DUA PULUH DELAPAN

1.6K 378 65
                                    

Wew, aku belum sempat membalas komentar dari teman-teman. Karena sibuk lomba cerpen, lalu bikin sinopsis cerpen, dan lain-lain. Penulis cari duit hehehe. Alhamdulillah cerpenku berhasil juara 1 :-D Malam ini aku akan balas, insyaallah, jadi tinggalkan komentar untukku ya. Supaya aku semangat kembali ke sini dan menulis lagi. Jujur saja, belakangan aku kesulitan mengumpulkan semangat :-(

Jangan lupa untuk mendukungku dengan membaca buku-bukuku di aplikasi ipusnas--gratis, Gramedia Digital--Rp 49.000 semua buku satu bulan, Google Playstore dan toko buku. Buku-buku selfpublished di Shopee/Tokopedia ikavihara. Bonus bab ektsra di karyakarsa.com/ikavihara. Dukunganmu sangat berarti karena akan kupakai menulis cerita berikutnya. Nanti ya, aku akan post cerita baru, sampai tamat hehehe.

***

It would be impossible for Malissa to be anything but beautiful. Lagi-lagi Lamar terpaku memandang Malissa yang baru saja membuka pintu. Area sekitar mata Malissa terlihat berbeda. Bulu matanya juga lebih panjang. Menggoda. Seperti menarik perhatian semua orang untuk memandang ke sana. Bukan ke dadanya yang membusung atau bokongnya yang semakin terlihat penuh dengan balutan celana jeans pas badan. Warna bibir Malissa tampak alami. Rambut panjangnya diikat ekor kuda, sehingga tidak ada halangan sama sekali bagi Lamar untuk memandangi wajah Malissa. Lehernya tidak kalah seksi, membuat Lamar ingin mengubur wajahnya di sana. Dengan kaus putih—I AM THE TEACHER THAT THE STUDENTS FROM LAST YEAR WARNED YOU ABOUT! adalah tulisan di kaus Malissa—plus jaket denim, yang sangat sederhana, tingkat keseksian Malissa naik sepuluh kali lipat di mata Lamar.

"Untukmu." Lamar menyerahkan baki berisi beberapa bibit bunga kepada Malissa.

"Apa ini?" Malissa bertanya tidak mengerti.

"Seperti janjiku tadi, aku akan memberimu bunga, spesial saat kita mau kencan. Itu bibit bunga matahari. Buat ditanam di halaman."

"Bunga matahari?" Gerutu Malissa. "Ini ... nggak romantis tahu. Mana ada orang kasih pasangan kencannya bunga matahari? Harus nanam dulu lagi."

"So? Aku akan jadi yang pertama. Bunga matahari selalu istimewa. Sunflowers always face the sun. When they cannot find the sun, they face each other. Ini menggambarkan hubungan kita. Saat matahari hilang dari hidupku, aku bertemu denganmu. Aku memandangmu dan duniaku terang lagi. You bring light to my dark days when I needed it most. Aku berharap ... aku juga bisa menjadi matahari untukmu."

"Oh, well...." Malissa tidak bisa berkata-kata.

Di belakang Malissa, seseorang berdeham-deham membersihkan kerongkongannya. Dengan berat hati Lamar melepaskan pandangan dari Malissa.

"Itu romantis banget!" Seseorang itu berseru.

"Kenalkan ini adikku. Thea. Alethea." Malissa memperkenalkan Lamar kepada adik perempuannya, yang berwajah mirip dengan Malissa, hanya berbeda tinggi badan. Malissa lebih tinggi. "Thea, kenalkan ini temannya Mbak. Lamar."

Lamar menyalami adik Malissa. "Aku jadi ingin ketemu dengan ibu kalian. Pasti dari beliau kalian mewarisi kecantikan."

Thea menyeringai. "Nggak ada yang bisa mengalahkan Mama. Mantan model."

"Ini. Simpan bunga ini. Jangan rusak. Jangan mati." Malissa menyerahkan baki berisi bibit bunga kepada adiknya. "Ayo kita berangkat, supaya nggak terlambat nanti masuk venue." Kemudian Malissa mendahului Lamar berjalan menuju mobil.

"See you when I see you, Thea." Lamar tersenyum kepada adik Malissa, yang mengawasi mereka dengan senyum lebar. Mungkin Thea ditugasi kedua orangtuanya untuk memata-matai Lamar dan nanti, Thea melaporkan kepada mereka.

"Sebenarnya ada dua macam konser. Yang duduk dan yang berdiri."

"Lho, kita mau nonton yang mana? Aku pakai baju seperti ini. Kamu nggak bilang tadi siang." Malissa menunduk mengamati penampilannya sendiri.

RIGHT TIME TO FALL IN LOVEOnde histórias criam vida. Descubra agora