Chapter 15

148 86 68
                                    

Kutitipkan rasaku pada daun kering yang tergeletak di tanah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kutitipkan rasaku pada daun kering yang tergeletak di tanah. Apa yang aku rasa belum tentu sebuah biimplikasi. Setidaknya aku telah mengetahui kejelasan yang ada pada hati ini.
.
.
.
.
.


"Jieun-ah... Kau tidak rindu padaku?"

"Tidak." Jieun menjawab cepat sambil membenarkan letak kacamatanya yang merosot di tungkai hidungnya. Matanya masih menatap lembaran buku Politics karya Aristoteles.

"Bahkan setelah hampir lima tahun kita tidak bertemu! Kau tidak rindu padaku, hah?" tanya Jaehyun yang wajahnya memenuhi layar laptop milik Jieun.

"Kau bahkan menghantuiku setiap hari. Video call setiap malam. Harus memberi kabar setiap satu jam sekali. Kau lebih protektif daripada seorang pasangan." Jieun menggaruk rambutnya yang diikat berantakan.

Riset mengenai filsafat politik menyita lebih banyak waktunya. Dia bahkan lupa kapan terakhir keramas. Semua sumber referensi menggunakan bahasa Inggris. Seharusnya Jaehyun membantunya melakukan translate daripada mengomel tidak jelas saat melakukan video call dengannya.

"Hehehe. Itu bentuk perhatianku sebagai seorang kakak yang baik." Jaehyun juga terlihat sedang mengerjakan desain kasar untuk gedung rancangannya sebagai bahan pembuatan tesis.

"Lebih baik kau cari pacar dan berikan seluruh perhatianmu padanya, Jung Jaehyun." ujar Jieun

"Aish. Aku akan melihat kau menikah dulu. Baru aku memikirkan pasanganku. Hahahaha." Jaehyun tertawa keras dengan suara yang menggelegar. Lebih mirip suara tawa seorang bapak-bapak penjual bugeopang.

"Jangan. Bagaimana kalau aku mati sebelum menikah? Kau tidak akan mencari pasangan seumur hidupmu?"

"YA!! JUNG JIEUN!!" Jehyun menggebrak meja membuat Jieun tersentak. "Jika kau berbicara seperti itu lagi, aku akan mencari tiket pesawat dan terbang ke Korea sekarang juga."

Hening. Diam sejenak. Tidak ada yang berani memulai percakapan. "Maafkan aku, oppa." Jieun berbisik perlahan.

"Kumohon. Jangan melakukan candaan seperti itu. Jangan membuatku takut." Jaehyun menelan salivanya yang tercekat lalu mengusap surainya kasar.

"Iya. Maafkan aku." Jieun kembali mencicit pelan.

"Sudah aku bilang jangan terlalu sering meminta maaf." Jaehyun kini terlihat menggambar sesuatu di kertas menggunakan pensil dan penggaris. "Kau bertengkar dengan Jeno?" lanjutnya.

"Tidak. Memangnya kenapa?"

"Kalian jarang terlihat bersama."

"Kita ada di departemen yang berbeda, oppa. Bahkan gedungnya pun sangat berjauhan."

"Biasanya Jeno selalu mengekor padamu. Kalian selalu makan bersama. Kau bahkan selalu ada di apartemen Jeno. Tapi kali ini kau selalu sendiri. Suara Jeno juga berubah saat aku membicarakanmu. Kalian pasti sedang ada masalah kan?"

Forgetting Summer - Lee Taeyong || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang