Bagian 2

2.5K 180 2
                                    

Di mata Katya terlihat semuanya serba putih, ada dua orang di depannya yang tengah berdoa, membelakanginya. Katya pun menyadari bahwa ia juga sedang berdoa seperti dua orang tersebut, dengan kedua tangan terangkat hingga depan dada dan menengadah ke atas. Katya memperhatikan tangannya yang tertutup oleh mukenah berwarna putih bersih.

"Aamiiin ..." ucap seorang laki-laki yang suaranya terdengar berat. Katya meyakini suara itu adalah suara seorang laki-laki paruh baya.

Tangannya bergerak, mengikuti kata amin seraya mengusap wajahnya dengan lembut. Laki-laki yang berada di depan Katya berbalik badan, sadarlah Katya bahwa laki-laki itu adalah ayahnya yang telah meninggal sejak ia masih remaja. Seketika air mata haru membasahi pipi Katya, melihat dengan jelas sosok yang amat ia rindukan sepanjang hidupnya. Laki-laki itu balas tersenyum hangat yang membuat kerinduan Katya semakin mendalam ia rasakan.

Katya memperhatikan dengan lekat wajah ayahnya. Kulitnya putih bersih, janggut beliau sedikit panjang dan kumisnya hitam tipis. Senyuman ayahnya tenang, membuat Katya luluh oleh rasa rindu yang menggunung. Katya mencoba bergerak, mendekati sang ayah yang memakai pakaian serba putih bersih.

Belum sampai Katya menyentuh ayahnya, tiba-tiba orang yang tadi menjadi imam sholat mereka tiba-tiba ikut berbalik badan. Laki-laki itu melihat datar kepada Katya. Wajahnya tampak tidak berekspresi sama sekali. Membuat Katya urung menyentuh wajah ayahnya.

Mata Katya melihat lekat wajah laki-laki itu. Wajah yang terasa amat familiar untuknya. Tapi Katya tidak bisa mengingat dimana ia pernah bertemu laki-laki tersebut.

Mata Katya terbuka, nafasnya terasa tercekat di pangkal tenggorokan. Mendapati yang barusan hanyalah sebuah mimpi. Katya lekas duduk, dan membuang nafas dengan panjang. Entah mengapa ia merasakan sesak di dadanya. Air bening juga ikut mengalir pelan di pipinya.

"Ayah," lirihnya. Katya mengejapkan mata, memegang dahinya yang terasa sedikit sakit.

Di saat itu Katya merasakan dahinya amat basah oleh keringat. Gadis itu memeriksa pakaiannya, benar, semuanya basah oleh keringat. Katya kembali membuang nafas panjang. Untuk kemudian ia menoleh kepada suaminya yang masih terlelap tidur.

Gadis itu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Dengan mata terpejam berusaha mengingat apa yang barusan ia mimpikan. Ketika sibuk mengingat mimpi itu seraya terus merapikan rambutnya. Tiba-tiba saja mulut Katya bergumam lirih.

"Zidan ... iya itu Zidan," ucapnya yang mengingat sosok di dalam mimpi tadi, "kenapa aku tiba-tiba mimpiin Zidan dan ayah?" tanyanya dengan bingung.

Zidan adalah teman Katya semasa SMA dulu. Mereka sempat satu kelas ketika kelas dua SMA, namun sudah pisah lagi saat kelas tiga. Setelah tamat SMA, Katya tidak tahu lagi kabar tentang Zidan. Bertemu pun mereka sudah tidak pernah lagi. Tapi entah mengapa malam itu ia memimpikan sosok tersebut.

Di satu sisi Katya senang bisa melihat ayahnya lagi meski hanya dalam mimpi, namun di sisi lain, ia bingung kenapa Zidan tiba-tiba saja masuk ke dalam mimpinya, dan terlintas dalam ingatannya. Tak mau memikirkan mimpi barusan secara berlebihan, Katya memilih untuk berdiri dari ranjangnya. Gadis itu kemudian keluar dari kamar. Katya memperhatikan ruang tamunya yang gelap karena lampu dimatikan oleh Rian sebelum tidur.

Setelah menghidupkan lampu ruang tamu, Katya berjalan ke arah ruang tengah, melewati lemari pajangan rumah yang berisi berbagai perabotan. Kemudian melihat televisi yang mati dan menoleh pada jam dinding di atasnya. Baru jam dua pagi. Katya berjalan lurus ke arah dapur, lalu berbelok menuju kamar mandi. Gadis itu membuang hajat sebentar. Setelahnya ia membasuh muka di wastafel dan merapikan lagi rambutnya yang acak-acakan.

Mata Katya memperhatikan wajahnya yang tampak sedikit pucat. Ia masih merasa kelelahan.

"Apa aku memang terlalu banyak bekerja di rumah ibunya Mas Rian ya? kok masih capek juga rasanya?" gumamnya seorang diri. Katya menggeleng dan membuang nafasnya dengan pelan, ia tidak ingin mengeluh karena membantu mertuanya tersebut. Gadis itu mematikan air di wastafel. Saat hendak berbalik badan, matanya kembali tertuju kepada bunga kantil yang kembali ada di ujung wastafel.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Where stories live. Discover now