19. Kejujuran

127 14 3
                                    

"Ayah, apa kau selingkuh?" tanya Hyunjin. Sontak pertanyaan putrinya membuat Seokjin terkejut setengah mati. Bagaimana bisa gadis umur tujuh tahun memiliki pertanyaan yang seharusnya tak ia utarakan. 

"Hyunjin-ah, siapa yang mengajarimu?" 

"Aku melihatnya di drama. Ibu sering melihat drama itu jadi aku pun ikut melihatnya. Di drama itu suaminya selingkuh dengan wanita lain," jawab Hyunjin. Dasar Hana dari dulu suka sekali melihat drama tentang perselingkuhan, batin Seokjin. 

"Tentu saja ayah tidak selingkuh. Ayah sangat mencintai Ibu. Sangat, sangat, dan sangat. Ayah juga ingin bersama Hyunjin serta ibu untuk selamanya. Hyunjin-ah, apa kau mau memeluk ayah?" 

Dengan senyum yang merekah Hyunjin mengangguk bahagia menanggapi permintaan sang ayah. Tubuh mungilnya pun memeluk Seokjin dengan sangat erat. Begitu pula dengan Seokjin yang setulus hati memeluk sang putri dengan penuh kasih sayang. Entah kenapa hari ini dirinya sangat sensitif dan mudah menangis karena hal-hal kecil yang menyangkut Hyunjin. Seperti halnya sekarang. Untuk kedua kalinya ia menangis terharu karena buah cintanya bersama sang istri. Hyunjin memang gadis yang luar biasa. 

"Ayah aku punya sesuatu untukmu dan ibu," ujar Hyunjin penuh senyum. 

Gadis kecil itu mengambil sesuatu dari saku seragamnya. Sebuah kertas berukuran A4 setengah lecek ia berikan pada sang ayah. Seokjin perlahan membuka kertas putih itu. Disana ia melihat gambar lucu Hyunjin. Sebuah coretan yang menggambarkan kebersamaan dalam keluarga. Baek Seokjin yang memeluk putrinya. Begitu pula dengan Park Hana. Di gambar itu Hyunjin tersenyum dengan bahagia bersama kedua orang tuanya. Menaiki balon udara yang cantik. Tertulis juga sesuatu di bawah gambar itu. Bersama selamanya. 

"Aku ingin naik balon udara bersama ayah dan ibu," ujar Hyunjin. 

"Kau ingin naik balon udara? Baik akan ayah kabulkan apapun keinginan putriku," jawab Seokjin seraya memeluk anak semata wayangnya. "Kau tahu, Hyunjin-ah. Ayah sangat menyayangimu dan juga ibumu." 

*****

Park Hana kini sedang memarkir mobilnya di sebuah halaman rumah minimalis namun tampak cantik. Rumah ibu dan neneknya adalah tempat dimana dia datang ketika gelisah tentang rumah tangganya. Walau tidak selalu seperti itu tapi ketika dia mulai mencurahkan segala rasa gundahnya semua masalah yang ia rasakan seolah sirna karena tergantikan oleh nasihat sang ibunda. Wanita berambut panjang itu menekan tombol pintu yang memiliki kata sandi. Karena sebelumnya Hana tak memberitahu orang tuanya saat berkunjung tentu kedatangannya membuat si ibu serta nenek terkejut. Tak lupa juga oleh-oleh buah yang ia beli sebelumnya. 

"Aku datang," ucap Hana ketika pintu rumah terbuka. 

"Omo, Hana-ya," ujar nenek yang tampak kaget ketika ia lagi asyik melihat televisi. Ciuman lembut di pipi sang nenek merupakan ritual wajib ketika Hana berkunjung. 

"Ini aku bawakan buah kesukaan nenek dan ibu," ucap Hana seraya menyodorkan satu parsel buah pir untuk dua orang tersayangnya. "Di mana ibu?"  

"Ibumu lagi sibuk memasak. Kesanalah sapa ibumu," tutur Nenek. "Minyong-ah, putrimu datang," teriak Nenek dari kejauhan. 

Hana hanya tersenyum tipis dan berjalan mendekat ke area dapur untuk menyapa sang ibu. Sepertinya teriakan nenek tidak sampai di telinga ibu Hana. Buktinya beliau masih saja sibuk memasak. Ini adalah kesempatan bagi Hana untuk menggodanya. Dengan mengendap-endap menuju dapur Park Hana langsung memeluk ibunya dari belakang dan memberi sebuah kecupan hangat dari pipinya. 

"Omo, Hana-ya," ucap Minyong dengan perasaan bahagia yang luar biasa. "Kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya kalau akan datang ke sini? Tahu begitu ibu akan memasakan makanan kesukaanmu.

 BROKEN (MARRIAGE LIFE) Where stories live. Discover now