18. Terbawa Suasana?

8.9K 465 3
                                    


"Di-dihukum?"

"Iya. Dihukum. Malam ini kamu tidur sama saya."

Jingga tidak bisa memejamkan matanya karena memikirkan Arsen juga kata-kata lelaki itu. Ia semakin gelisah saat ingat bahwa Arsen ingin mereka tidur satu ranjang di kamar lelaki itu. Tentu saja itu hukuman yang Arsen maksud. Arsen melakukannya dengan maksud ingin menjaga Jingga dan agar lelaki itu lebih mudah memantau Jingga jika butuh sesuatu.

Kini, Jingga masih berada di kamarnya sendiri dan sedang mengubur diri di dalam selimut. Jantungnya sudah berdebar-debar amat keras saat memikirkan sebentar lagi ia akan kembali tidur seranjang dengan Arsen.

Tak lama, pintu kamar Jingga diketuk dari luar. Disusul oleh suara Arsen serta derit pintu yang dibuka.

"Jingga?" panggil Arsen.

Jingga tetap menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia tidak berani menatap Arsen apalagi menjawab sapaan lelaki itu.
Ya, sekarang Jingga sedang berpura-pura tidur dengan harapan Arsen tak akan menyuruhnya pindah kamar dan mereka juga batal tidur seranjang.

"Sudah tidur?" tanya Arsen yang masih berdiri di ambang pintu.

Jingga mati-matian menahan gugup. Ia berusaha agar tidak menimbulkan kecurigaan. Namun, tampaknya usaha Jingga akan sia-sia karena kini Arsen tengah menyeringai. Lelaki itu sadar betul kalau Jingga sedang berusaha mengelabuinya.

Kaki panjang Arsen pun melangkah cepat memasuki kamar Jingga. Ia berhenti tepat di samping Jingga yang berbaring dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.

Tanpa ragu Arsen membuka selimut yang membalut tubuh Jingga.
Sejenak, ia memperhatikan wajah Jingga yang pura-pura tidur.
Arsen merendahkan tubuhnya, lalu dengan mudah ia mengangkat tubuh Jingga.

Mampus! Kok, malah jadi gini, sih? Jingga membatin panik. Ia sadar kalau Arsen sedang membawanya menuju kamar lelaki itu.

Hanya dalam hitungan detik Arsen telah menjejaki kamarnya sendiri.
Dengan perlahan-lahan ia pun menurunkan Jingga di atas ranjangnya.

Arsen duduk dan memperhatikan Jingga yang masih pura-pura tidur. Senyum miringnya terukir dengan jelas seiring tubuhnya yang semakin merendah dan wajah yang semakin dekat dengan wajah Jingga.

Seolah sengaja, Arsen menghela napas tepat di depan wajah Jingga. Matanya mengerling jahil ketika melihat kelopak mata Jingga bergerak-gerak gelisah dan keningnya berkerut.

Mampus! Gue mau diapain ini? Pak Arsen mau ngapain? Panik Jingga dalam hati.

"Jingga," bisik Arsen.

"Jangan lupa bernapas," lanjutnya yang sukses memaksa Jingga untuk membuka matanya.

Gadis itu bernapas dengan memburu dan berusaha mengais oksigen karena sejak tadi dia memang menahan napas saking gugupnya. Namun, saat bibirnya baru terbuka selama beberapa detik Arsen sudah memagutnya rakus. Tanpa aba-aba lelaki itu mencium bibir Jingga. Mencecap rasa dari bibir mungil yang selalu berwarna merah muda dan sering membuatnya salah fokus.

Apa ini? Apa-apaan ini? Jingga bahkan belum benar-benar melihat secara jelas bagaimana rupa Arsen di tengah cahaya remang lampu tidur yang menyala. Tetapi, matanya terpaksa menutup ketika merasakan betapa lembut dan lihai bibir Arsen dalam memainkan bibirnya. Membuatnya terhanyut dan nyaris tak mampu menapaki realita.

Tidak lama. Ciuman lembut itu berakhir. Dengan Arsen dan Jingga yang sama-sama terengah. Wajah Jingga bahkan sudah terlihat memerah dan pandangannya tidak benar-benar fokus. Gadis itu masih terkejut dengan apa yang baru saja Arsen lakukan padanya.

After We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang