24. Saya Butuh Kamu, Mara

7.6K 512 29
                                    


"Mas Arsen, makan malam udah siap!" teriak Jingga sembari menata menu makan malam di atas meja.

Sesekali gadis itu celingukan menatap pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tamu. Sekedar ingin memastikan kedatangan Arsen.

"Mas Arsen!" seru Jingga sekali lagi.

Bukannya Jingga tidak paham sopan santun, tapi sekarang gadis yang hanya memakai baju santai bergambar Mickey Mouse itu sedang cukup ribet di dapur. Jadi, ia memilih memanggil Arsen dari tempatnya sekarang daripada menghampiri ke kamar lelaki itu.

Tak berselang lama, terdengar derap langkah yang semakin dekat. Sudah bisa ditebak kalau pemilik langkah itu adalah Arsen.

"Ada yang perlu dibantu?" tanya Arsen begitu tiba di depan ruang makan yang menyatu dengan dapur.

Menoleh sekilas, Jingga lalu kembali sibuk dengan sayur sup yang ada di atas kompor.

"Nggak ada. Mas Arsen duduk aja. Ini tinggal nyiapin sayur supnya," jawab Jingga.

Menuruti permintaan Jingga, Arsen pun segera duduk. Sementara Jingga masih sibuk memindahkan sayur sup ke dalam mangkuk. Saat gadis itu masih sibuk di depan kompor tiba-tiba saja ponselnya yang tergeletak di atas meja berdering.

"Ada telepon," ujar Arsen dengan nada datar seperti biasa.

"Dari siapa, Mas?" tanya Jingga.

Sambil meraih ponsel Jingga, Arsen pun menjawab. "Bima," kata Arsen singkat.

Nada suaranya memang datar tak beremosi, namun beda lagi dengan keningnya yang sudah tampak berkerut. Heran melihat teman dari istrinya itu menelepon disaat jam makan malam seperti ini.

"Angkat aja, Mas. Palingan juga mau nanya soal tugas," pinta Jingga.

Arsen langsung menerima panggilan telepon dari Bima.

"Eh, Boncel! Lama banget, sih? Ngapain aja lo? Angon semut, ya?"

Suara Bima yang terkesan nyablak langsung terdengar karena Arsen sengaja mengaktifkan mode loud speaker.

Di tempatnya, Jingga sudah merutuk dalam hati. Ia menyumpahi Bima yang suka sekali memanggilnya dengan aneka julukan yang berbeda-beda setiap waktu. Mirisnya setiap julukan yang digunakan lelaki itu tak ada satupun yang normal. Menyebalkan sekali memang.

"Malah diem? Jawab! Jangan bilang lo mau menghindar gara-gara kejadian tadi siang? Ya, lagian lo juga, sih. Harusnya kalo emang nggak nyaman sekelompok sama Elkan lo ngomong sama gue. Jangan iya-iya aja!"

Ketika nama Elkan disebut Jingga langsung berbalik menghadap Arsen. Gadis bermata bulat itu melihat Arsen yang masih memegang ponsel sembari mengangkat sebelah alisnya.
Mampus! Rutuk Jingga dalam hati.

"Maaf nanti kamu bicara langsung aja sama Jingga. Sekarang dia lagi sibuk," tandas Arsen.

"Pak Arsen?! Kok, Pak Arsen yang angkat telepon saya? Pak Arsen ngapain malam-malam masih sama Jingga? Kalian cuma berdu–"

Bima tak sempat menuntaskan celotehan panjangnya karena Arsen sudah mematikan sambungan telepon lebih dulu. Dengan gerakan santai Arsen meletakkan ponsel Jingga di atas meja.

"Duduk!" titah Arsen pada Jingga yang masih berdiri kaku sambil memegang mangkuk berisi sayur sup.

Seperti kerbau dicocok hidungnya, Jingga menuruti perintah Arsen. Ia duduk dan meletakkan mangkuk sup di atas meja. Ragu-ragu ekor mata Jingga melirik Arsen yang mulai menyantap makan malam dengan tenang.

Aneh. Padahal, Jingga sudah merasa ketar-ketir. Dia benar-benar tidak nyaman dengan aura yang terpancar pada diri Arsen. Namun, lelaki itu malah tetap diam dan tenang. Tidak juga bicara atau berkomentar tentang apa yang didengarnya dari Bima. Terlebih lagi tadi siang Jingga juga belum menjawab pertanyaan Arsen soal siapa Elkan.

After We Got MarriedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora