Bagian 25

1.4K 142 2
                                    

Katya baru saja bangun dari tidurnya. Malam itu terasa dingin menusuk tulang. Ia duduk di tepi ranjang, lalu melihat Faris dan ibunya tengah tertidur pulas. Kepala Katya serasa sedikit sakit, ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke luar kamar Faris. Di ruang tengah, ia melihat pintu kamarnya yang tertutup, hatinya kembali merasa sedih, teringat sosok Rian yang selama ini selalu menyayanginya. Hal yang membuat bahwa tuduhan atas Rian itu sungguh tak masuk akal.

"Kamu belum mengembalikanku juga?" suara seorang laki-laki terdengar dari dapur.

Katya menoleh ke sumber suara. Tampak laki-laki tua tengah berdiri di samping meja makan.

"Ini belum selesai, Pak," jawab Katya dengan datar. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Melewati posisi Laki-laki berdiri.

"Kamu sudah tidak mengalami hal aneh lagi, kan? tidak ada lagi yang mengganggumu, itu sudah bukti kalau keadaanmu udah aman. Bahkan ayahmu sudah pergi dengan perasaan tenang."

"Tapi bagiku ini semua belum selesai, aku tidak percaya bahwa dialah pelakunya," tunjuk Katya ke arah kamarnya, matanya melotot marah pada si laki-laki tua

"Itu urusanmu, bukan urusanku, kembalikan aku kepada laki-laki itu," ucap Laki-laki tua dengan suara yang masih tenang. Ia tak tersulut dengan suara Katya yang penuh emosi.

"Tidak!" jawab Katya tidak mau mengalah.

"Dasar manusia tak tahu diri, entah mengapa laki-laki itu malah memberikanku kepadamu," ujar Laki-laki tua yang mulai sedikit emosi.

"Aku tidak percaya dia pelakunya, Pak." Suara Katya tiba-tiba berubah sedih, matanya berkaca-kaca, ia tidak ingin laki-laki tua marah dan meninggalkannya, takut jika kejadian aneh kembali mengganggu hidupnya. "Jika aku mengembalikan kalung itu, maka bisa saja makhluk itu datang dan membunuhku."

"Aku sudah punya kesepakatan dengan Ratu bergaun merah. Dia tidak akan mengambilmu, karena jiwa pelakunya sudah diambilnya sebagai penebus janji mereka."

"Tidak!!!" bentak Katya dengan air mata menetes, ia sungguh amat emosional atas tuduhan kepada suaminya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan itu. "Dia suamiku, dia mencintaiku, aku yang merasakan ketulusan cintanya. Tuduhan ini benar-benar tidak bisa diterima," jawab Katya dengan terisak.

Laki-laki tua kembali bersikap tenang. Ia diam memperhatikan wajah Katya dengan lekat. Mereka hening untuk waktu yang cukup lama. Katya lekas mengambil air minum, ia berpaling dari laki-laki tua seraya merapikan rambut hitam kemerahannya yang berantakan.

"Pergilah ke sebuah gunung yang menyimpan guci kuno Eyang Jugo. Disana kamu akan menemukan jawabannya. Laki-laki yang memberikanmu kalung itu tahu dimana tempatnya," ucap Laki-laki tua setelah Katya selesai meminum segelas air.

Katya memutar kepala, menoleh lagi kepada laki-laki tua dengan nafas tertahan. Namun dalam satu kedipan mata, semuanya berubah. Katya membuka mata dan melihat ke langit-langit kamar Faris. Tubuhnya terasa berkeringat dingin, bajunya terasa basah. Katya mengeluarkan kalung berbatu putih yang sekarang sudah ia kalungkan ke leher semenjak Rian meninggal.

Tertegun untuk sesaat, rasanya apa yang terjadi barusan amat nyata. Benar-benar nyata, bukan mimpi sama sekali. Katya melihat ke arah Faris yang masih tertidur nyenyak dalam pelukan Bu Dyah. Pikirannya kemudian teringat akan mimpi barusan.

"Zidan," gumam Katya seorang diri. Ia harus bertemu dengan Zidan. Katya benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Rian. Apa benar suaminya sudah berhubungan dengan Ratu bergaun merah? dan menjadikan Katya tumbal perjanjian mereka.

***

Baru beberapa hari kemudian, Katya akhirnya bisa bertemu lagi dengan Zidan. Setelah beberapa kali Meta menghubungi laki-laki itu, akhirnya Zidan bisa meluangkan waktu untuk bertemu. Siang itu, Zidan dan Meta datang langsung ke rumah Katya. Dengan suasana yang lebih baik dan keadaan Katya yang sudah sehat—tidak seperti pertemuan mereka di rumah sakit.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Where stories live. Discover now