Rencana

455 20 2
                                    

"Happy Reading"

°°°°°

Geva menyeruput jus alpukatnya, sudah sepuluh menit gadis yang ia tunggu-tunggu belum juga muncul batang hidungnya. Geva melirik jam tangannya, sudah pukul empat lewat dua puluh menit yang artinya gadis itu sudah ngaret dua puluh menit dari jam janjian mereka.

Pintu cafe terbuka, menimbulkan bunyi gemerincing dari lonceng yang sengaja di simpan di atas pintu itu. Geva menoleh dan mendapati gadis itu sendirian, gadis pemberani pikirnya saat itu. Dita langsung berjalan menuju tempat duduk Geva dan langsung duduk begitu saja di sana.

"Sorry," ucap Dita begitu saja, Geva tanpa sadar menyembulkan senyum di wajahnya, namun dengan cepat ia urungkan ketika gadis itu mulai menatapnya.

"Untuk?" Seolah tidak terjadi apa-apa, Geva dengan santai menjawab pertanyaan Dita.

"Untuk tadi siang, gue terlalu gugup lihat sahabat gue kayak gitu and first time dia kayak gini. Sorry kalau perkataan gue tadi kurang ajar sama lo yang mungkin aja lebih tua dari gue," jelasnya panjang lebar, lagi-lagi Geva tersenyum. Namun kali ini senyumnya tidak ia tutupi dari Dita.

"Sans, gue ngerti kok. Kayaknya perkenalan kita tadi kurang enak dan gue mau ngulang lagi biar lebih sopan." Geva mengulurkan tangannya, mengajak gadis di depannya ini untuk berjabat tangan. "Gue Cedric Gevariel, panggil aja Geva," lanjutnya kemudian.

Dita menyambut baik uluran tangan dari Geva, tidak terlalu buruk pikirnya. Lelaki di depannya ini cukup sopan dan tidak mau terlalu lama saling berjabat tangan, Dita buru-buru memperkenalkan namanya. "Ardita Widianto."

Setelah sesi jabat tangan berakhir, sempat hening sejenak. Dita teringat sesuatu lalu dengan cepat mengambil sesuatu dari tas selempang hitamnya, gadis itu mengambil KTP dan kartu nama Geva yang tadi sempat menjadi jaminan. "Ini KTP lo."

Geva menerima benda pipih berbentuk persegi panjang itu, lalu meletakkan di samping ponselnya. "Makasih. By the way, lo mau pesen apa?"

Dita menggeleng, ia saat ini sedang buru-buru. Gadis itu berencana untuk menjenguk Nasya yang telah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Nasya memang tidak mengalami luka apa-apa. Sahabatnya itu hanya mengalami shock yang membuat phobianya tiba-tiba muncul, sebenarnya ia juga bingung mengapa Nasya sampai seperti itu karena selama ia kenal dengan gadis itu Nasya baik-baik saja.

"Sorry, gue lagi buru-buru." Jujur saja mendengar itu hati kecil Geva kecewa, entahlah perasaan itu tiba-tiba muncul begitu saja. Namun lelaki itu tidak ingin menampilkan rasa kecewanya secara terang-terangan.

"Oke. Ohh iyah, gue mau nanya sesuatu sebelum lo pergi." Dita menaikkan alisnya sebelah mendengar itu, seolah gerak tubuhnya mempersilahkan Geva untuk melanjutkan ucapannya.

"Gue pengen ketemu temen lo tadi."

*****

Tias mengelus pelan rambut hitam anaknya, ia menatap wajah damai Nasya yang baru saja tertidur. Ratih baru saja pulang dari kediamannya beberapa menit yang lalu, ia terpaksa harus memanggil wanita itu lagi setelah beberapa bulan terakhir tidak pernah lagi bersua.

Saat di perjalanan akan ke rumah sakit tadi, Tias langsung menelpon Ratih. Meminta wanita itu untuk segera menyusul Nasya di sana, jujur saja hanya Ratih yang bisa menenangkan anaknya ketika sedang tidak bisa terkontrol seperti saat ini. Untungnya wanita itu sedang kosong jadwalnya jadi bisa langsung menuju rumah sakit.

Setelah Tias sampai di sana ternyata Ratih sudah duluan sampai, jarak rumah wanita itu dengan rumah sakit tadi memang tidak begitu jauh. Berbeda halnya dengan Tias yang harus terjebak kemacetan yang lumayan parah tadi, menyebabkan dirinya terlambat datang.

Ketika sampai Nasya sudah lumayan tenang, karena Ratih langsung mendampingi gadis itu. Sehingga Tias langsung meminta tolong pada pihak rumah sakit agar ia dapat membawa pulang Nasya dan untungnya pengurusan itu berjalan cepat.

Teman-teman baru Nasya juga baru saja pulang, hampir bersamaan dengan Ratih. Mereka semua ikut mendampingi Nasya dari rumah sakit sampai ke kediamannya, kecuali Dita yang tadi ada urusan katanya. Jujur saja Tias terharu melihat kebersamaan mereka, sahabat Nasya yang notabene orang-orang baru malah begitu respect pada gadis itu.

Saat memikirkan itu semua, samar-samar Tias mendengar ketukan pelan dari pintu depan bersamaan dengan ucapan salam dari seseorang. Wanita itu langsung berdiri dan menuju pintu depan, mengecek siapa tamu yang berkunjung.

"Walaikumussalam. Owh, Dita. Masuk sini, Nak," ucap Tias mempersilahkan gadis itu masuk dan seorang lelaki asing yang mengikuti dari belakang.

"Nasya gimana, Tante?" tanya Dita, setelah ketiganya telah duduk di kursi kayu.

"Alhamdulillah, keadaannya udah tenang. Sebentar ya Tante ambilin minum dulu," jawab Tias, Dita sempat menolak tawaran itu dengan alasan akan cepat pulang. Namun, bukan Tias namanya jika menurut begitu saja, ia tanpa persetujuan langsung berlalu ke dapur.

Setelah kepergian Tias, Dita melirik Geva yang tampak mengamati sekitarnya. Lelaki itu menatap foto-foto yang terpajang apik di dinding, salah satunya foto kecil Nasya dengan gaun dan mahkota berwarna putih. Geva bisa menebak itu foto sewaktu pesta ulang tahun, karena ada balon-balon dan kue dengan lilin angka dua.

Tanpa sadar lelaki itu tersenyum melihat foto kecil Nasya, hal tersebut pun tidak luput dari netra Dita yang sejak tadi memang memperhatikan gerak-gerik Geva

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tanpa sadar lelaki itu tersenyum melihat foto kecil Nasya, hal tersebut pun tidak luput dari netra Dita yang sejak tadi memang memperhatikan gerak-gerik Geva. "Lo kenapa senyum-senyum?"

Geva menoleh mendengar suara itu, bukannya memudarkan senyumnya, ia malah semakin melengkungkan bibirnya. "Lucu," jawabnya singkat, pandangan keduanya sama-sama menatap foto di dinding.

Tidak lama kemudian Tias datang membawa minuman dan beberapa toples cemilan, wanita itu dengan senyum ramahnya tampak begitu cantik meskipun usianya kini tidak lagi muda. "Ayo-ayo di minum," ucap Tias.

Dita mengangguk diikuti dengan Geva. Kemudian gadis itu mulai bersuara, "Iyah, Tante."

"Ayo dong pacarnya diajak makan juga," suruh Tias ketika melihat Geva hanya diam sedangkan Dita sudah mulai meraih satu toples kacang telur.

"Bukan pacar, Tante," jawab Dita cepat, ia tampak gelagapan saat tiba-tiba Tias mengatakan hal tersebut. Pipi gadis itu memerah, entah karena hal apa, padahal Dita sangat jarang blushing seperti saat ini. Sedangkan Geva sama sekali tidak menyangkal ucapan Tias, ia malah tersenyum tipis sambil melirik gadis di sampingnya yang salah tingkah.

"Lucu banget, sih."

*****

Have a nice day ❣️

Agliophobia (Tamat)Where stories live. Discover now