Penjelasan 2

793 18 1
                                    

"Happy Reading"

*****

"Leukimia?" ucap gadis itu, sangat terlihat jelas jika ia begitu shock setelah mendengar penjelasan dari Rafly. Apa lelaki itu sedang bercanda dengannya kali ini? Ah, apa mungkin?

"Kamu bohong kan, Fi? Kamu lagi bercanda, kan?" Namun sayangnya hanya raut wajah serius yang ditampilkan lelaki itu, bukan wajah bercandaan yang Alana inginkan.

"Aku–" Ucapan Rafly melayang begitu saja, ketika Alana dengan tiba-tiba berdiri dan memeluknya serat. Gadis itu menangis di pelukannya, terlihat dari punggungnya yang bergetar hebat.

Tangan Rafly mendarat di punggungnya, mengelus pelan gadis itu, menenangkan agar tangisnya cepat mereda. "Aku enggak apa-apa, Na."

Alana mengurai pelukannya di tubuh Rafly, gadis itu memberi jarak lalu berkata, "Kamu itu kenapa-kenapa, Fi! Leukimia bukan penyakit sembarangan!"

"Tapi aku baru stadium satu, peluang kesembuhan aku masih banyak," jelasnya, ia kaget melihat respon Alana yang tampak sedikit berlebihan.

"Tetap aja, Fi. Leukimia tetap penyakit berbahaya!" Akhirnya Rafly memilih mengangguk, ia tidak ingin memperpanjang perdebatan antara mereka. Setelahnya tiba-tiba hening menghampiri mereka, Alana tampak membersihkan sisa-sisa air mata di wajahnya. Sedangkan Rafly hanya membisu menatap pemandangan luar yang menampilkan lalu lalang kendaraan.

"Rahasiain ini semua dari Nasya, aku enggak mau dia tahu ini," pinta lelaki itu, Alana menoleh menatap wajah kekasih sahabatnya ini dengan tatapan tidak suka.

"Nasya berhak tahu, Fi! Kamu jangan egois begitu, dia pasti khawatir sama keadaan kamu," tolak Alana.

"Justru itu, aku enggak mau bikin dia khawatir berlebihan karena aku. Jadi aku minta tolong banget buat rahasiain ini semua dari dia." Sekarang gantian Alana yang membisu, benar juga yang dikatakan Rafly. Sahabatnya sekarang keadaannya belum stabil, ia tidak bisa begitu saja datang dan mengatakan hal ini padanya. Bisa-bisa Nasya bisa drop seketika, ia saja yang tidak sakit apa-apa langsung shock mendengarnya apalagi Nasya.

"Aku mohon, Na."

"Iyah, Fi," balas Alana kemudian, ini semua juga demi Nasya. Jika terjadi hal buruk justru akan semakin membuat dirinya ataupun Rafly menyesal seumur hidup.

Setelah kejadian itu, Alana tampak menjauhi Rafly. Entah karena hal apa gadis itu selalu menghindar ketika bertemu pandang dengan Rafly, lelaki itu sampai bingung dengan sikap Alana yang mendadak berubah itu. Pernah suatu ketika Rafly baru saja dari kantin, saat kembali ke kelas ia menemukan Alana terduduk sendirian di depan kelasnya. Rafly tersenyum tipis ketika gadis itu berbalik dan menatapnya, namun ia kira Alana akan membalas senyumannya. Tetapi sangat disayangkan gadis itu malah melenggang begitu saja, pergi dari hadapan Rafly.

Tidak tahan dengan sikap Alana, pulang sekolah Rafly berencana untuk mengantar pulang gadis itu. Kelas Alana belum selesai ketika Rafly keluar dari kelas, lelaki itu memutuskan untuk menunggu di parkiran. Beberapa menit kemudian Rafly melihat gadis yang daritadi ia tunggu-tunggu. "Alana," panggilnya.

Mendengar itu Alana hendak berbalik arah, mencoba menghindari Rafly. Namun dengan sigap lelaki itu lari dan meraih tangannya. "Kamu kenapa sih, Na!"

"Apa sih, lepasin aku!" Bukannya menuruti kata Alana, Rafly malah menariknya menjauh dari keramaian. Alana berjalan terseok-seok mengikuti langkah Rafly yang besar.

Sampai akhirnya langkahnya terhenti di belakang Laboratorium fisika yang saat itu sudah sepi. "Kamu kenapa menghindar terus dari aku? Aku ada salah sama kamu? Atau jangan-jangan kamu sudah cerita sama Nasya?"

"Enggak!" tegasnya.

"Lalu kenapa kamu menghindar terus?" tanya Rafly, genggaman tangannya bahkan belum terlepas dari lengan Alana.

"Aku ...." Alana tampak ragu mengatakan alasannya.

"Apa?"

"Kamu pergi aja! Aku enggak bisa dekat-dekat sama kamu!" Alana menyentak tangan Rafly lalu mendorong tubuh lelaki itu.

"Kenapa! Jelasin alasannya sama aku!"

"Aku suka sama kamu, Fi!" Rafly mematung mendengar suara Alana, apa gadis itu berkata jujur? "Aku tahu rasa ini salah, tapi perasaan aku ini enggak bisa bohong. Aku benar-benar suka sama kamu," lanjutnya.

"Kenapa harus aku, Na? Dari sekian banyaknya laki-laki kenapa harus aku?"

"Kamu sadar gak, sih! Perlakuan kamu ke aku akhir-akhir ini bikin aku berharap lebih sama kamu!" jawab Alana, entah sejak kapan air matanya menghiasi pipinya.

"Na, aku–"

"Pergi, Fi! Aku enggak mau rasa ini berlanjut, cukup sampai di sini aja. Aku enggak mau khianati Nasya," sela gadis itu, tangannya bergerak menutup wajahnya yang sudah berlinang air mata.

Tanpa di duga-duga, Rafly justru memeluk tubuh gadis di depannya. Membawanya ke dalam pelukan hangat, menyembunyikan tangis Alana di dalam dadanya. "Maafin aku, Na. Aku juga sayang sama kamu."

Flashback off ....

Nasya setengah mati menahan tangisnya yang kapan saja akan meledak, luka di hatinya sekarang seolah tersayat lagi. Gadis itu menyesal sekarang, seharusnya ia tidak perlu memberi Rafly kesempatan jika intinya hanya penjelasan mengenai hubungan mereka berdua.

"Maafin aku, Sya. Aku–"

"PERGI!" sela gadis itu, menyuruh Rafly untuk meninggalkannya sendirian.

"Aku khilaf, Sya," ucap Rafly, ia mengabaikan ucapan Nasya dan kini lelaki itu bersimpuh di hadapannya.

"Brengsek! Pergi kamu!"

"Maafin aku, Sya. Alana udah berkorban buat aku, dia rela donorin sumsum tulang belakangnya untuk aku," jelas Rafly.

"Aku enggak peduli! Pergi!"

"Dia meninggal gara-gara aku, Sya. Dia ngelakuin ini semua biar aku tetap di samping kamu." Rafly masih enggan untuk pergi dari Nasya, ia menggenggam erat tangan gadis itu. Meskipun beberapa kali Nasya mencoba untuk melepaskannya.

"Aku bisa hidup sendiri tanpa kamu! Aku masih punya mama yang selalu nemenin aku, yang selalu support aku. Enggak kayak kamu yang lebih milih berkhianat sama sahabat aku sendiri," jelas Nasya, rasanya berat untuk mengatakan itu. Namun semua rasa sakit ini mendorong dirinya untuk berani mengatakan hal tersebut.

"Ini enggak seperti yang kamu pikirin, Sya."

"Tapi sayangnya aku udah capek mikirin kamu, aku udah enggak peduli. Kamu sama Alana itu sama aja, sama-sama penghianat!" Nasya berdiri lalu melepaskan tangan Rafly yang masih menggenggam erat lengannya. Gadis itu berlalu meninggalkan Rafly yang menyesali semuanya, semua sikap dan perbuatannya selama ini. Dirinya benar-benar menyesal.

"Maafin aku, Sya. Aku sayang sama kamu."

*****

Have a nice day ❣️

Agliophobia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang