Bab 2. Pengganggu bikin pusing

139 25 30
                                    

Cerita ini bakalan update setiap hari pukul 06.00 WIB, jadi ikutin terus keseruan setiap harinya, ya. :)
Happy reading....

***

"Pagi, Mas Evans!"

Evans yang terkejut sampai menjatuhkan kunci mobil dari tangannya. Sebenarnya bukan sapaan dengan nada ceria itu yang membuatnya syok hingga mematung di teras rumah saat ini, tetapi penampilan yang kini gadis di depan sana kenakan. Andai tidak mendengar suaranya tadi, Evans pasti sudah mengira gadis ini adalah arwah sang istri yang sedang mengunjunginya.

"Kamu apa-apaan, sih, Lian?" tanya Evans sembari mendekat ke arah mobilnya yang terparkir di halaman rumah. Laki-laki dengan wajah bule itu berusaha menetralkan debar jantungnya yang sempat berpacu cepat karena terkejut.

"Gimana penampilan aku hari ini? Cantik, nggak? Udah mirip Mutia?" Berlian segera mendekati mobil Evans sembari berputar bak tokoh putri raja, berharap mendapat pujian.

Evans yang enggan menjawab memilih masuk ke mobil. Namun Berlian dengan sigap ikut masuk dan duduk tenang di bangku penumpang.

"Kamu ngapain?" tanya Evans dengan nada malas. Sangat yakin gadis ini akan kembali berulah hari ini. Jika hari-hari biasanya Berlian sangat menganggu, maka kali ini kadarnya berkali lipat dengan penampilannya itu.

Berlian yang biasanya senang bernampilan seksi dengan rok ketat di atas paha, sekarang mengenakan dress longgar sepanjang lutut milik Mutiara, saudara kembarnya yang tidak lain adalah mendiang istri Evans. Lalu make up tebal yang biasanya terpulas lengkap, kali ini hanya terlihat alis dan bibirnya saja yang dipoles sederhana. Meski softlens yang selalu menghiasi matanya tidak juga ketinggalan. Saat ini gadis itu mengenakan warna biru, mirip dengan warna asli mata Evans. Dan lihat gayanya yang dibuat sok anggun itu, sungguh tidak Berlian sama sekali. Gadis ini biasanya sangat centil dan agresif, membuat Evans sering merasa risi dan juga malu saat mereka berada di tempat umum.

"Aku mau nengok Mutia juga, memangnya nggak boleh?" Berlian mengerucutkan bibir dengan gaya sok imut, tidak cocok sama sekali dengan Berlian.

Evans sampai bergidik melihat setiap tingkah yang Berlian tunjukkan, laki-laki itu pun memutuskan untuk tidak menanyakan apa pun lagi. Segera menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju makam sang istri. Hal rutin yang dilakukannya setiap pagi sebelum menjalankan aktifitas. Namun hari ini sedikit berbeda karena merupakan tepat tujuh tahun kepergian Mutiara, mungkin itu juga yang membuat Berlian berpenampilan seperti saudara kembarnya.

*

Selepas dari makam, Evans langsung pergi menuju kedai kopi yang sedang dikelolanya. Sampai saat ini, sudah genap enam tahun Bucin Coffee berdiri dan memiliki satu anak cabang. Satu cabang utama di Kota Tangerang, tempat tinggalnya saat ini, dan satu anak cabang di Jakarta Selatan.

"Kamu nggak ada kerjaan lain apa?" tanya Evans sedikit kesal karena Berlian tidak juga pergi. Laki-laki itu pikir setelah dari makam dia akan terbebas dari penganggunya yang satu ini.

"Nggak ada," jawab Berlian sembari bergelayut manja di lengan Evans. Setiap kali dilepas, pasti akan dilingkarkan lagi. Seterusnya akan seperti itu sampai Evans kesal dan menyerah.

"Pagi Mas! Kak Berlian." Sapaan dari Fadil, salah satu karyawan yang selalu datang paling awal karena dipercayai Evans untuk memegang kunci kedai. Evans tidak tersenyum ramah seperti biasa, hanya mengangguk karena tengah menahan jengkel.

"Kamu nggak usah kayak koala gini bisa, kan? Aku banyak kerjaan hari ini," ujar Evans saat sudah sampai di ruangannya. Tempat pribadi yang biasanya ditutup itu sengaja Evans buka pintunya setiap kali ada Berlian. Tujuannya tentu saja agar gadis ini tidak bertindak nekad.

Mr. COFFEE and Miss COOKIEUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum