BC/15

313 21 0
                                    

Udah follow belum?
Follow dulu kuy!
Sebelum baca tekan bintang dipojok bawah dulu, ya!
Selamat membaca!
▪︎▪︎▪︎

Lelaki bertubuh tinggi menjulang dengan pakaian lengkap khas seorang CEO, tatapan tajamnya tampak serius memeriksa berkas-berkas yang tersusun di meja kerja kebanggaannya. Alis tebalnya kian menyatu saat menatap lembar demi lembar kertas yang ia balik, sepertinya ada sesuatu yang salah di sana.

"Zea!" Teriaknya menggema saat memanggil nama sang Sekretaris.

Seorang wanita dengan rok span di bawah lutut berjalan tergesa-gesa saat mendengar atasannya meneriakkan namanya dengan lantang.

"Iya, Pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sembari membungkukkan tubuhnya sopan.

Brak!

Sebuah berkas melayang dan jatuh tepat di bawah kaki Zea.

"Sudah berapa kali saya bilang, untuk memeriksa lebih dulu semua berkas laporan, sebelum memberikannya pada saya!" Lelaki itu berdiri dari kursi kekuasaannya, menatap tajam pada Sekretarisnya yang sedang memungut berkas yang tadi ia lemparkan.

"Maaf, Pak," ujar wanita bertubuh semampai itu.

"Maaf kamu tidak dapat mengubah apapun," ucapnya tajam.

"Pergi, bawa semua berkas ini dan perbaiki total pemasukan dan pengeluaran tahun ini, suruh mereka menelitinya dengan baik, saya tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun lagi! Mengerti!?" Alvaro mengembuskan napasnya kemudian melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Apakah mereka semua, ia gaji untuk menguji kesabarannya?

"Baik, Pak," Zea menunduk sopan dan melangkah ke meja kebesaran bosnya untuk mengambil semua berkas yang tersusun di sana.

"Permisi, Pak," pamitnya tanpa mendapat balasan.

Farrel Alvaro Danendra, lelaki tampan yang menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan yang ia bangun dengan jerih payahnya sendiri. Lelaki warkaholic lagi arogan, keras kepala, pemarah dan tak tersentuh itu membuat orang-orang sulit akrab dengannya.

Danendra Corp. Perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang seperti properti, transportasi, saham dan masih banyak lagi.

Alvaro berdiri menatap hamparan gedung-gedung yang menjulang serta kemacetan yang berkepanjangan dari balik kaca kantornya, Ibu kota memang tak pernah lepas dengan kemacetannya. Alvaro beberapa kali menarik napasnya dalam-dalam.

Dring ... Dring ... Dring ....

Dering ponsel mengalihkan perhatiannya, Alvaro hanya menatap lama ponsel yang berada di atas meja kerjanya tanpa ada niatan untuk mengangkatnya.

Ponsel itu kembali berdering.

Alvaro berjalan ke mejanya dan mengambil ponsel tersebut, layar persegi itu menampakkan nama serta foto seorang wanita paruh baya.

Alvaro mengembuskan napasnya dahulu sebelum menggeser layar ponselnya.

"Ha--lo"

"Astagfirullah, Al ... kamu tuh tega, ya sama Mama, udah berapa lama kamu nggak temuin, Mama, hah! Kamu udah anggap Mama nggak ada! Iya!? Mau jadi anak durhaka kamu! Kamu mau, Mama kutuk jadi Beruang?"

Bukan Cerminan Where stories live. Discover now