#5 Counting Stars | 2

442 100 1
                                    

Suasana ruang duka terlihat menyayat hati, semua orang silih datang bergantian untuk memberi penghormatan terakhir pada mendiang Kim Jae Seok. Di salah satu sisi ruangan ada seorang wanita yang terus menangis meraung tiada henti, seakan dia benar-benar kehilangan belahan jiwanya. Disamping kiri wanita itu terdapat dua anak yang hanya bisa menunduk sedih karena lagi-lagi kehilangan sosok pria yang sudah mereka anggap seperti Ayah.

Mata Kim Ji Soo terlihat lemah dengan pandangan kosong, wajahnya sudah bengkak memerah karena terus menerus menangis selama satu hari ini. Seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi pada hidupnya yang dengan cepat berganti keadaan.

Masih lekat dalam ingatannya, bagaimana satu minggu yang lalu Ayahnya masih bisa bercanda gurau dengannya. Mengejek kinerja dia yang lemah mental dihadapan para direksi perusahaan, mencoba menguatkan jiwa kepemimpinannya dalam memegang jabatan tertinggi di perusahaan mereka.

Cara Kim Jae Seok memberi semangat pada puteri satu-satunya memang agak berbeda, jika mental Ji Soo sedang dalam fase lemah maka Jae Seok akan terus menerus mengejeknya tiada henti hingga Ji Soo kesal. Tapi keesokan harinya semangat Ji Soo akan kembali berkobar dan siap menghadapi semua tantangan hari itu juga.

Hal yang sangat efektif yang pernah Ji Soo ketahui, pasalnya berbeda dengan kedua orang tua Jin Young yang selalu menyemangati dengan banyak kata-kata penyemangat jika sahabatnya itu sedang down. Melihat hal itu membuat Ji Soo lebih banyak bersyukur mempunyai Ayah seperti Jae Seok, hal luar biasa yang pernah ada dalam hidupnya.

Tapi itu dulu.

Air mata Ji Soo kembali menetes mengingat kenangan Jae Seok yang selalu mengatainya lemah dan tidak cantik, tidak sesuai dengan arti namanya yang memiliki makna ambisius dan indah. Tangannya kembali mengusap air mata yang jatuh menetes pada pipinya, kepalanya tetap menengadah pada foto Jae Seok yang terlihat sangat tampan. Rangkaian bunga yang indah dan megah menghiasi disepanjang sisi foto yang berpusat di tengah.

Sudah dua jam berlalu sejak mereka duduk dalam ruang duka tersebut, para tamu yang terdiri dari kolega bisnis Jae Seok terus berdatangan dan menyalami Ji Soo yang terlihat paling sedih diantara keempat wanita disana. Mereka tahu jika Ji Soo adalah anak kebanggaan Jae Seok, sehingga mereka lebih menghormatinya dibanding dengan isteri Jae Seok saat ini.

'Soo-ya, nan gwaenchana? Aku sudah tiba di airport dan akan segera pulang, tunggu aku agar bisa menemanimu.'

Bunyi pesan yang Jin Young tuliskan satu jam yang lalu, dia masih tidak bisa untuk membalasnya. Jemarinya seakan lemah untuk sekedar mengetik dan membalas pesan dari sahabatnya itu. Ji Soo tahu jika Jin Young tengah melakukan perjalanan bisnis, dia memahami cara kerja Jin Young yang sedang semangat demi mengejar jabatan. Hal yang sama seperti yang dia lakukan saat ini, seharusnya Ji Soo juga tengah berada di Jepang karena harus menghadiri rapat kerjasama dengan salah satu perusahaan disana.

Namun dia diberi kabar jika Jae Seok masuk rumah sakit kemarin malam dan menghembuskan nafas terakhirnya setelah Ji Soo tiba. Membuatnya tidak percaya dengan apa yang terjadi, karena setahunya kesehatan Jae Seok sangat baik. Ayahnya itu rajin berolahraga dan selalu makan-makanan yang sehat, namun takdir berkata lain.

Dia mencoba menerima takdirnya untuk kali ini, ditinggal oleh kedua orang tua yang masih dia butuhkan dan dia sayangi. Usianya memang belum menginjak kepala tiga, namun di dunia ini hanya mereka yang selalu berada disisinya. Selalu mendukung sebagai orang tua, sahabat juga musuh.

"Lihat, dia terlihat yang lebih menyedihkan dibanding wanita disampingnya. Wanita tua itu tidak benar-benar sedang menangis, dia hanya sedang berpura-pura." ujar seorang wanita berambut panjang yang diikat dan memakai kacamata.

Short Story Of HaeSooWhere stories live. Discover now