#8 Girl's Like You | 1

398 49 4
                                    

"Konon katanya satu abad yang lalu, di pulau ini terdapat legenda. Legenda sepasang kekasih yang kabarnya mendiami pulau ini, mereka saling jatuh cinta dan tergila-gila satu sama lain. Suatu hari, ketika si pria pergi untuk melaut. Datang badai dan menenggelamkan perahunya, si wanita yang melihatnya hanya bisa berteriak lalu terjun ke laut untuk menyelamatkannya. Sejak saat itu mereka berdua hilang ditelan ombak dan air laut, ada yang berkata jika mereka sudah bersama di surga namun ada juga yang berkata mereka reinkarnasi menjadi lumba-lumba. Karena lumba-lumba, jika sudah menemukan pasangannya mereka akan setia selamanya."

Senyum cantik terpancar dari wajah Kim Ji Soo ketika selesai menceritakan dongeng yang sangat sudah dia hafal dengan di luar kepala. Mungkin sejak kecil dia sudah diceritakan dongeng seperti itu, tertanam dengan jelas dalam memori kepalanya yang cantik.

"Bagaimana ceritaku?" bibir Ji Soo mencebik kesal pada dua kepiting yang hanya terdiam dari dalam aquarium, "Kenapa kalian hanya diam?" protesnya ketika tidak ada respon dari hewan bercangkang yang sudah dia beri umpan sebelumnya.

Dari seberang tempat dia duduk, ada Ibunya yang tersenyum sembari menggeleng melihat tingkah anak gadisnya yang sedang berbicara dengan ikan-ikan milik mereka yang akan dijual. Malam nanti restoran mereka akan buka, si Ibu tengah menyiapkan segala macam bumbu dan bahan mentah yang sudah dia sesuaikan dengan menu. Sedangkan si Ayah tengah menggotong empat krat bir yang baru diturunkan dari mobil box.

"Ceritamu itu kisah yang menyedihkan sayang."

Kepala Ji Soo langsung menoleh kearah jendela dapur dari tempat duduknya saat ini, "Eomma, kenapa selalu menguping pembicaraanku?" protesnya.

"Aah, haruskah eomma meminta maaf karena tidak sengaja menganggu pembicaraanmu dengan Sebastian?" canda si Ibu sambil menunjuk lobster yang berada di samping Ji Soo dengan pisau yang dia pegang untuk memotong buah semangka.

"Aniya." jawab Ji Soo sambil beranjak dari tempatnya, "Mom's right, my voice is too out loud." lanjutnya dengan memamerkan deretan giginya yang rata.

"Okay, come here to help mom."

"Ne~"

Si Ayah yang baru menginjakan kakinya di teras menggeleng tidak percaya pada dua orang wanita cantik dalam hidupnya tengah berbincang layaknya turis asing. Kedua wanita-nya sama cerdasnya, dia bangga akan hal itu. Tapi, percakapan keduanya terkadang membuatnya iri karena mereka sangat fasih dalam pengucapan juga aksen. Berbeda jauh dengan dirinya yang masih memakai aksen korea ketika berbahasa asing sekalipun.

"Soo-ya, apa kamu tidak mau membantu Appa?" tegurnya ketika puteri cantiknya itu melewati dirinya begitu saja.

"Aah, ne. I'm sorry Dad." jawabnya sambil membantu si Ayah membawa dua krat kaleng bir dari pangkuannya.

"Kenapa kamu senang sekali berbahasa asing? Kita masih di Korea dan tidak ada satupun turis yang tengah datang kesini." protesnya.

Ji Soo dan si Ibu hanya bisa tertawa dalam merespon pembicaraan si Ayah, "Bukankah kamu yang menamai anak kita Ji Soo yang berarti 'Bijaksana dan Cerdas'? Wajar bukan jika anakmu itu berbahasa asing? Kamu saja yang terlambat untuk belajar, yeobo."

Ibu benar.

Mereka menamai Ji Soo yang memiliki arti bijaksana dan cerdas, dan anak mereka tumbuh sesuai dengan nama yang diberikan. Ji Soo tumbuh dengan baik sebagai siswi paling cerdas di sekolah sekaligus ketua kelas selama 12 tahun berturut-turut ketika di sekolah. Bahkan saat di kampus pun dia selalu memiliki kesibukan luar biasa yang membuatnya selalu dilirik oleh perusahaan-perusahaan besar.

Walau saat ini Ji Soo sedang cuti panjang dari pekerjaannya sebagai reporter, mengistirahatkan kakinya yang sempat mengalami cedera. Mengundurkan diri dari pekerjaan lamanya untuk fokus memulihkan kesehatannya di kampung halaman mereka, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Menenangkan diri selama dua tahun terakhir di kota kecil yang indah, dekat dengan laut yang selalu dilewati lumba-lumba setiap harinya.

Short Story Of HaeSooWhere stories live. Discover now