35. Atan Kangen

4.4K 569 21
                                    

"Saya pulang dulu, Chef!" pamit Ify yang dibalas lambaian tangan oleh Lintang. Bersama Sivia dan rekan satu shift lainnya  Ify kemudian keluar dari restoran melalui pintu dapur.

"Lo nggak mau gue temenin di apartemen?" tanya Sivia sebelum berlalu untuk mengambil motornya di parkiran.

"Nggak perlu, soalnya gue--"

"MAMA!"

Tak hanya Sivia, tapi semua orang yang masih ada di situ terkejut saat mendengar jeritan melengking dibarengi dengan balita ganteng yang kini berlari ke arah Ify dengan riang.

Ify masih shock, tapi tubuhnya reflek merendah dan menyambut Atan dalam pelukan.

"Mama, kangeeen!" rengek Atan dengan manja. Tangannya memeluk leher Ify dengan erat seolah takut terlepas.

"Tante juga kangen sayang!" balas Ify sambil mengelus punggung Atan pelan.

"Ayah hiks, jahat. Katanya mau ngajak Atan ketemu sama mama tapi ayah sendiri nggak pulang-pulang, Atan ... hiks ... kangen."

Mata Ify berkaca-kaca mendengar tangisan dan ratapan dari Atan. Rio brengsek! Ify mengutuk dalam hati. Kali ini dirinya dipenuhi dengan kemarahan. Tak apa jika Rio memang tak mau bertemu dirinya, menjauhinya, tapi kenapa harus kepada anaknya juga?

Pekerjaan?

Ify bahkan yakin itu hanyalah alasan yang dibuat laki-laki itu. Entah apa tujuannya Ify tak tahu. Ia benar-benar tak bisa memahami apa maksud Rio.

Pemandangan antara Atan dan Ify tak luput dari para rekannya yang justru memilih tinggal karena penasaran. Siapa anak laki-laki yang memanggil Ify dengan sebutan mama? Ataukah selama ini memang sudah menikah? Lalu bagaimana dengan Pak Rio?
Karena setahu mereka Ify tengah dekat dengan bos besarnya itu.

Ini akan menjadi berita besar.

Mereka memilih tinggal untuk melihat apa yang akan terjadi.

"Atan yang sabar ya sayang, Ayah pasti sebentar lagi pulang, kok!" hibur Ify meski tak tahu pasti kapan Rio akan pulang. Sudah satu minggu terakhir ia tak pernah bertukar kabar dengan Rio.

Atan masih menangis, Ify pun bangkit dengan Atan yang berada dalam gendongannya. Matanya mengedar dan melihat pasangan paruh baya di depan sebuah mobil yang tengah mengamati mereka.

Ify tersenyum simpul, lalu melangkah mendekati mereka.

"Selamat siang, Om ... Tante!" sapa Ify begitu ia tiba di hadapan mereka.

Ify tidak sadar saja kalau tindakannya saat ini membuat heboh rekan-rekannya. Tentu saja mereka tau siapa pasangan paruh baya itu. Mereka adalah Tuan dan Nyonya Sabian. Orangtua dari bos besar mereka. Jadi otomatis, anak itu adalah anak dari bos besar. Tapi ... kenapa memanggil Ify dengan sebutan 'Mama'? Apakah selama ini diam-diam Ify sudah menikah dengan bos besar mereka?

"Siang, Ify! Maaf ya karena kami menganggu kamu saat ini," balas Zahra dengan senyumnya yang masih menawan di usia senja. Ify tak henti-henti mengagumi paras Zahra, membayangkan saat muda pasti menjadi gadis incaran di kalangan laki-laki.

"Tidak mengganggu, Tante! Kebetulan shift saya sudah selesai."

"Atan rewel banget, nggak mau makan maunya ketemu kamu," Zahra menghela napas panjang. Melihat Atan yang mengusap manja dengan tangan melingkar erat di leher Ify.

Ify sedikit terkejut. "Atan nggak mau makan, Tante?"

Zahra mengangguk.

Ify menjauhkan lehernya, ingin bertanya kepada Atan tetapi pelukan di lehernya semakin mengerat hingga membuatnya hampir tercekik. Akhirnya, Ify mengalah. Membiarkan Atan terus memeluknya sampai puas.

Hanafi yang sejak tadi menjadi pengamat diam-diam tersenyum simpul.

'Rio benar-benar bodoh! Harusnya kalau dia takut, dia mengatasi rasa takutnya bukan malah kabur. Coba kalau gadis ini justru terpikat dengan laki-laki lain pasti anaknya itu akan nangis darah melihatnya'

"Kalau tante tidak keberatan, biar saya masak. Tante mau makan di dalam? Saya bisa meminta Chef Dea untuk menyiapkan ruang VIP sekarang," tawar Ify.

Zahra dan Hanafi berpandangan sejenak kemudian menggeleng. "Kalau Nak Ify tidak keberatan,  bagaimana kalau ke rumah kami saja? Kasihan nanti restoran keganggu kalau ada kami."

"Omaaa, aku nggak mau, aku mau sama mama terus," rengek Atan. "Atan mau nginap di rumah mama."

Ify menggigit bibir. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Sayang, tapi besok masih harus sekolah," bujuk Zahra. "Tante Ify juga masih harus kerja."

"Nggak mau! Nggak boleh! Atan mau sama mama," kemudian tangis Atan kembali merebak. Ia terisak hingga Ify merasa lehernya basah.

Ify menatap Zahra yang juga menatapnya dengan pandangan memohon.

"Tidak apa-apa, Nak Ify! Saya yang akan bilang ke managermu kalau kamu akan mengambil cuti besok. Tolong, ya! Kami sudah tidak tahu lagi bagaimana membujuk cucu kami. Sementara Rio belum juga pulang." Hanafi ikut membujuk membuat Ify tak punya pilihan lain kecuali mengangguk lemah.

"Tapi kalau saya pulang dulu nggak apa-apa, Tan? Saya perlu membersihkan diri."

"Nggak mau," Atan menggeleng.

"Tidak apa-apa, kamu bisa mandi di rumah kami nanti. Untuk bajunya kami akan menyuruh orang untuk mengantarkannya."

Ify tak punya pilihan kecuali menyetujui.

"Saya ijin telpon sebentar ya, Tan? Takutnya kalau nggak pamit nanti adik saya nyariin."

Zahra hanya mengangguk, membiarkan Ify berjalan agak menjauh dengan Atan yang sudah turun dengan terpaksa. Tak ada satu menit, Ify sudah kembali sambil mengantongi ponselnya.

"Nak Ify punya adik?" tanya Hanafi begitu Ify tiba.

"Iya, Om! Keluarga saya satu-satunya," jawab Ify dengan senyum simpul yang membuat lidah kedua orang dewasa itu kelu.

"Ya sudah! Nanti saya akan minta bibi buat antar makan untuk adikmu."

"Eh, nggak apa-apa, Tan! Saya sudah kasih uang saku buat makan di luar kok. Lagipula kata Ray masih ada kerja kelompok kemungkinan pulang malam."

"Oh ya? Adikmu sekolah?"

"Kuliah, Om! Baru masuk tahun ini."

"Dimana?"

"Universitas Airlangga, Om!"

"Waahh, adikmu pasti pinter soalnya bisa masuk Unair."

"Hehe ya gitu, Om! Kebetulan adik saya lolos SNMPTN kemarin."

"Hebatt! Nanti minta adik kamu buat magang di BIAN GROUP saja."

Ify terkekeh lirih. "Kalau itu sih, saya terserah Ray saja, Om!"

"Ya sudah! Ayo masuk! Keburu cucu Oma kelaparan kalau kalian asyik ngobrol begini," sela Zahra yang membuat Ify tersenyum kikuk sebelum ikut masuk ke mobil.

Hey, Mama! ✔️Where stories live. Discover now