Bagian 8

1.4K 139 7
                                    

Katya membuka mata, ia bangun dari tidurnya. Gadis itu menoleh kepada ibunya yang duduk seraya membaca kitab suci. Sementara di dekat pintu ruangan yang tertutup terlihat Faris tengah bermain mobil-mobilan. Katya menggerakkan tangan, membuatnya ibunya—Bu Dyah menoleh.

"Katya sudah bangun?" ucap Ibunya mengakhiri kegiatannya mengaji. Ia kemudian berdiri mendekati putrinya seraya menaruh kitab di nakas samping ranjang Katya.

"Minum, Bu," lirih Katya dengan suara pelan.

Lekas Bu Dyah membantu Katya minum. Faris yang menyadari mamanya sudah bangun bergegas berlari ke dekat ranjang Katya.

"Mama!" panggilnya.

Katya menoleh setelah selesai minum. Ia tersenyum tipis kepada putranya. "Ayah mana, Faris?" tanya Katya dengan suara sedikit serak.

"Rian mengantar ibunya pulang, Ya," jawab Bu Dyah.

Katya mengangguk pelan. Bu Dyah memandang putrinya dengan perasaan sedih. Tak mengira akan ada kejadian seperti ini menimpa putrinya. Banyak hal yang ingin ditanyakannya kepada Katya. Tapi urung disampaikan, teringat kata dokter agar Katya tidak diajak bicara dulu. Apalagi Bu Dyah takut kalau ia bertanya yang ada malah membuat Katya mengingat kecelakaan itu dan anaknya menjadi trauma.

Namun tanpa ditanya pun, pikiran Katya sudah melayang pada kejadian tersebut. Wajahnya yang sebelumnya tampak lelah seketika berubah cemas. Ia menoleh kepada Bu Dyah. "Nenek tua yang kutolong itu gimana keadaannya, Bu?"

Raut wajah Bu Dyah yang sebelumnya sedih berubah menjadi bingung.

"Nenek tua siapa, Ya?" tanya Bu Dyah balik bertanya.

Faris yang sekarang sudah naik ke ujung ranjang mamanya hanya mendengar percakapan yang tak ia mengerti itu.

"Nenek-nenek, Bu. Aku membantu dia menyeberang jalan, makanya kecelakaan ini terjadi."

Bu Dyah menggeleng, ia keheranan mendengar penjelasan Katya, "kamu kecelakaan sendiri, Ya, nggak ada nenek-nenek yang kecelakaan juga bersamamu."

Kali ini wajah Katya yang berubah bingung, dahinya berkerut seakan tak percaya dengan ucapan ibunya.

"Nggak mungkin, Bu, aku sendiri yang membantu dia menyeberang jalan. Kalau aku kecelakaan, dia pasti juga kecelakaan, karena aku yang memegang pundaknya, Bu."

Bu Dyah menggeleng lagi, "nggak usah kamu pikirkan dulu, Nak. Ibu juga nggak tahu apa yang terjadi, nanti kalau Rian sudah kembali, kamu bisa bertanya sama dia. Soalnya hanya Rian yang bicara dengan polisi dan sopir mobil yang menabrakmu."

Hembusan nafas Katya keluar dengan berat. Ia mengusap rambutnya, cemas dengan keadaan nenek tua tersebut. Sementara Bu Dyah memandang anaknya dengan hati tak kalah khawatir. Nenek siapa? tidak ada yang menyebut nenek-nenek dalam kecelakaan putrinya.

"Faris," lirih Katya lagi, ia menoleh kepada Faris yang tampak bingung melihatnya. Anaknya itu sebenarnya amat senang melihat mamanya sudah siuman. Namun melihat keadaan Katya yang masih lemas, ia malah urung untuk banyak bicara.

"Faris main dibawah aja, ya, jangan di ranjang mama, kaki mama masih sakit, Sayang," ucap Katya kepada anaknya itu dengan lembut.

"Iya, Ma." Faris menurut patuh, ia tak ingin menyakiti mamanya dan segera turun dari ranjang Katya.

Katya menoleh kepada ibunya lagi. "Bu, aku mau cerita sesuatu," ucapnya dengan sedikit bimbang.

"Cerita apa, Ya? apa ada masalah?"

Katya tampak gelisah. "Nggak, Bu, nggak ada masalah, ini tentang apa yang Katya rasakan belakangan ini."

Bu Dyah kemudian duduk di kursinya lagi, ia menatap serius kepada anaknya tersebut. "Kamu mau cerita apa? ceritakan saja pada ibu."

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Where stories live. Discover now