BC/16

303 18 0
                                    

Hai! Udah follow belum?
Follow dulu gih <3

•••

"What!?" Pekik Aiza, dengan mata yang membulat sempurna.

"Ssttt ..." Adeeva memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.

"Ustaz Abi ngelamar kamu? Sumpah demi apa, Deeva!?" Aiza tidak mempedulikan volume suaranya yang terbilang cukup tinggi, gadis itu shok, sungguh ini terlalu mengejutkan untuknya.

Adeeva dengan cepat membekap mulut Aiza yang ia yakini akan kembali mengeluarkan kata-kata mutiaranya.

"Ssttt ... jangan teriak-teriak dong!" Tegur Adeeva masih dengan tangannya yang membekap mulut Aiza.

"Kamu ben--mph!"

"Aiza ... ngomongnya dipelanin, 'kan bisa?!" Ujar Adeeva, lelah dengan gadis bar-bar satu ini.

Aiza mengangguk dan mengangkat tangannya membentuk peace.

"Bener, ya? Jangan teriak-teriak lagi," ulang Adeeva sambil menyapu pandangannya menatap sekitar, untunglah para santri sibuk dengan urusan mereka sendiri, jika tidak sudah dipastikan mereka akan mendengar semuanya.

Aiza mengangguk sebagai jawaban 'iya'.

Adeeva menurunkan tangannya, melepas bekapannya dimulut Aiza.

"Kok bisa sih, Ustaz Abi lamar kamu?" Tanya Aiza masih kurang yakin dengan apa yang dikatakan Adeeva yang memang sulit untuk dipercaya.

Bahu Adeeva merosot pandangan gadis itu tampak lelah. "Gak tahu."

Aiza memicingkan matanya curiga. "Kamu halu, ya?"

Dengan cepat Adeeva menoleh, enak saja gadis ini menuduhnya halu. "Enggaklah, kurang kerjaan banget,"

Aiza manggut-manggut sembari mengetukkan jari telunjuknya didagu. Adeeva mengerutkan keningnya melihat Aiza yang tampak berpikir keras.

"Kenapa, sih?" Tanya Adeeva pada akhirnya.

"Kalo bukan halu, pasti kamu peletin, Ustaz Abi 'kan biar suka kamu," tuduh Aiza seenaknya.

"Astagfirullahal Adzim, berdosa sekali kamu, tuduh aku kayak gitu," kata Adeeva menyapu dadanya karena tuduhan, Aiza padanya.

"Hehe, bukan juga, ya?"

"Iyalah."

"Tapi, serius deh, Va, inituh sulit banget dipercaya. Kayak ... nggak mungkin aja gitu," jelas Aiza.

"Kenapa nggak mungkin?"

"Ya ... nggak tahu, kenapa," Aiza mengedikkan kedua bahunya.

"Yang enggak mungkin itu, kamu sama V BTS. Enggak akan mungkin bersanding di pelaminan."

Jleb

"Ya Allah, Deeva, kalo ngomong suka bener."

"Iyalah, jadi berhenti ngehalu," tutur Adeeva melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tapi, aku sesuka-sukanya sama cowok ganteng nih, ya, nggak pernah sih sampai halu dilamar," ujar Aiza tertawa berniat meledek Adeeva sampai memukul-mukul bahunya.

"Aiza, sakit!" Adeeva berdiri, menatap sengit pada Aiza yang masih tertawa, ia kesal, sangat.

Aiza meredakan tawanya dan menatap serius pada Adeeva yang berdiri di hadapannya. "Kamu serius nggak sih, Va?"

"Yaudah kalo nggak percaya!" Adeeva melenggang pergi meninggalkan Aiza dengan ketidak percayaannya.

"Adeeva beneran nggak sih?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

"Kalo bener gimana dong? Huaaaa potek hati Aiza maszeh!"

Aiza memandang punggung Adeeva yang semakin mengecil. "Deeva ... tungguin!"

Gadis itu beranjak kemudian berlari mengejar Adeeva yang sudah hilang dari pandangannya.

•••

"Alzam."

"Iya, Mi?" Alzam menoleh menatap umi Sarah yang berjalan sembari membawa nampan yang berisikan empat cangkir kopi.

"Adik kamu mana?" Tanya umi Sarah sambil meletakkan nampannya di atas meja.

"Di kamarnya, Mi. Lagi siap-siap," jawab Alzam setelah menyeruput kopi panasnya.

Umi Sarah manggut-manggut kemudian melangkah dan duduk di sofa tunggal yang berseberangan dengan suaminya yang sedang asik menikmati secangkir kopi buatannya.

"Kalian berapa hari di sana? Jangan lama-lama, ya. Nanti Umi kangen," ucapnya membuat sang suami menggelengkan kepalanya sedang Alzam terkekeh dibuatnya.

"Enggak lama kok, dua minggu aja kalo nggak ada kendala apa-apa, Insya Allah," sahut Alzam.

"Kalian hati-hati, nyetirnya juga, kalo kamu ngantuk gantian dulu sama adik kamu," nasehat sang umi pada putranya.

"Iya, Mi."

"Jangan iya-iya aja, dilakuin juga nanti."

"Siap! Umi cantik sedunia,"

"Nah, itu, Abi, Mi," tunjuk Alzam pada Abizhar yang sedang menyeret kopernya.

Umi Sarah mengikuti arah pandang putranya kemudian mengembangkan senyum manisnya.

"Kenapa?" Tanya Abizhar dengan kening yang mengkerut.

"Gak papa, Umi cuma nanya kamu," jawab Alzam yang diangguki Abizhar.

"Duduk di sini," kata umi Sarah yang dituruti Abizhar.

"Berangkatnya jam berapa?" Tanya abah Yusuf setelah lama diam memperhatikan anak dan istrinya.

"Habis salat zuhur, Bah."

•••

Di dalam gedung yang menjulang tinggi itu, seorang lelaki berjalan dengan langkah lebarnya menuju ruangannya.

Para karyawan yang dilintasinya menunduk sopan ke arahnya dan melempar sapaan selamat pagi padanya.

Langkah lebar itu berhenti membuat langkah seseorang yang sedari tadi berjalan di belakangnya pun turut berhenti.

"Jadwal meeting saya hari ini jam berapa?" Tanyanya pada sang sekretaris.

Dengan cepat Zea membuka tablet hitamnya. "Pukul 09.00 pagi, Pak."

Alvaro mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Besok lusa, Bapak ada jadwal flight ke Surakarta untuk peresmian pembangunan hotel di sana," ujar Zea setelah Alvaro duduk di kursi kebesarannya.

Alvaro yang baru saja akan membuka berkas-berkas di hadapannya itu berhenti sejenak. Ia mendongak untuk menatap wajah sekretarisnya dan detik selanjutnya mengangguk.

"Baik. Kamu boleh keluar."

Zea menunduk sopan kemudian melangkah meninggalkan ruangan bosnya.

Setelah pintu ruangannya tertutup, Alvaro menyandarkan punggungnya kemudian merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Lelaki itu menghela napasnya. Besok lusa adalah jadwalnya ke Surakarta dan itu berarti ia akan bertemu ibunya setelah 2 tahun tak bersua dengannya.

Jika ditanya apakah ia merindukan wanita paruh baya itu, tentu jawabannya, 'iya'. Tetapi ia juga mengkhawatirkan perasaan ibunya karena sikapnya yang kaku, kasar dan mudah marah.

Alvaro mengembuskan napasnya kemudian kembali menatap layar persegi di hadapannya itu. Memilih menyelesaikan pekerjaan yang setiap harinya menumpuk. Ia akan bersikap seperti biasanya saja, yaitu diam dan mendengar apapun perkataan ibunya.

***
Tbc.

Part terpendak dari part lainnya😆

Selamat membaca, semoga suka dan nggak bosen🙂

Maapin kalo makin ngaur🙃

Ahad, 16 Oktober 2022

Bukan Cerminan Where stories live. Discover now