5

244 23 9
                                    

Benar dugaan Alvin kemarin. Bahwa hari ini pasti giliran sekolah laki-laki untuk penyetoran hafalan. Untung saja semalam sebelum tidur, Alvin kembali muroja'ah.

Alvin sudah selesai menyetorkan hafalannya, hanya tinggal menunggu kedua buntut yang masih setia berada diruangan yang dijadikan tempat penyetoran hafalan.

Pemuda itu sampai lupa dengan janjinya yang akan pulang bersama Zea.

Sedangkan sang gadis yang hanya tinggal sendirian disekolahnya, menuggu dengan gusar. Kalau dia pulang, takutnya Alvin malah akan menjemputnya kesini. Kalau dia tetap menunggu, takutnya Alvin sudah pulang.

Gadis itu baru ingat, kenapa tidak mengecek kesekolah sebelah saja. Mungkin kan memang belum pulang. Zea bangkit dari duduknya, dia akan mengecek apakah sekolah laki-laki sudah pulang atau belum.

Ternyata gerbang sekolah itu masih tertutup rapat. Menandakan sekolah masih belum dibubarkan. Baru saja gadis itu hendak berbalik kembali kesekolahnya, bel pulang disekolah itu berbunyi.

Zea bersorak dalam hatinya, akhirnya dia bisa cepat-cepat pulang. Terdengar riuh bunyi kenalpot sepeda siswa sekolah itu.

Dia melihat Alvin yang terburu-buru mengeluarkan sepedanya, baru setelahnya pemuda itu menghentikan sepeda motornya tepat didepan Zea.

Dapat Zea lihat tatapan serat akan kekhawatiran. Entah itu khawatir karna apa Zea tidak tau. Saat akan bertanya, Alvin lebih dulu berbicara.

"Naik cepet! Gue buru-buru" Zea yang mendengar nada dingin Alvin mengerutkan kening bingung. Dengan segera Zea naik ke sepeda motor sang pemuda tanpa mau sibuk berpikir yang aneh-aneh.

Ternyata Alvin tidak mengantarkan Zea kerumahnya, tapi pemuda itu membawa Zea kerumah sakit. Zea hanya menampilkan raut bingung, kenapa rumah sakit pikirnya.

Alvin menarik tangan Zea masuk kedalam rumah sakit itu, sedangkan yang ditarik tersentak kaget kemudian memberontak.

"Lo apaan sih main tarik-tarik sembarangan!" Zea menyentak tangan Alvin. Alvin berbalik, sang gadis yang sedari tadi kesal nampak kaget mendapat tatapan dingin nan menusuk yang Alvin keluarkan.

"Tinggal ikut apa susahnya sih. Nanti juga lo tau" Ucapnya dengan suara berat dan nada dingin. Membuat bulu kuduk Zea meremang. Zea mengangguk kaku membiarkan tangannya kembali ditarik oleh sang pemuda.

Mereka menaiki lift, yang Zea lihat Alvin menekan angka sembilan. Zea diam memperhatikan, karna aura yang Alvin keluarkan benar-benar membuatnya takut.

Sampai dilantai sembilan, Alvin lagi-lagi menarik tangan Zea. Mereka sampai di pintu kamar nomer 261 Alvin membuka pintu itu. Betapa terkejutnya Zea mendapati keluarganya ada didalam, dengan keluarga Alvin. Lengkap.

Tapi yang lebih mengejutkan, seseorang yang berbaring dibrankar rumah sakit itu. Zea menatap Alvin yang sudah menampilkan raut sedihnya. Pemuda itu menatap seseorang yang tengah memejamkan matanya dibrankar itu.

Alvin mendekat dengan tangan Zea yang masih pemuda itu genggam "Kenapa bisa gini Mom?" Tanya Alvin kepada Mommynya yang tengah duduk dikursi samping brankar sambil menangis.

"Daddy tadi tiba-tiba pingsan Vin. Kata dokter, Daddy punya penyakit gagal jantung dan itu sudah memasuki stadium empat" Saat sang Mommy menyelesaikan kalimatnya, seketika itu pula kaki yang semula kokoh itu lemas seketika.

Tangis yang sedari tadi dia tahan, terlepas begitu derasnya. Dia tidak sanggup melihat seseorang yang sangat dia idolakan itu terbaring lemah. Zea tidak tega melihat Alvin yang seperti itu. Jadi gadis itu mengelus pelan bahu Alvin.

Alvin yang mendapat perlakuan seperti itu, mendongak lalu setelahnya memeluk Zea erat seakan takut kehilangan. Zea yang mendapat pelukan tiba-tiba tentu saja kaget. Badannya seakan kaku, tidak bisa digerakkan. Gadis itu terdiam didekapan hangat Alvin.

Snow Home [Asahi X Winter]Where stories live. Discover now