33. About the Past

4.3K 519 17
                                    

Ify terbangun dengan malas-malasan saat mendengar bel apartemennya berbunyi. Ia baru saja terlelap dini hari usai menyelesaikan shift malamnya dan siapa yang sudah bertamu di pagi buta?

"Rayy! Bukain pintu!" teriak Ify dari kamar yang tak mendapat balasan apapun.

Dengan berdecak, gadis itu bangkit dari kasur dan mengucek matanya sembari menguap. Sama sekali tak mempedulikan penampilannya yang begitu acak-acakan.

"Bodo amatlah siapa suruh bertamu di pagi buta," gumam Ify setelah melihat penampakannya yang mengerikan di kaca.

Sebenarnya tak bisa dibilang pagi buta juga, sih! Soalnya matahari sudah terbit setinggi galah dan sinarnya bahkan sudah masuk ke dalam kamar Ify melalui celah-celah gorden. Namun bagi Ify yang baru tidur saat dini hari, ini masih terlalu pagi untuknya menyudahi mimpi.

Dengan malas, Ify melangkah keluar dari kamar. Sepi, entah sang adik masih tidur atau sudah keluar Ify tak tahu. Memilih untuk segera membuka pintu karena sang tamu lagi-lagi memencet bel seolah tak sabar untuk segera dibukakan pintu.

"Sia--pa?" Mata Ify membulat kaget, total kehilangan rasa kantuk melihat sosok yang kini ada di hadapannya dengan senyum khas-nya.

Ify reflek menutup pintu, tapi gerakan cepat dari laki-laki itu menahan pintu membuat Ify tak kuasa melawan. Bagaimana pun, ia kalah dalam hal kekuatan. Merasa tak ada pilihan lain, Ify pun akhirnya membiarkan laki-laki itu dengan lancang masuk ke apartemennya.

Ya, lancang. Dia adalah laki-laki paling lancang yang pernah Ify kenal.

"Mau apa Kak Tara ke sini? Dan darimana tahu tempat tinggalku?" tanya Ify dingin. Sama sekali tak peduli dengan Tara yang kini tampak memindai sekitar.

"Apartemen kamu bagus, Mita!" ucap Tara tak mempedulikan pertanyaan Ify.

Tanpa disuruh, laki-laki itu duduk di sofa, seolah rumah ini adalah rumahnya sendiri. Ify ingin sekali mengusir laki-laki itu, tapi ia seolah tak ada tenaga lebih. Ify lelah, dengan semua hal yang menimpanya akhir-akhir ini.

"Kak!" panggil Ify dengan sebal karena pertanyaannya sama sekali tidak dijawab.

"Duduk dulu, Mita!" perintah Tara sambil menepuk sofa di sebelahnya.

Mata Ify melotot tajam. Memangnya dia siapa? Memintanya duduk di rumahnya sendiri?

"Kalau Kak Tara nggak ada kepentingan, silakan pergi dari sini, saya mau istirahat!" ucap Ify dengan formal, membuat Tara menghela napas panjang.

"Ada yang mau aku bicarakan, Ta! Tolong dengarkan aku kali ini saja," Akhirnya Tara meruntuhkan egonya. Memohon kepada wanita di depannya agar mendengar ucapannya. Ia sampai di sini tentu saja bukan tanpa perjuangan. Banyak hal ia lalui hingga mendapatkan alamat rumah Ify.

Ify yang tak mau membuang tenaga hanya menurut, duduk di sofa seberang Tara dengan wajah menekuk sebal. Kali ini tak ada yang menolongnya untuk kabur dari Tara, maka tak ada pilihan bagi Ify kecuali menghadapinya. Meski kini ia mulai merasakan rasa sakit yang perlahan menguasai tubuhnya saat teringat kenangan beberapa tahun silam.

"Mita, aku minta maaf!" Tara membuka percakapan setelah hening beberapa saat.

Ify bernapas dengan berat. Kedua tangannya mencengkeram sofa kuat, mencoba untuk tak menampakkan jika dirinya masih terluka dan trauma karena ulah laki-laki di depannya ini.

"Untuk apa?" Suara Ify akhirnya terdengar meski lirih dan sedikit tercekat.

"Semuanya," Tara memandang Ify lirih. Meski kata maaf tak bisa mengembalikan semuanya, tak bisa juga menyembuhkan luka yang ia cipta, tapi Tara tak bisa diam saja. Ia terus hidup dalam rasa bersalah dan penyesalan hingga tak berani menampakkan diri di depan gadis ini.

Hey, Mama! ✔️Where stories live. Discover now