44. Hari Bahagia (Ending)

5.2K 345 130
                                    

Gugup. Satu kata yang cukup menggambarkan bagaimana kacaunya Rio. Berkali-kali ia merapikan jas yang sudah rapi. Berjalan bolak-balik dari ranjang ke depan kaca karena takut penampilannya tidak memuaskan. Tangannya menggenggam tisu karena keringat dingin yang terus keluar. 

"Tenang Rio, tenang ... tarik napas ... buang ..." Rio terus menyugesti dirinya sendiri agar tak terlalu gugup.

Suara pintu terbuka membuat Rio berjengit kaget. Ia menekan dadanya sendiri karena detak jantung yang semakin menggila seolah jantung itu bisa keluar dari dada dengan sendirinya.

"Mama ngangetin!" pekik Rio begitu mendapati entitas penyebab jantungnya semakin berdetak anomali.

"Padahal mama udah ketuk pintu, loh!" Zahra berjalan masuk perhalan. Menahan senyum melihat kegugupan sang anak yang terlihat sangat jelas.

"Gugup? Padahal bukan pertama kali loh!"

"Ish, Mama! Meskipun ini bukan pertama kali buat Rio, tapi sensasinya tetep aja bikin gugup, Ma!"

"Cih, cemen!" cibir Zahra yang membuat Rio melotot tak terima.

"Mama mana tahu sih rasanya, kan yang mau ngucapin ijab qabul pihak laki-laki, iya nggak, Pa?"

Zahra menoleh, dan mendapati suaminya yang tengah berdiri di ambang pintu.

"Tapi papa nggak segugup kamu, tuh!" Hanafi memainkan alisnya tengil. Merasa puas melihat Rio yang kini menekuk mukanya. Merasa kesal karena tak mendapat pembelaan dari sang papa.

"Papa kamu bohong tuh! Dulu aja prosesi akad nikah sampai ditunda lima belas menit karena papamu bolak balik ke kamar mandi."

Rio mendongak, tertawa puas melihat sang papa yang ganti menekuk wajahnya karena aib masa lalunya dibuka oleh sang istri.

"Mama ih, tadi kan papa udah belain mama, kenapa sekarang gantian nyerang papa?" Hanafi cemberut, Zahra tertawa puas. Menggoda dua lelaki beda generasi ini memang menyenangkan. Ah, membayangkan Atan yang perlahan akan tumbuh dewasa dan bertingkah layaknya Rio dan sang suami membuat Zahra merasa tak sabar. Apalagi ia sebentar lagi mendapat menantu cantik yang membuatnya mendapat teman perempuan. 

"Tadi mama habis dari kamar pengantin perempuan, mau lihat foto Nak Ify nggak? Cantik banget!"

Rio menggigit bibir. Ia memang penasaran, tapi takut jika ia akan meleleh karena mentalnya sedang tahap pemanasan demi kelancaran ijab qabul lima belas menit lagi.

"Jangan, Ma! Rio nggak kuat nanti."

"Yakin? Mama udah foto banyak tadi," goda Zahra sambil mengeluarkan ponsel dari tas tangannya, berniat menunjukkan foto Ify yang membuat Rio lantas bangkit, menggiring kedua orangtuanya keluar dari kamar.

"Sebaiknya mama sama papa keluar dulu, Rio mau siap-siap."

Lantas pintu tertutup, tersisa Rio yang mencoba dan berlatih kembali ijab qabulnya. Rasa gugupnya sudah berkurang sedikit berkat orangtuanya. Kini Rio sudah saatnya keluar dan mengucapkan janji suci demi mengikat sang pujaan hati.

"Kak!"

Untuk kedua kalinya, Rio berjengit kaget karena pintu yang terbuka tiba-tiba di saat ia ingin membuka pintu dari dalam.

"Eh iya Ray, ada apa?" tanya Rio begitu mendapati calon adik iparnya berdiri di hadapannya. Sudah dari seminggu yang lalu, Ray berhenti memanggilnya Om dan sebagai gantinya memanggilnya dengan sebutan 'Kak'.

Ray tersenyum tipis. "Cuma mau lihat aja kok, Kak!"

Rio membalas senyuman Ray, lantas menepuk pundak calon adik iparnya itu. "Doakan saya nanti lancar ucap ijab qabulnya, ya!"

Hey, Mama! ✔️Where stories live. Discover now