Bagian 9

1.4K 124 1
                                    

Rian memperhatikan Katya yang berbaring di ranjang dengan membelakanginya. Laki-laki itu sekarang merasa bingung, seperti apa caranya untuk menghadapi Katya. Ia menerangkan apa yang ia lihat dan ia dengar dari orang-orang yang melihat peristiwa itu. Tidak ada nenek-nenek seperti yang diceritakan oleh Katya.

Sementara Katya hanya diam seribu bahasa, kalut dengan rasa sedih dan cemas di hatinya. Ia tidak terima disudutkan seperti ini, ia tidak segila itu untuk bunuh diri di depan sekolah anaknya. Namun jika benar apa yang dikatakan Rian bahwa ia menyeberang sendiri, lalu siapa nenek-nenek yang ia bantu? Ini bukan masalah sepele. Apa yang dialami Katya hampir saja merenggut nyawanya.

Setelah diam-diaman hingga lima belas menit, Rian mendekati Katya seraya memegang tangan Faris yang sedari tadi hanya bisa diam memeluk Rian di sofa. "Ya, aku sama Faris pulang dulu ya, kamu malam ini sama ibu dan Mas Dani di sini. Aku besok harus kerja dan Faris juga harus ke sekolah," ucap Rian selembut mungkin pada istrinya.

Katya menoleh kepada Rian dan mengangguk. Ia kemudian menoleh kepada Faris yang tampak cemas memandangnya.

"Faris di rumah sama Ayah dulu ya, nanti kalau mama sudah boleh pulang sama dokter, baru kita kumpul lagi di rumah," ucap Katya tersenyum pada anaknya.

Faris hanya mengangguk patuh.

"Jadi anak penurut ya sama Ayah," tutup Katya.

Rian dan Faris kemudian pamit pergi, meninggalkan Katya bersama ibu dan kakaknya di rumah sakit. Sebenarnya berat untuk Rian meninggalkan istrinya disana, namun ia harus tetap berpikir logis. Ia harus tetap bekerja dan mengurus anaknya.

Selepas kepergian Rian, Dani yang sedari tadi tak banyak bicara mulai mendekati Katya yang sekarang kembali duduk dari posisi berbaringnya. Dani menyentuh dahi adiknya, memastikan suhu tubuh Katya normal. Bu Dyah yang tengah membuka bungkusan nasinya melihat kedua anaknya itu dengan perasaan sedikit tenang.

"Mas percayakan sama aku?" tanya Katya memandang wajah kakaknya yang berkulit sawo matang, berambut pendek dengan kumis dan jenggot tipis di wajahnya.

"Mas nggak melihat kejadian itu, Ya, Mas juga nggak melihat CCTV yang dibilang sama Rian, dan Mas juga nggak mendengar apa yang dijelaskan orang-orang yang melihat kejadian itu, jadi Mas nggak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah," terang Dani yang tahu bahwa adiknya pasti akan menanyakan hal itu, mencari orang yang percaya kepadanya dan mendukung apa yang ia sampaikan.

"Aku bukan orang gila yang ingin bunuh diri, Mas," ucap Katya dengan perasaan sedikit kecewa.

"Mas tahu, Ya, sekarang benar kata ibu tadi, kamu jangan banyak pikiran dulu, biar kamu cepat sehat dan bisa pulang ke rumah dengan cepat."

Katya pada akhirnya mengalah. Ia tidak bisa memaksakan siapapun untuk percaya dengan apa yang diceritakannya. Malam itu pun berlalu tanpa ada kejadian aneh yang dialami oleh Katya. Kecuali untuk satu hal, yaitu tentang mimpi Katya yang tengah berdoa dengan ayahnya dan Zidan. Selain itu, Katya dapat merasa lebih tenang karena ibunya malam itu juga kembali mengaji, membuatnya merasa aman dari gangguan-gangguan aneh

***

Hari berikutnya, Dani pergi dari rumah sakit sebelum shubuh. Ia harus pulang ke rumah untuk mengurus tokonya dulu, menengok istri dan anaknya serta mengurus beberapa keperluan. Sementara Rian sibuk bekerja dan bertemu dengan beberapa klien penting. Pekerjaan kantoran memang menuntut Rian untuk selalu ada di kantor, sehingga ia tidak bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk istrinya.

Jadilah Bu Dyah mengurus Katya di rumah sakit seorang diri, menyuapi anaknya sarapan, menemani ke kamar mandi hingga membasuh badan Katya dengan kain basah—karena Katya tidak merasa nyaman dengan bau badannya.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Where stories live. Discover now