Memulai dari awal

394 13 1
                                    

"Happy Reading"

°°°°°

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari ini adalah hari Senin. Hari yang dulu sangat Nasya benci kini menjadi hari yang begitu membahagiakan baginya. Hari ini menjadi awal baru dalam hidupnya, untuk pertama kali setelah beberapa bulan cuti kini, gadis itu kembali menginjakkan kakinya ke sekolah. Entahlah rasanya ia begitu gugup, sama seperti dirinya yang dulu masuk menjadi siswa baru. Bedanya dulu ia selalu bersama Alana, kini ia ditemani mamanya.

"Masyaallah Nasya kamu sudah sembuh, Nak." Suara itu menyambut rungunya, suara yang sudah tidak asing bagi Nasya. Bu April memeluknya haru, guru muda itu memang dekat dengan Nasya dan Alana karena notabenenya ia merupakan wali kelasnya.

"Nasya kangen sama Ibu," ucap gadis itu dalam pelukan hangat gurunya.

"Sama. Ibu juga kangen sama kamu," balas Bu April setelah melepas pelukannya, ia kemudian tersenyum tipis pada Tias yang menatap keakraban mereka. "Aduh maaf ya, Bu. Jadi kelepasan sama Nasya," lanjutnya kemudian.

"Iyah, Bu. Enggak apa-apa, saya justru senang ternyata masih banyak yang sayang sama Nasya." Tias menimpali ucapan Bu April sambil tertawa kecil, ia tidak menyangka Nasya begitu dekat dengan gurunya.

Mereka kemudian duduk di kursi panjang yang ada di depan ruang guru, raut muka Nasya begitu bahagia apalagi mendapat sambutan selamat datang yang cukup mengharukan dari guru kesayangannya itu. Namun jujur saja, netra gadis itu mencari-cari keberadaan kekasihnya.

Nasya masih sangat ingat hari ini adalah jadwal olahraga kelas dua belas MIPA dua yang artinya Rafly pasti ada di lapangan, apalagi jarak ruang guru dan lapangan yang hanya beberapa meter saja. Seharusnya ia bisa melihat keberadaan kekasihnya

"Maafin Ibu ya, belum sempat jenguk kamu. Katanya keadaan kamu belum stabil makanya kemarin kita sekelas enggak jadi jenguk kamu," jelas guru muda itu tidak enak.

"Enggak apa-apa, Bu. Yang penting sekarang Nasya udah sembuh." Nasya menjawab cepat, membuat rasa bersalah di hati Bu April sedikit memudar.

Nasya paham akan hal itu karena ini semua adalah larangan dari psikolognya, Ratih. Wanita itu menjauhkan Nasya dari dunia luar beberapa bulan terakhir dan fokus untuk penyembuhan mental gadis itu. Ia bahkan memperingkatkan Tias agar Nasya tidak bertemu pada siapapun selama masa penyembuhan, namun ia tidak melarang jika ingin berbicara lewat telepon.

Sejak saat itulah hubungannya dengan Rafly benar-benar lostcontact dan laki-laki itu sama sekali tidak menghubunginya lewat telepon atau bahkan bertanya kabar pada Tias. Banyak pikiran buruk menyerang Nasya, bahkan dulu keadaannya sempat drop lagi karena selalu memikirkan Rafly.

Nasya selanjutnya hanya diam ketika wali kelasnya itu berbicara dengan mamanya, umur mereka berdua memang tidak berbeda jauh hal itulah yang menyebabkan obrolan mereka nyambung. "Ma, aku mau ke kelas dulu ya," ucap Nasya menghentikan percakapan keduanya.

"Oh, Iyah. Hati-hati ya, Nak. Mama mau ngobrol bentar sama Bu April." Nasya mengangguk cepat dan setelah pamit dengan gurunya, ia pun berlalu meninggalkan keduanya.

Nasya melangkahkan kakinya kembali, melewati koridor kelas yang dulu sering ia lewati baik dengan Alana ataupun dengan Rafly. Ngomong-ngomong soal Rafly, apa lelaki itu tidak berangkat sekolah? Pasalnya ia tidak menemukan lelaki itu di antara teman-teman kelasnya yang lain.

Gadis itu menaiki satu persatu tangga yang akan membawanya menuju ke kelas, kelasnya memang berada di lantai dua. Saat Nasya berada di tangga terakhir, suara bising mulai masuk di pendengarannya sepertinya sedang jam kosong. Kini tinggal beberapa langkah saja gadis itu akan sampai di kelasnya, tiba-tiba musik yang sangat Nasya hapal terputar keras.

Di tempat ini

Di tempat pertama aku menemukanmu

Kembali kudatangi tempat ini

Tapi ku dengan yang lain

Lagu selamat tinggal yang dibawakan Virgoun mengalun merdu di telinganya, lagu yang menjadi favoritnya itu membuatnya seolah merasakan dejavu. Nasya semakin mantap melangkahkan kakinya yang tinggal beberapa langkah saja sampai di kelasnya, ia sudah tidak sabar untuk melepas rindu dengan sahabatnya.

Senyum itu seakan tidak pernah luntur di wajah Nasya, bahkan sejak pertama ia menginjakkan kakinya ke sekolah. Suasana hatinya benar-benar sangat baik, setelah mendapat kabar bahwa ia akan kembali bersekolah.

Samar kudengar

Suara yang s'lalu kukenal itu suaramu

Lagu itu terus mengalun seiring dengan langkah Nasya yang kini sudah berada di depan kelasnya. Kelas saat itu sedang tidak ada guru yang menyebabkan para penghuninya seperti kerasukan monyet, ada yang sedang tidur-tidur di kursi, ada yang sedang bermain catur, ada yang menggalau berjamaah di temani dengan speaker hijau milik Hisyam dan masih banyak lagi yang mereka lakukan di dalam sana.

Pandangan Nasya langsung tertuju pada bangku miliknya dan Alana, matanya berbinar ketika mendapati sahabat yang sepertinya lama sekali tidak ia lihat. Alana gadis itu tengah duduk dengan tawanya yang meriah, ia tampak bercanda bersama seseorang yang tampak tidak asing baginya.

Gadis itu mengerjabkan matanya beberapa kali mencoba meyakinkan bahwa yang ia lihat ini adalah kekasihnya, Rafly. Lelaki itu tampak bercanda ria bersama Alana, bahkan kini dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Rafly menyelipkan rambut Alana yang terurai bebas.

Kau terlihat bahagia bersamanya

Dia kekasihmu yang baru

Aku pun terdiam

Speaker tiba-tiba di matikan dan lagu itu pun berhenti. Lalu selanjutnya teriakan heboh dari teman-temannya menyambut rungunya.

"NASYA!!" teriakan Dori menggema, membuat semua atensi penghuni kelas beralih tak terkecuali dengan Rafly dan Alana, mereka semua menatap gadis itu yang membeku di tempatnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Alana tampak sangat kaget melihat sang sahabat berdiri di sana, ia memanggil nama Nasya tanpa suara. Sedangkan Rafly, lelaki itu langsung berdiri dari tempatnya. Menatap Nasya dengan tatapan yang tidak terdefinisikan.

Nasya terlihat memaksakan senyumnya mencoba baik-baik saja disaat melihat semua itu, jujur hatinya sakit. Apalagi melihat Rafly yang hanya diam di tempat tanpa memberi penjelasan apapun padanya.

Gadis itu tidak tahan jika harus berlama-lama berdiri di sana, meskipun kini teman-temannya mulai mendekatinya dan menanyakan kabarnya. Nasya membalas seadanya pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan dan segera pergi dari sana dengan alasan ingin menemui mamanya yang kini menunggu gadis itu di ruang guru.

Rafly seolah menjadi patung di sana, ia bingung harus menjelaskan apa pada gadis itu. Bahkan hingga Nasya pergi ia sama sekali tidak bereaksi, dalam hatinya ia meneriakkan kencang kata 'maaf' yang naasnya tidak bisa keluar dari mulutnya.

*****

Have a nice day ❣️

Agliophobia (Tamat)Where stories live. Discover now