56. Mati

7.6K 654 101
                                    

GARENDRA

Langkah lelaki itu terhenti, matanya menyapu ke arah karangan bunga yang berjejer rapi di halaman rumahnya. Suasana mendadak mencekam, raungan dari orang tersayang begitu menyayat hati.

Bendera kuning yang terpajang di pagar rumahnya membuat pikirannya seolah buntu, terlebih dengan tulisan di setiap karangan bunga.

TURUT BERDUKACITA
ATAS MENINGGALNYA

ANANDA REVANO NILASKA FAHREZI

Detik itu juga jiwanya seperti di renggut dengan paksa, otaknya seperti tidak bekerja, pandangannya memburam dan dadanya begitu terasa penuh dan sesak.

Tidak mungkin.

Tidak mungkin Revano meninggal. Tidak mungkin Revano pergi secepat itu. Tetapi raungan yang terdengar dari dalam membuatnya tersadar bahwa semua ini nyata.

"Mama!" lelaki itu berlari, memasuki dalam rumahnya. Namun tidak lama, langkahnya kembali terhenti saat melihat sang ibu yang tengah meraung memeluk tubuh yang terbujur kaku. Tangisan itu bersahut-sahutan dengan suara kajian yang saling menggema mengiringi kepergian sosok lelaki sempurna yang di penuhi banyak luka.

Detik itu juga, tubuh lelaki itu meluruh, jatuh berlutut tepat di samping tubuh yang tertutupi oleh kain cantik bercorak batik.

"Kak...j-jangan pergi." lirihnya, matanya memanas. Menatap tubuh kaku itu dengan tatapan tidak percaya.

"Revano bangun sayang, jangan seperti ini. Mama mohon bangun. Kamu gak boleh pergi, jangan tinggalin mama sendiri nak. Bangun sayang hiks."

lirih pilu sang ibu membuat bulir demi bulir air mata jatuh membasahi pipi lelaki itu.

"Revano, kamu mau mama masakin apa? Mama akan masak makanan kesukaan kamu, maka dari itu kamu bangun heum? Bangun sayang hiks." wanita yang memanggil dirinya dengan sebutan mama itu, menggenggam tangan dingin milik anaknya yang sudah tidak bernyawa.

"Nilam sudah, kalau kamu begini terus Revano tidak akan tenang." ucap seorang lelaki, mengelus pundak Nilam dengan lembut.

"Anakku mas hiks, anakku."

"K-kak...Lo p-pergi? Kenapa? K-kenapa lo gak pamitan dulu?" tanya lelaki itu seraya menatap wajah tanpa rona milik sang kakak.

"Bangun kak, jangan kayak gini. Lo marah ya sama gue soal waktu itu? G-gue minta maaf."

"Gue tarik semua kata-kata gue waktu itu. Jadi, bangun kak hiks. Bangun gue mohon." Lelaki itu kalap, ia tidak bisa membiarkan kakaknya pergi begitu saja. Jadi, lelaki itu mengguncang tubuh tidak bernyawa itu dengan kasar.

"LO BOLEH MARAH SAMA GUE, LO BOLEH BENCI GUE, LO BOLEH KAK. TAPI GAK GINI CARANYA! BANGUN KAK HIKS, BANGUN!"

lelaki itu merunduk, memeluk jasad sang kakak dengan isakan yang keluar dengan pilu dari bibirnya.

"Kenapa? Kenapa lo ngehukum gue dengan cara seperti ini? Kenapa kak hiks, kenapa? Bangun kak."

Lelaki itu semakin merunduk, tangisnya semakin menjadi. Hingga di detik berikutnya ia di buat terkejut, tubuhnya seolah di tarik dengan paksa. Dan dengan keadaan bingung, keadaan yang semula di penuhi dengan tangisan yang menyayat hati itu berubah menjadi hening dan sepi.

GaReNdra (SELESAI)Where stories live. Discover now