15 | Semifinal

11.3K 2.4K 404
                                    

"PASS!"

Leo berteriak sekuat tenaga. Suaranya habis. Jersey-nya kuyup oleh keringat. Larinya sudah melambat sejak quarter ketiga. Musuh mereka kali ini benar-benar di luar nalar. Latihan intens yang sengaja dia program untuk KSATRIA menghadapi semifinal mendadak tidak berarti apa-apa di lapangan.

Skor mereka tertinggal. Tidak jauh, tapi riskan. Leo tidak mau gagal. Tidak sekarang.

"JORDI! JOR—" FUCK!

Leo tidak buta, kawan-kawannya jelas kewalahan. Dua orang cedera di bench. Kenan duduk di sebelah mereka, berusaha mengatur napas. Laki-laki itu sudah bermain dua quarter penuh, Leo tidak mau memaksanya turun lagi. Dia harus bisa menyelesaikan konflik ini sendiri. Dia kaptennya. Dia tidak boleh bergantung pada—

"LEO, KANAN!"

Bola itu lolos. Direbut. Three-point masuk.

"TIME-OUT!"

Tribun meledak. Euforia menjalar heboh. Selisih skor semakin tinggi. Suporter Bina Indonesia sudah duduk lemas. Berbisik-bisik. Menunjuk-nunjuk tim yang membentuk lingkaran di pinggir lapangan. Mereka tidak akan sampai final. Mereka akan kalah.

"Lo kenapa, sih? HAH?"

"Eh, Jor, udah, udah. Sabar."

"Jelas-jelas gue passing—"

"Ya jangan passing pas gue nggak fokus, goblok."

"YA LO NGAPAIN NGGAK FOKUS? BECUS JADI KAPTEN NGGAK?"

"Jor." Kenan menegur keras. Laki-laki itu membuka jaketnya, menyisakan jersey. "Gue masuk."

"Nggak."

"Leo—"

"Nggak, Ken," gertak Leo. "Simpen aja tenaga lo buat final."

"Kalau kita masuk final," dengus Jordi. "Nggak usah munafik. Lo butuh Kenan buat menang."

Leo mengepalkan jemari kuat-kuat. Kalau mereka tidak sedang ditonton satu lapangan dan bukan status Kapten KSATRIA yang dia sandang, sudah mampus Jordi dari tadi.

"Nggak apa-apa," sahut Kenan, berusaha membantu. "Gue udah istirahat tadi."

Leo masih menggeleng.

"Lo udah janji bawa kita semua ke final." Laki-laki berkacamata itu menatap kaptennya sungguh-sungguh. "Kita semua masih pegang janji lo, Capt."

Leo menarik napas panjang penuh pertimbangan. Laki-laki jangkung itu menoleh ke arah Jordi. "Lo out."

"KOK—"

"Gue bilang, out." Tatapan tajam itu membungkam Jordi. Leo mengedikkan dagu ke arah Kenan.

Wasit menyilangkan tangan ke atas. Peluit panjang berbunyi nyaring.

Semifinal berlanjut.

***

"AL! AMBIL KANAN!"

Otak Ale sudah berhenti berpikir sejak dua perempatan sebelumnya. Kakinya mati rasa gara-gara dipakai berlari dengan kecepatan maksimal. Gadis itu berbelok ke kanan mengikuti titah Bas yang sekarang entah hilang ke mana.

Ale merapatkan punggung ke balik dinding, terengah habis-habisan. Gadis itu bisa mendengar gemuruh langkah kaki mendekat. Orang-orang yang mengejar dia dan Bas sejak dari stasiun tadi. Sialan. Mereka rupanya tidak mudah menyerah. Hal seremeh dua bocah SMA menantang berkelahi tetap saja berakhir ditelusuri.

Kita Butuh Kapasitas SemestaWhere stories live. Discover now