si Sigit. Bukan karena pautan umurnya saja, beberapa hari yang lalu ia dengan mata kepalanya sendiri melihat si Sigit berani menggoda adiknya lagi dan menyentuh-nyentuh tangannya. Rizky marah, oleh karena itu seterusnya ia akan belanja di warung menggantikan adiknya.

  "Tanpa persetujuan kakak aku akan tetap pergi."

  "Laluna!"

•••

  "Bukannya itu Elang?" Seru Radit keras mengalihkan perhatian saudara-saudara di sampingnya termasuk Salsa.

  Elang yang sedang menyeruput kopi botolannya sembari menyetir motor langsung melambaikan kopinya ketika tidak sengaja mendengar seseorang menyerukan namanya dan ternyata itu Radit. Elang hanya tersenyum ketika kendaraan mereka berpapasan, Geng mereka yang berangkat sekolah dan ia yang ingin pulang tidur.

  "Main kemana dia semalaman? Kenapa baru pulang?" Tanya Radit ke Arvin yang berkendara pelan di sampingnya.

  "Kamu naenya?"

Tuk

  "Dasar bangsat!"

Setelahnya mereka berkendara diam karena sudah ditegur Reihan. Ketika mereka melewati halte bis, Salsa yang tanpa sengaja melihat siluet Rizky yang menaiki bis hendak menyapanya namun segera ia urungkan. Jika ia melihatnya dikawal seperti ini, pasti akan berasumsi yang tidak-tidak.

  "Nak, bisa nenek yang duduk? Nenek kecapekan jika berdiri."

  "Baik nek, silahkan!"

  "Terimakasih cu."

  Rizky baik-baik saja jika harus berdiri di bis seperti ini sampai ke halte dekat sekolah. Tapi ia sekarang sedang bergelut dengan pikirannya sendiri, biasanya jika ia mengintip bis yang lewat tidak pernah penuh tapi kenapa sekarang berdesak-desakan? Bahkan sampai tidak ada kursi yang tersisa, apa motor mereka juga mati seperti miliknya atau bagaimana.

  Ting

  Rizky langsung mengeluarkan ponselnya dari saku ketika notifikasinya berbunyi. Melihat pap adiknya yang sudah menaiki mobil Cindy dirinya langsung merasa lega kalau adiknya benar-benar diantarkan dengan selamat dan tanpa sentuhan apa pun seperti yang Laluna kabarkan. Sembari memasukkannya kembali ke saku, ia menatap ke arah luar dan bertekad untuk membelikan sang adik motor baru yang tidak akan membuatnya malu. Mungkin, ia akan mencoba mencari pekerjaan yang lebih tinggi dari sekarang.

  "Eh, gue denger-denger Salsa pacaran sama Naufal," bisik seorang cewek ke cewek disebelahnya yang sama-sama berseragam sepertinya miliknya. Alis Rizky tanpa sadar menukik namun pandangannya tidak ia alihkan, dengan fokus yang ditajamkan ia mencoba untuk menguping pembicaraan keduanya.

  "Iya sih, kabarnya juga si murid baru yang tampan itu kemarin sudah masuk ke ruang BK gara-gara merebutkan Salsa dari Naufal."

  "Gue sih kalau jadi Salsa bakal milih keduanya, kalau dua bisa kenapa satu? Iya nggak hahaha...."

  "Dasar maruk, belum tentu lo bakal bahagia jika dapat keduanya."

  "He'em."

  "Salsa pacaran sama Naufal? Bukannya Salsa istri Elang?" Batin Rizky shock, kenapa hal-hal penting seperti ini ia jadi tahu yang terakhir? Darimana saja ia kemarin coba? Dan setelah kejadian ribut di kelas ipa 2 ia juga belum memiliki kesempatan bertemu dengan Salsa.

  "Cantika mengatakan kalau Salsa dan Elang benar-benar sudah menikah. Tapi kenapa Salsa masih pacaran sama Naufal? Apa Elang tahu itu?"



 

LOTUS Donde viven las historias. Descúbrelo ahora