Bagian 27

1.4K 138 4
                                    


"Hancur kenapa, Dan? bukankah dengan keberadaan mereka, kamu bisa terlindungi dari gangguan jahat dunia gaib?" tanya Katya dengan penuh penasaran atas ucapan Zidan.

"Justru dengan keberadaan mereka, hatiku selalu merasa takut jika amal ibadahku ditolak, Ya. Apa kamu tidak tahu, keadaanku setiap saat selalu merasa was-was, takut jika tanpa aku sadari aku berharap pada kekuatan mereka untuk membantuku, bukan memohon pertolongan dan perlindungan Tuhan. Apalagi agama kita tidak mengizinkan kita memiliki ikatan dengan dunia mereka."

"Sungguh, Ya, jika aku bisa membuang mereka, aku akan membuang mereka, tapi aku tidak bisa. Kalung yang kamu pakai, setiap kali aku sengaja meninggalkannya, dia akan sampai lebih dulu di tempat tujuanku. Dia baru bisa kutinggalkan saat aku memberikannya kepada orang lain, seperti saat aku memberikannya kepadamu, maka kalung itu melekat padamu, bukan kepadaku lagi. Jika kamu meninggalkan kalung itu, Ya, maka ia akan sampai di tempat tujuanmu lebih dulu. Seperti itulah mereka mengikat diri dengan dirimu."

"Tapi aku juga tidak bisa membiarkannya lama-lama ada di tanganmu, Ya, aku takut kamu akan bergantung pada kalung itu, mengotori hati dan keimananmu, sehingga tidak sempurna lagi keyakinanmu pada Tuhan. Aku malah akan berdosa lagi atas dirimu jika itu terjadi, Ya, karena itu aku memintanya lagi."

Katya menelan ludah, merasa apa yang dikatakan Zidan sudah ia rasakan sekarang. Ia sudah merasa amat bergantung pada perlindungan laki-laki tua di kalung tersebut. Ia bahkan tidak pernah lagi menengadahkan tangan ke langit, menempelkan dahinya ke tempat sujud, bahkan membasuh tubuhnya untuk bersuci. Katya seakan tersindir, bahwa ia sudah bergantung pada kalung itu. Padahal ia ingat sendiri ucapannya ketika meminta bantuan si laki-laki tua. "Bantu aku atas izin Tuhan," lalu pergi kemana Tuhan yang ia sebut itu?

"Dan, aku janji, setelah semuanya jelas, aku akan mengembalikan kalung itu kepadamu," jawab Katya yang merasa sepertinya Zidan adalah orang yang tepat memegang kalung berbatu putih tersebut, bukan dirinya.

Hembusan nafas berat keluar dari Zidan, selama ini ia tidak pernah meminta apapun pada sosok di tubuhnya, juga kepada kalung berbatu putih tersebut, bahkan ia tidak pernah melihat sosok laki-laki tua yang dikatakan Katya. Zidan merasa, dengan memegang kalung itu, ia akan melindungi orang lain dari kesyirikan—meski itu menguji keteguhan hatinya kepada Tuhan.

Mereka menyempatkan diri untuk ibadah dan makan siang di tengah perjalanan. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan setelah istirahat lebih kurang satu jam di rest area. Menyusuri jalan lintas pulau jawa yang lumayan ramai di akhir pekan.

"Dan, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Katya kembali membuka suara lebih dulu setelah mobil meninggalkan rest area yang mereka singgah.

"Silahkan, Ya, aku tidak melarangmu."

"Aku selalu melihatmu di dalam mimpiku, Dan, aku melihatmu bersama ayahku di mimpi yang hampir setiap hari berulang, boleh aku tahu pendapatmu akan hal itu? kenapa selama aku merasakan hal aneh ada kamu di mimpiku?" Katya bertanya dengan sorot mata penuh penasaran kepada Zidan.

"Itu mimpimu, Ya, bagaimana mungkin aku bisa menjawabnya?" Zidan balik bertanya. Meski Katya terus melihat wajahnya, Ia tetap berusaha tenang dengan fokus ke jalan yang mereka lalui.

"Tapi ada penjelasan orang kalau kita memimpikan seseorang, maka berarti orang itu pasti sangat merindukan kita," pancing Katya.

"Ada juga pendapat lain, kamu memimpikan seseorang, karena kamu merindukan orang itu. Lagi pula mimpi itu milik pribadi, rasanya tidak tepat menimpakannya pada orang lain," ucap Zidan tanpa beban.

Katya tersenyum tipis, Zidan pandai sekali membalikkan kata-katanya. "Lalu kenapa kamu selalu mendoakan keselamatanku setiap saat, Dan? apa ada sesuatu yang kamu rasakan untukku?" tanya Katya yang kali ini membuat tubuh Zidan membeku, nafas laki-laki itu terasa berhenti di detik itu juga. Matanya tak bisa berkedip, detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Where stories live. Discover now