EMPAT

2.4K 519 72
                                    

Yo! Seberapa sering kamu membuang sayuran layu dari kulkas? Atau mungkin menyimpan makanan terlalu lama sampai lupa dan saat ingat sudah kedaluwarsa?

Ingat pesan Malissa ya, jangan menyia-nyiakan makanan atau bahan makanan. Karena itu penyebab pemansan global. Ingat anak cucu kita masih memerlukan bumi untuk tempat tinggal mereka kelak :-) 

Tolong tinggalkan komentar untukku ya. Nanti aku baca dan balas. Supaya aku nggak merasa sendirian di sini :-) 

Love, Vihara(IG/Twitter/FB/Twitter/TikTok ikavihara, WhatsApp 0831 5586 1228)

***

Mobil Lamar berhenti di depan sebuah rumah bercat putih, dengan pagar rendah. Di halaman yang tidak luas, ada area berumput. Tanaman-tanaman di dalam pot berjajar rapi di depan dinding bagian barat. Terdapat pohon rendah, Lamar tidak tahu apa, di sudut halaman. Nice house. Pada percakapan mereka tiga hari yang lalu, melalui WhatsApp, Lamar bertanya apakah Malissa tinggal dengan orangtuanya. Untugnya tidak. Karena Lamar tidak ingin bertemu dengan orangtua teman wanitanya dan dianggap datang sebagai calon suami potensial.

Pintu di depan Lamar terbuka sebelum Lamar sempat mengetuknya. Damn this universe! Lamar mengumpat keras-keras dalam hati. Kenapa takdir mempertemukan Lamar dengan wanita secantik ini pada waktu yang tidak tepat? Saat Lamar merasa mengagumi wanita lain sama dengan mengkhianati cintanya kepada Thalia. But damn, Malissa is beautiful. Stunning. Otak Lamar langsung berhenti bekerja hanya karena Lamar menatap wajah Malissa. Senyum Malissa ... man, her smile can bring a man to his knees. Didukung dengan mata bulatnya yang indah itu, Lamar benar-benar dalam bahaya.

"Kamu tepat waktu." Malissa mengunci pintu di belakangnya.

"Why wouldn't I? Aku nggak suka membuat orang lain menunggu." Lamar menyerahkan kotak di tangannya kepada Malissa. "Untukmu."

"Cookies!" Malissa berseru pelan. "Wow, thanks."

"You look ... fresh. Beautiful." Menurut ajaran ibu Lamar, setiap menemukan sesuatu yang patut dikagumi dari seseorang, sampaikan. Mungkin pada hari itu seseorang tersebut sedang membutuhkan kalimat positif dari orang lain.

Kedua pipi Malissa bersemu merah. Manis sekali. Lamar tidak pernah tahu di dunia nyata benar-benar ada wanita yang merona pipinya hanya karena dipuji. Karena Malissa semakin menggemaskan saat tersipu, Lamar terobsesi ingin menciptakan kesempatan untuk memuji Malissa lagi. Dan lagi. Oh, hell! Mungkin bertemu Malissa malam ini adalah keputusan yang salah. Menghabiskan waktu dengan Malissa selama satu atau dua jam adalah keputusan yang salah. Apa yang terjadi saat ini semuanya salah.

"Shall we?" Tetapi janji sudah telanjur dibuat. Lamar mempersilakan Malissa untuk berjalan lebih dulu.

Supaya kamu bisa menikmati pemandangan dari belakang? Karena yang belakang tidak kalah indahnya dengan yang depan? Sebuah suara di kepala Lamar mencela. Lamar mengangkat bahu. Apa hendak dikata, Malissa sangat memesona. Memang Lamar mencintai Thalia, tapi bukan berarti Lamar harus memejamkan mata setiap kali melihat wanita yang menarik perhatiannya. Secara fisik saja. Yang paling penting hati Lamar tidak ikut serta.

***

Malam ini Lamar memilih Gianni untuk lokasi makan malam. Restoran khusus masakan Italia. Semiformal. Sehingga Lamar dan Malissa tidak perlu mengenakan jas dan gaun, yang menurut Lamar terlalu berlebihan untuk makan malam sebagai bentuk ucapan terima kasih. Tetapi pada saat bersamaan, Lamar tidak ingin pilihannya terkesan murahan.

Malissa mengenakan terusan berwarna kuning. Panjangnya mencapai bawah lututnya. Sesuai dugaan Lamar, Malissa menarik perhatian begitu menginjakkan kaki di sini. Banyak pasang mata mengikuti langkahnya. Rambut Malissa malam ini dicepol—atau apa pun itu namanya—di belakang kepala. Beberapa helai lepas dari ikatan, membingkai wajahnya dan menjutai di sekitar lehernya. Tangan Lamar gatal sekali ingin menyelipkan rambut itu ke balik telinga. Lalu menelusuri kulit Malissa yang terlihat halus.

RIGHT TIME TO FALL IN LOVEWhere stories live. Discover now