10

11.2K 692 8
                                    


Sore itu setelah pulang dari pemakaman Kelana memutuskan untuk mengunjungi Langit yang saat itu sedang mengisi cooking class di toko roti milik Gea yang terletak di jalan Malioboro.

Anak-anak sedang asik menghias cupcake hasil kreasi mereka, Langit memberi arahan kepada beberapa anak perempuan yang malah fokus memandang wajah tampan pria itu.

Sedangkan Kelana memilih duduk di pojokkan menikmati cheseecake dan coffee vanilla latte yang disajikan langsung oleh ownernya. Gea melotot ketika Kelana mengerecoki Langit, sehingga pemilik toko roti itu memilih menyingkirkan Kelana dan membungkamnya dengan makanan, agar tidak mengganggu.

“Lo kenapa sih?” tanya Gea yang saat ini sudah duduk di seberang Kelana.

“Hah gue kenapa emang?” Kelana menyerngit bingung.

“Muka lo kayak lagi banyak masalah. Bukannya lo habis dari Bali ya? Terus habis liburan kenapa muka lecek kayak gitu?”

“Sembarangan! Gue ke Bali kerja kali, bukan liburan, kerjaan belum selesai ehh malah dapet kabar kalo adeknya eyang gue meninggal.”

“Masak ke Bali cuma kerja aja sih, engga percaya gue. Pasti kerjaannya tiap malem dugem, ohh iya mantan lo bukannya punya club di sana?”

Kelana menghela napas, memasang wajah pasrah. “Emang muka gue blangsak banget ya? Masak sampe dikira tiap malem dugem sih.”

Gea tertawa, “ya gimana engga dikira tiap malem dugem. Secara lo lagi di Bali, apalagi ngeliat kulkas lo yang penuh sama beer bukannya diisi buah dan sayur.”

Kelana menyedot habis minumannya,, lalu memakan cheesecakenya dalam satu suapan besar. Langit yang baru saja menyelesaikan cooking classnya bergabung dengan Gea dan Kelana.

Pria itu mengambil tissue dan mengelap bibir Kelana yang belepotan cream. Bukan usapan romantis seperti di film film, tapi usapan sat set sat set ala bapak bapak yang mengelap anak cemongnya. Langit geleng geleng kepala melihat tingkah Kelana yang tidak ada manis manisnya itu.

“Ckckck…gue engga percaya kalo lo darah biru. Apalagi dilihat dari adab makan lo yang kadang engga beradab.” ujar Langit yang saat ini duduk di samping Kelana.

“Gue bukan darah biru, tapi darah kotor. Gue kalo di rumah makan kayak kanjeng ratu tau, bisa disamplak ibunda Elizabeth kalo makan serampangan.” Kelana mengerucutkan bibirnya mengingat Elizabeth yang selalu mengingatkan adab makan yang baik dan benar sejak kecil.

“Agni engga kesini Ge?” Langit menanyakan keberadaan anak sambung Gea.

“Lagi nginep di tempat omanya, padahal dari kemaren pengen ikut cooking class. Paling nanti Abi sama daddynya yang ke sini. Gue ke atas bentar ya,” izin Gea karena harus menghubungi suaminya sedangkan ponselnya tertinggal di ruangannya.

Mata Kelana terbelangak ketika ponselnya berdering dan menampilkan nomor baru Leon yang sedari kemarin menghubunginya. Namun Kelana kemarin mengabaikannya.

“Ngit, tolong angkat dong. Bilang aja Kelananya lagi di kamar mandi gitu,” Kelana menyerahkan ponselnya pada sahabatnya itu.

“Emang siapa?” dahi Langit menyerngit.

“Kenalan gue.”

Sebenarnya Kelana bingung menyebut hubungannya dengan Leon, apakah teman? Tapi mana ada teman yang ciuman bahkan tidur bersama. Itumah namanya teman bobo, atau kalau orang bilang FWB friend with bobo, ehhh friend with benefits maksudnya.

Setelah mengangkat panggilan itu, dan mengatakan jika Kelana sedang berada di kamar mandi Langit kembali menyerahkan ponsel itu kepada pemiliknya. Kelana menghembuskan napas lega, jantungnya berdetak dengan kencang. Dirinya selalu seperti ini jika menyangkut Leon.

KELANA (END)Where stories live. Discover now