BC/22

411 35 2
                                    

Udah follow belum?
Sebelum baca Vote dulu ygy😃
Happy reading!

•••
"Alvaro, kamu mau bawa Mama ke mana sih?!"

Alvaro tak mempedulikan ucapan ibunya, pandangan matanya lurus ke depan dengan tangan yang menarik lengan perempuan paruh baya itu.

Alvaro membawa langkahnya keluar dari gedung rumah sakit, telinganya seakan tuli dari ringisan kecil perempuan paruh baya yang sedang ia seret.

"Al, lengan Mama sakit," rintih Sindy dengan bibir yang meringis pelan.

"Alvaro!" Teriak Sindy geram dengan menatap tajam punggung tegap putranya, saat kaki mereka tak lagi menginjak lantai Rumah Sakit.

Alvaro berbalik dan menghempas tangan perempuan yang telah melahirkannya itu.

Rahang kokohnya tampak mengeras serta tatapan tajam penuh kemarahan yang ia tujukan pada perempuan paruh baya yang ia panggil dengan sebutan 'Mama' itu.

"Kenapa?! Kamu mau marah sama Mama?! Kamu mau bentak Mama, Iya?!" Sergah Sindy saat melihat tatapan tajam yang dilayangkan putra semata wayangnya untuk dirinya.

"Apa anda sadar dengan apa yang baru saja, anda lakukan?" Tanya Alvaro dengan mengepalkan tangannya.

"Mama melakukan hal yang benar," jawab Sindy.

"Haha!" Alvaro tertawa singkat. "Jadi anda merasa sudah melakukan hal yang benar?"

Sindy terdiam dengan mata yang mulai berembun.

"Dengarkan baik-baik ...," Alvaro menghela napasnya sejenak.

"Saya ... tidak pernah mengizinkan anda untuk mencampuri urusan dan hidup saya!" Tekan Alvaro disetiap katanya.

Deg

Sindy diam membeku dan menit berikutnya memalingkan wajahnya untuk menghalau cairan bening yang tiba-tiba saja ingin tumpah karena perkataan putranya.

Kenapa Alvaro harus berbicara seformal dan sekurang ajar ini dengan ibunya sendiri?

Sindy menghapus kasar bulir bening yang jatuh membasahi pipinya.

"Al ...," perempuan paruh baya itu menampilkan senyum terbaiknya meski dengan hati yang terluka.

Alvaro membuang muka. "Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan tadi?" Tanya Sindy menatap lurus pada Alvaro yang tak berani menatap balik manik mata ibunya.

Alvaro tak menjawab, lelaki itu hanya diam tanpa kata.

"Hati Mama sakit loh, Al, dengar kamu ngomong kayak tadi," lirih Sindy, tak terasa cairan bening mulai mengaliri pipinya dengan deras.

"Apa nggak cukup ... Papa kamu aja yang menyakiti Mama? Sekarang kamu juga mau nyakitin hati Mama? Kalian berdua belum cukup puas lihat Mama menderita?" Cecar Sindy menatap kecewa pada Alvaro yang hanya terdiam tak bisa berkata-kata lagi.

"Alvaro, jawab!" Pekik Sindy kelepasan tak lagi peduli di mana ia berada sekarang.

"Ma," tegur Alvaro saat menyadari banyak pasang mata yang memperhatikan mereka.

"Kenapa?" Guman Sindy. "Sekarang ... kamu mau apa?!" Teriaknya meluapkan segala kekesalan dan sakit hatinya.

"Ma! Ini Rumah Sakit," tegur Alvaro untuk kedua kalinya.

"Kenapa? Kenapa kamu nggak pernah mau dengerin apa kata, Mama?" Sindy tak mengindahkan teguran Alvaro.

Alvaro meraup wajahnya kasar.

"Padahal ... Mama cuma minta satu hal sama kamu, Mama ingin kamu bahagia, hidup layaknya manusia normal, bukan hidup untuk kerja, kerja dan kerja terus!"

Bukan Cerminan Where stories live. Discover now