Devotion 33 : Chill Game

1.1K 218 101
                                    

Di sore itu, tidak seperti biasanya Airlangga hanya mondar mandir di ruangan kerjanya, pria berusia 20 tahunan itu seperti sedang berpikir keras karena sebuah masalah

"Apa yang kau pikirkan, Airlangga?"

Indonesia tersenyum, tangannya meraih secangkir teh di atas meja lalu meminumnya perlahan, Airlangga terdiam sejenak meskipun gelisah

"Kau tak perlu berprasangka buruk begitu, bukannya bagus jika Amerika mau berdamai dengan kita, kan?"

Ucap Indonesia dengan santai, Airlangga yang mendengarnya makin merasa gelisah, dia merasa ada yang salah dengan semua ini, entah mengapa jika negara barat mulai bersikap baik, disitulah kecurigaan mulai menggerogoti pikirannya

Mungkin terdengar berlebihan, tapi Airlangga memang penuh dengan kewaspadaan terhadap apapun, termasuk dengan Bill, sang presiden Amerika Serikat yang baru saja dilantik sebulan lalu, dan keputusan pria itu untuk memperbaiki relasi diplomatik dengan Indonesia

Seolah sudah paham betul dengan apa yang dipikirkan oleh anaknya itu, Indonesia mendaratkan tangannya diatas kedua bahu kokoh Airlangga, kemudian tersenyum manis, suatu momen langka karena Indonesia jarang sekali tampak tersenyum

"Kau tidak bisa menghakimi suatu negara hanya karena kesalahan yang dibuat satu orang, Airlangga..."

Ucap Indonesia dengan penuh kebijaksanaan, membuat Airlangga terdiam sejenak kemudian tersenyum kecil, dia merasa sangat beruntung karena memiliki Indonesia sebagai orang tua yang menyayanginya

"Airlangga, aku ingin bertanya..."

Airlangga mengangguk, tangan kokoh pria itu berkutat diantara beberapa berkas yang entah apa isinya, dia tetap fokus pada hal itu hingga sang ayah mengajukan pertanyaannya

"Apa kau tidak ingin menikah?"

Pria itu terdiam, kemudian menoleh ke arah Indonesia yang masih saja tersenyum penuh arti, membuat pria di hadapannya meneguk ludah

Seumur hidupnya sebagai sesosok makhluk yang menyerupai manusia, perkataan itu tidak pernah melintas sedikitpun di kepalanya, kalaupun dia mau, apa ada perempuan yang mau dengan manusia jadi jadian seperti dirinya ini? tidak mungkin, kan?

Airlangga memang dekat dengan para pejabat, perdana menteri hingga presiden dari negara lain, dan tidak sedikit juga dari mereka yang jatuh hati ketika melihat visualnya yang rupawan, namun kata 'romansa' tak pernah melekat sedikitpun di otak pria itu, seolah dia memang terlahir untuk tak mencintai seorangpun manusia di muka bumi ini

"Meow... Meow!"

Seekor kucing kecil dengan bulu berwarna putih melompat ke paha Indonesia, hidung mungil berwarna merah muda itu mengendus aroma wangi nan manis yang menguar dari tubuh sang personifikasi negara, aroma kayu manis dan rempah rempah yang selalu menarik hati

Indonesia terkekeh pelan, jemari lentik miliknya mengelus helaian bulu kucing di pangkuannya dengan lembut, menatap sang kucing dengan visual imut di hadapannya ini

Bicara soal visual, Airlangga memang memiliki reputasi yang sangat buruk di dunia internasional karena sifat diktator dan kebijakannya yang selalu lekat dengan kontroversi, namun semua itu seolah tertutupi ketika dirinya sudah menampakkan diri di media, tidak ada seorangpun yang akan menolak pesona pria itu, baik dia laki laki atau perempuan.

"Ayahanda... sebenarnya..."

Indonesia tertawa kecil, kemudian meminum teh yang kini telah tersisa setengah dari dalam cangkir kristal itu, tidak peduli jika Airlangga kini sudah semakin gugup saja dibuatnya

"Aku rasa kau juga membutuhkan seorang pendamping hidup..."

Airlangga terdiam sejenak

Baginya, tiap permintaan Indonesia adalah perintah mutlak yang harus segera dilaksanakan, tapi bagaimana caranya mendapatkan pendamping hidup jika dirinya saja selalu sibuk pada berkas berkas di kantor?!

DevotionWhere stories live. Discover now