21. Pertanyaan

100 18 3
                                    

Seokjin masih terdiam memandang Hyeri dengan tatapan yang tak bersahabat. Hembusan napas panjang sebagai tanda bahwa kehadiran wanita itu adalah sebuah beban untuknya. Jika sudah begini apa yang harus ia lakukan? Apa memecat Hyeri esok hari adalah sebuah keputusan tepat? Jangan konyol, itu hanya akan membuat dirinya terlihat tak profesional. Lalu apa yang dikatakan karyawan lain nanti? Itu juga hanya akan menghancurkan imagenya di mata bawahan sebagai atasan yang ramah, baik, dan berkompeten. Begitu pula Hyeri jika ia mengajukan surat pengunduran diri hari ini juga, bukankah itu akan menjadi catatan buruk dirinya di dunia kerja. Apalagi dia sangat membutuhkan uang. Terlebih mencari kerja sekarang susah. Hyeri akan tetap stay sebisa mungkin demi bertahan hidup. 

"Ehm, sajangnim?" panggil paman Kangjoon sebagai sebuah teguran karena Seokjin hanya diam saja alih-alih wawancara. Pria tampan itu pun tersadar. 

"Aku rasa tidak perlu wawancara lagi. Masih banyak hal yang perlu aku kerjakan. Aku mempercayai kalian sepenuhnya. Buat Jung Hyeri-ssi pergilah bersama Tuan Kim. Tuan Kim, tolong ajak Nona Hyeri untuk keliling kantor sebagai perkenalan," perintah Seokjin tiba-tiba. 

"Ye?" Sahut tuan Kim bingung.

Karena dari dulu atasannya punya kebiasaan mewawancarai pegawai baru terlebih dahulu untuk lebih mengenal karakter mereka. Dan itu adalah situasi yang agak menyeramkan bagi yang merasakan. Tak hanya sekedar tak mau mewawancara Hyeri. Sebelumnya juga tak pernah ada pegawai yang diajak keliling sebagai perkenalan. Ada hal yang aneh. Namun, Tuan Kim tidak mau ambil pusing. Mungkin peraturan sekarang berubah. Ingat, dia adalah Baek Seokjin pemilik perusahaan ini. Jadi tak masalah jika dia yang membuat aturan dia pula yang melanggar. Pada akhirnya Tuan Kim mengajak Jung Hyeri untuk berkeliling perusahaan sedangkan paman Kangjoon masih bergeming dari tempatnya berdiri seraya melihat Seokjin dengan penuh tanda tanya. 

"Sajangnim," panggil Kangjoon yang terdengar juga seperti sebuah pertanyaan. 

Pria tampan itu hanya memandang Kangjoon dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. Seokjin mendengus pelan lalu tersenyum pada salah satu orang yang ia percaya di perusahaan itu. Paman itu tak mau mengorek informasi lebih lanjut karena Seokjin sendiri pun seolah tak mau membahas apapun terkait kejadian ini. Seokjin lagi-lagi menghela napas dan tersenyum ke arah paman Kangjoon. 

"Paman, maaf aku masih banyak kerjaan. Jika sudah jam istirahat nanti kita bicara lagi," ujar Seokjin yang sebenarnya mengusir halus sekretaris lamanya itu karena dia ingin sendiri. Kangjoon membalas senyuman itu dengan sebuah anggukan kecil. Pria berumur empat puluhan tahun itu pun pergi meninggalkan Seokjin sendiri. 

Sepeninggal perginya orang yang ia percaya. Seokjin mendengus pelan sembari mengusap-usap wajah dengan kedua tangannya. Baru pertama kali ini ia merasakan tak nyaman berada di dalam perusahaannya sendiri. Padahal selama ini kantor adalah tempat paling nyaman di dunia setelah rumah. Otak Seokjin terus berputar dan bertanya-tanya. Jika Hyeri menjadi sekretaris disini bagaimana ia bisa berkoordinasi dengan baik dalam pekerjaannya jika harus bekerja bersama orang yang tak ia sukai. Semua mood pagi yang tadinya bagus kini menghilang begitu saja. Setiap Seokjin berada di posisi sulit ia selalu teringat pada seseorang. Pria tampan itu lalu merogoh ponsel dari sakunya kemudian menghubungi seseorang. Kakinya bergetar seraya menunggu nada sambung telepon. 

"Yoboseyo,Namjun-ah—tidak apa-apa. Hanya ingin berbicara denganmu. Apa kau bisa bertemu denganku sekarang?—ah, baiklah. Aku akan kesana." 

Tanpa berpikir panjang Seokjin mengambil jas yang tergantung rapi lalu bergegas keluar dari kantornya. Setidaknya dengan bertemu dengan Namjun Seokjin merasakan sedikit kelegaan karena semua beban yang ia rasakan tercurahkan pada orang yang tepat. Namjun yang Seokjin kenal adalah sosok teman yang bijak dalam menghadapi masalah. 

 BROKEN (MARRIAGE LIFE) Where stories live. Discover now